Penulis
Intisari-Online.com – Bencana alam kembali terjadi lagi di Indonesia.
Dilansir dari kompas.com pada Minggu (23/12/2018), BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika) menyatakan bahwa ada gelombang yang menerjang sejumlah wilayah di kawasan Banten yang berada di sekitar Selat Sunda.
Dan mereka mengatakan itu adalah tsunami.
BMKG menyampaikan kesimpulan tersebut setelah mendapatkan data dari 4 stasiun pengamatan pasang surut di sekitar Selat Sunda pada waktu kejadian tsunami, yaitu Sabtu (22/12/2018) pukul 21.27 WIB.
Hasil pengamatan menunjukkan tinggi gelombang masing-masing 0.9 meter di Serang pada pukul 21.27 WIB, 0,35 meter di Banten pada pukul 21.33 WIB, 0,36 meter di Kota Agung pada pukul 21.35 WIB, dan 0,28 meter pada pukul 21.53 WIB di Pelabuhan Panjang.
Tentu saja kejadian ini membuat terkejud warga Indonesia. Sebab tsunami di Palu dan gempa Donggala masih menghantui sebagian besar warga.
Belum lagi fakta bahwa kejadian berdekatan dengan peringatan 14 tahun gempa bumi Samudera Hindia atau yang dikenal dengan tsunami Aceh pada 26 Desember 2004.
Seperti yang kita tahu, Indonesia memang rawan gempa bumi yang bisa menyebabkan tsunami.
Maklum, posisi Indonesia terletak di pertemuan empat lempeng tektonik dunia. Yakni lempeng Benua Asia, Benua Australia, lempeng Samudera Hindia ,dan Samudera Pasifik.
Pada bagian selatan dan timur Indonesia terdapat sabuk vulkanik (volcanic arc) yang memanjang dari Pulau Sumatra - Jawa - Nusa Tenggara - Sulawesi.
Sisi-sisinya berupa pegunungan vulkanik tua dan dataran rendah yang sebagian didominasi oleh rawa-rawa.
Kondisi tersebut sangat berpotensi sekaligus rawan bencana seperti letusan gunung berapi, gempa bumi, tsunami, banjir, dan tanah longsor.
Data menunjukkan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki tingkat kegempaan yang tinggi di dunia, lebih dari 10 kali lipat tingkat kegempaan di Amerika Serikat (Arnold, 1986).
Selama kurun 1600-2000, terdapat 105 kejadian tsunami. Di mana 90 persen di antaranya disebabkan oleh gempa tektonik, 9 persen oleh letusan gunung berapi dan 1 persen oleh tanah longsor (Latief dkk., 2000).
Wilayah pantai di Indonesia merupakan wilayah yang rawan terjadi bencana tsunami.
Terutama pantai barat Sumatera, pantai selatan Pulau Jawa, pantai utara dan selatan pulau-pulau Nusa Tenggara, pulau-pulau di Maluku, pantai utara Irian Jaya dan hampir seluruh pantai di Sulawesi.
Laut Maluku adalah daerah yang paling rawan tsunami. Dalam kurun 1600-2000, di daerah ini telah terjadi 32 tsunami.
Sejumlah 28 di antaranya diakibatkan oleh gempa bumi dan 4 oleh meletusnya gunung berapi di bawah laut.
Nah, melihat hal ini, beberapa saat setelah gempa Donggala dan tsunami Palu pada Jumat (28/9/2018), BMKG telah memberitahu wilayah Indonesia mana yang rawan tsunami.
Seperti dilansir Kompas.com (13/10/2018), Direktur Magister Studi Manajemen Bencana, Sekolah Pascasarjana UGM, Prof Sudibyakto, menyatakan bahwa Bali sebenarnya punya potensi besar diterjang tsunami.
Bali pun rawan terkena gempa karena berada di posisi cincin api pasifik.
"Bali termasuk daerah berisiko kena tsunami tinggi dengan pantai dataran rendah, tapi untungnya dilindungi oleh pulau Jawa dan Sumatera dari kejadian tsunami di samudera Hindia tahun 2004,” ujarnya.
Melihat peta yang dimaksud BMKG, terlihat bahwa daerah Selat Sunda masuk menjadi daerah rawan tsunami.
Diketahui kejadian tadi malam terjadi di Selat Sunda dan dekat Pantai Anyer. Bahkan korban jiwa paling banyak berasal dari tiga wilayah yaitu, di Kabupaten Padenglang, Lampung Selatan dan Serang.
Hingga berita ini diturunkan, Kepala Pusat Data dan Informasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengatakan kepada kompas.com pada Minggu (23/12/2018), ada 20 orang meninggal dan 165 lainnya luka-luka.
Tercatat juga, di daerah tersebut telah dipasangi Sirine atau remote terminal unit (RTU). Diketahui sirine itu merupakan salah satu perangkat pendukung dalam peringatan dini datangnya tsunami di daerah.
BMKG sendiri mengelola 52 unit sirine di18 provinsi yang rawan bencana tsunami di seluruh Indonesia. Di mana ada 2 unit di Lampung, 3 unit di Banten, dan 2 unit di Jawa Barat.