Penulis
Intisari-Online.com – Gunung Bromo mengalami erupsi pada Selasa (19/2/2019) kemarin.
Erupsi ini dilaporkan oleh Volcano Observatory Notice for Aviation (VONA) Kementerian Energi Sumber Daya Alam.
Dilansir dari kompas.com pada Selasa(19/2/2019), erupsi ini tandai dengan semburan asap putih dari kawah. Asap mengepul putih kecokelatan dan membumbung tinggi.
Dengan kondisi ini, maka status Gunung Bromo naik menjadi status waspada atau level II.
Baca Juga : Tak Hanya Makan Malam, Namun 4 Kebiasaan Ini Juga Sebabkan Kegemukan, Salah Satunya Tak Sikat Gigi
Walau begitu, berdasarkan laporan dari pantauan Pos pengamatan Gunung Bromo di Desa Ngadisari, Sukapura, Probolinggo erupsi tersebut tak terlalu signifikan.
Sebab, kondisi cuaca memang mendung dan hujan.
Dilaporkan, suhu udara antara 12 derajat celsius hingga 20 derajat celsius dan kelembaban udara 0 persen.
Ketinggian asap yang keluar dari Gunung Bromo dengan ketinggian antara 50 sampai 700 meter.
Seperti yang kita tahu, Gunung Bromo erupsi bukanlah sesuatu yang baru bagi warga Indonesia.
Sebab, gunung satu berada di Jawa Timur ini memang gunung aktif dan menjadi tempat wisata ikonik di Indonesia.
Bagi Anda yang pernah datang ke gunung api setinggi 2.392 meter ini, Anda pasti tahu bahwa Gunung Bromo dikelilingi oleh hamparan pasir serta pemandangan matahari terbit yang indah.
Inilah yang menjadi daya tarik dari Gunung Bromo.
Namun jika berbicara mengenai Gunung Bromo, tahukah Anda apa itu Suku Tengger?
Suku Tengger merupakan penduduk asli yang tinggal dan hidup di sekitar Gunung Bromo.
Berbeda dengan penduduk Jawa Timur lainnya, Suku Tengger memiliki kepercayaan, bahasa, dan budaya yang unik dan kontras.
Bisa dikatakan antara Gunung Bromo dan Suku Tengger memiliki ‘ikatan mistis’.
Baca Juga : Mengenal Istilah Plagiocephaly, Sindrom Kepala Datar pada Bayi
Asal-usul Suku Tengger
Dari asal-usul nama, ‘Tengger’ berarti pegunungan yang mengindikasikan di mana mereka tinggal.
Arti lainnya, ‘Tengger’ berasal dari kalimat Tenggering Budi Luhuryang berarti budi pekerti yang luhur, menggambarkan watak Suku Tengger yang seharusnya.
Robert W. Hefner menulis dalam bukunya yang berjudul “Hindu Javanese: Tengger Tradition and Islam”, bahwa orang-orang Suku Tengger merupakan keturunan dari para pengungsi Kerajaan Majapahit.
Pada abad ke-16, ketika Kerajaan Majapahit yang mulai melemah, penduduk Suku Tengger berusaha menyelamatkan diri dengan mengungsi ke Pulau Bali.
Sementara lainnya, memilih menempati sebuah wilayah di sekitar pegunungan di Jawa Timur dan mengisolasi diri dari luar.
Inilah orang-orang yang dinamakan Suku Tengger.
Kondisi sosial Suku Tengger
Karena mengisolasi diri dari luar selama bertahun-tahun, kondisi sosial Suku Tengger berbeda dengan lainnya.
Ketika hampir semua peradaban Jawa lainnya telah didominasi oleh ajaran Islam, Suku Tengger masih mempertahankan kepercayaan para leluhurnya dari Majapahit.
Diketahui, para leluhur Suku Tengger menganut aliran kepercayaan Siwa-Budha yang kemudian berkembang menjadi agama Hindu seperti yang dipegang oleh Suku Tengger kini.
Soal bahasa pun juga demikian.
Ketika Bahasa Jawa yang berkembang di era modern, mereka masih menggunakan dialek Bahasa Kawi dan terdapat beberapa kosakata Jawa Kuno yang sudah tidak lagi digunakan.
Hal inilah yang menyebabkan orang-orang Suku Jawa lainnya mengalami kesulitan dalam memahami Bahasa Tengger.
Baca Juga : Rupanya Begini Lho Asal Usul Pempek, Makanan Khas Palembang yang Bisa Kita Konsumsi di Mana Saja
Untuk sistem penanggalan, mereka juga berbeda.
Di mana Suku Tengger menggunakan sistem penanggalan Tahun Saka yang mengadopsi dari sistem penanggalan Hindu.
Karena itulah, sistem penanggalan Suku Tengger mirip dengan penanggalan tradisional Jawa maupun Bali.
Dalam satu tahun, terdapat dua belas bulan. Nama-nama bulan tersebut antara lainKasa, Karo, Katiga, Kapat, Kalima, Kanem, Kapitu, Kawolu, Kasanga, Kasadasa, Dhesta, dan Kasadha.
Dalam satu bulan terdapat tiga puluh hari.
Sistem penanggalan inilah yang berguna untuk menentukan pelaksanaan upacara-upacara adat Suku Tengger.
Upacara Yadnya Kasada
Ada satu hal unik yang terkenal di Suku Tengger, yaitu upacara Yadnya Kasada.
Ini adalah upacara yang dilaksanakan pada tanggal 14 bulanKasadha.
Di dalam upacara Yadnya Kasada, masyarakat Suku Tengger berdoa kepada Tuhan serta menyerahkan kurban berupa hewan ternak dan hasil tani seperti sayuran dan buah-buahan menuju kawah Gunung Bromo.
Upacara tersebut bertujuan untuk memohon keselamatan dan berkah.
Kini, upacara Yadnya Kasada menjadi upacara adat Suku Tengger yang mampu menarik minat para wisatawan untuk mengunjungi Gunung Bromo.
Baca Juga : Bayi Tewas Karena Dicium: Ini 3 Bahaya Kesehatan Bila Bayi Dicium