Penulis
Intisari-Online.com – Baru-baru ini tes DNA hangat diperbincangkan kembali setelah dilakukan oleh publik figur Indonesia.
Artis Denny Sumargo melakukan tes DNA untuk mengetahui apakah anak yang dilahirkan DJ Verny Hasan 6 tahun silam adalah anak biologisnya atau bukan.
Usai tes DNA, hasil uji menyebutkan jika Denny Sumargo bukan ayah biologis dari Allesa Anjani.
Tes DNA sendiri adalah uji yang sangat ampuh sebagai alat untuk identifikasi.
Baca Juga : Gigi Goyang Tanda Kanker Jaringan Saraf, Gadis Ini Berhasil Sembuh Berkat Deteksi Dini
Saat ini, dengan semakin berkembangnya teknologi, tes DNA dapat digunakan untuk identifikasi dengan akurasi hampir 100%.
Nyatanya tes DNA tidak serta merta muncul, ilmuwan zaman dahulu menggunakan alat biologis lain.
Namun metode tersebut tidak konklusif untuk identifikasi dan menentukan hubungan biologis.
Berikut perkembangan tes DNA hingga seperti yang kita kenal sekarang.
1920an: Penggolongan Darah
Para ilmuwan pada masa ini telah mengidentifikasi ada 4 tipe darah pada manusia, A, AB, B, dan O.
Penentuan ini berdasar pada adanya protein tertentu yang disebut antigen dalam darah.
Pentuan tipe darah ini dikenal dengan sistem ABO.
Para ilmuwan menyadari bahwa golongan darah diwariskan secara biologis dan dapat memprediksi golongan darah anak berdasarkan golongan darah orang tua biologisnya.
Namun karena informasi yang didapat dari tipe darah terbatas, sulit untuk meyakinkan identifikasi hubungan biologis.
Kemampuan ekslusi untuk tes darah ABO adalah sekitar 30% dan angka itu dikatakan tidak berguna untuk tes paternitas.
Baca Juga : Kisah Lansia Kakak Adik di Mamuju, Badan Kurus Kering Karena Tak Makan Berhari-hari
1930an: Tes Serologis
Ilmuwan mencoba menggunakan protein lain pada permukaan sel darah yang dapat digunakan untuk identifikasi individu.
Digunakanlah sistem darah Rh, Kell, dan Duffy.
Sistem ini juga didasarkan pada kehadiran antigen tertentu yang bersifat menurun.
Namun hampir sama dengan sistem ABO, kemampuan eksklusinya 40% dan tidak efektif untuk identifikasi hubungan biologis.
1970an: Tes HLA
Pada pertengahan 1970an, ilmuwan fokus pada tipe jaringan dan menemukan antigen sel darah putih atau Human Leukocyte Antigen (HLA), suatu protein yang ada di seluruh tubuh kecuali sel darah merah.
Sel putih yang ditemukan dalam darah memiliki konsentrasi HLA yang tinggi.
Diketahui pula tipe HLA bervariasi antara orang yang tidak terkait secara biologis.
Karena variabilitas tipe HLA yang tinggi di antara orang-orang, HLA digunakan untuk identifikasi hubungan biologis.
Kemampuan eksklusi tes HLA adalah 80%, ditambah dengan ABO dan uji serologis adalah sekitar 90%.
Namun tes HLA memerlukan sampel darah dalam jumlah besar untuk diuji.
1980an: Tes DNA RFLP
Awal 1980an mulai berkembang suatu teknik yang disebut Restriction Fragment Length Polymorphism (RFLP), sebuah tes yang pertama kali menggunakan DNA.
Sama seperti antigen dalam darah, DNA juga diwariskan dari orantua pada keturunannya.
Ilmuwan menemukan terdapat bagian DNA yang dapat menunjukkan kekerabatan dengan lebih spesifik.
Bagian yang diuji adalah mengandung VNTRs (Variable Number Tandem Repeats).
Setengah DNA anak harus dengan DNA ibu dan setengahnya lagi harus cocok dengan ayah, kecuali jika ada mutasi.
Kemampuan eksklusi tes DNA RFLP lebih dari 99,99%.
Namun tes ini perlu DNA cukup banyak (sekitar 1 mikrogram) memerlukan sampel darah dan waktu uji yang lama, 10-14 hari.
Baca Juga : Untuk Ritual Kuno, Jantung Lebih dari 140 Anak Diambil Saat Masih Berdetak
1990an: Uji DNA PCR
Pada awal 1990-an, uji DNA Polymerase Chain Reaction (PCR) menggantikan analisis RFLP.
Analisis PCR membutuhkan lebih sedikit DNA (1 nanogram) dan sampel yang paling cocok adalah mukosa rongga pipi (bukal) sehingga tidak perlu darah.
Pengujian PCR jauh lebih cepat daripada hasil RFLP dalam satu hari pengiriman sampel ke laboratorium.
PCR menargetkan bagian DNA yang dikenal sebagai STR (Short Tandem Repeats) yang sangat bervariasi.
Dalam tes ayah di mana ibu, anak, dan dugaan ayah diuji, DNA anak harus cocok dengan kedua orang tua kandung kecuali jika ada mutasi.
Kemampuan uji DNA PCR ini juga lebih dari 99,99%.
2000an: SNP Array
Pada awal 2000-an, para ilmuwan dapat menggabungkan ribuan lokus SNP (Single Nucleotide Polymorphism) menjadi satu tes.
Metode ini tidak umum digunakan untuk pengujian hubungan tetapi digunakan untuk sejumlah tes genetik lainnya.
Termasuk seperti kecenderungan penyakit genetik, kesehatan, dan kekerabatan spesies (mengetahui nenek moyang suatu makhluk hidup).
2010's: Next Generation Sequencing
NGS (Next Generation Sequencing) atau Massively Parallel Sequencing adalah teknik terbaru yang tersedia untuk analisis genetik.
Prosedur ini menghasilkan urutan DNA yang merupakan susunan linear basa nitrogen (A, T, C, dan G) yang ada dalam sampel DNA.
Metode ini memungkinkan sejumlah besar data dapat dihasilkan dan disatukan kembali dengan program bioinformatika yang sesuai.
Baca Juga : Makna di Balik Hari Raya Nyepi di Bali, Nyaris Tanpa Suara dan Gerak