Find Us On Social Media :

'Tsunami' Banten Diduga Dipicu Erupsi Anak Krakatau: Letusan 'Ibunya' 10.000 Kali Lebih Dahsyat dari Bom Atom Hiroshima

By Ade Sulaeman, Minggu, 23 Desember 2018 | 07:50 WIB

Intisari-Online.com - Penyebab pasti dari gelombang pasang yang menerjang Banten dan Lampung pada Sabtu (22/12/2018) malam masih belum bisa dipastikan.

Namun, ahli tsunami dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Widjo Kongko, setelah melakukan kaji cepat menduga bahwa tsunami tersebut disebabkan oleh erupsi Anak Krakatau.

"Kemungkinan besar terjadi flank failure/collapse akibat aktivitas Anak Krakatau petang ini dan akhirnya menimbulkan tsunami," katanya, seperti dilansir dari kompas.com.

Jika memang benar gelombang tinggi di Banten dan Lampung disebabkan oleh aktivitas Anak Krakatau, rasanya pantas jika masyarakat mulai waspada.

Baca Juga : Gelombang Pasang di Anyer Diduga karena Erupsi Anak Krakatau, Ahli BPPT: Aktivitas Anak Krakatau Belum Selesai

Maklum, Gunung Anak Krakatau memiliki kisah sejarah yang tak pernah boleh diabaikan.

Tak ada "anak" bila tidak ada "ibu", namun ke manakah sosok "Ibu Krakatau" ini?

Mengapa kini hanya ada Gunung Anak Krakatau?

Semua berawal dari letusan Gunung Krakatau pada Agustus 1883.

Baca Juga : Mengenang Letusan Gunung Krakatau 1883, Terjepit di Antara Dua Rumah Akibat Terjangan Tsunami

Ini adalah salah satu letusan gunung berapi paling mematikan dalam sejarah modern.

Waktu itu, si "Ibu Krakatau" benar-benar membuat gaduh dunia beserta isinya.

Diperkirakan lebih dari 36 ribu orang meninggal akibat letusan gunung tersebut.

Banyak yang meninggal akibat luka panas dari ledakan dan banyak lagi yang menjadi korban tsunami, menyusul ledakan.

Setelah insiden tsunami, gunung berapi runtuh menjadi kaldera di bawah permukaan laut.

Letusan juga mempengaruhi iklim dan menyebabkan suhu turun di seluruh dunia.

Sekadar informasi, Pulau Krakatau berada di Selat Sunda antara Jawa dan Sumatra, Indonesia.

Sebelum letusan bersejarah, pulau ini memiliki tiga puncak gunung berapi: Perboewatan, yang paling utara dan paling aktif; Danan di tengah; dan yang terbesar, Rakata, membentuk ujung selatan pulau.

Baca Juga : Mengenang Letusan Gunung Krakatau 1883, Lebih Hebat dari Bom Atom dan Menyapu Bersih 163 Desa

Krakatau dan dua pulau terdekat adalah sisa-sisa letusan besar sebelumnya yang meninggalkan kaldera bawah laut.

Pada pukul 12:53 pada Minggu tanggal 26 Agustus 1883, ledakan awal letusan mengirimkan awan gas dan puing-puing sekitar 24 km ke udara di atas Perboewatan.

Pada pagi hari tanggal 27, empat ledakan dahsyat, terdengar hingga Perth, Australia, sekitar 4.500 km, menenggelamkan Perboewatan dan Danan ke bawah laut.

Ledakan awal ruang magma memungkinkan air laut untuk memanggil lava panas.

Hasilnya dikenal sebagai freatomagmatik.

Air mendidih, menciptakan bantalan uap super panas yang membawa aliran piroklastik hingga 40 km dengan kecepatan melebihi 99 km/jam.

Letusan diperkirakan memiliki kekuatan ledakan 200 megaton TNT.

(Untuk perbandingan, bom yang menghancurkan Hiroshima memiliki kekuatan 20 kiloton, jadi hampir sepuluh ribu kali lebih eksplosif.)

Baca Juga : Erupsi, Status Gunung Anak Krakatau Naik Jadi Waspada, Tapi Belum Bahayakan Warga dan Penerbangan

Tephra (pecahan batu vulkanik) dan gas panas vulkanik membuat banyak korban di Jawa bagian barat dan Sumatra, tetapi ribuan lainnya tewas akibat tsunami pascaledakan.

Dinding air, hampir 36 meter, diciptakan oleh runtuhnya gunung api ke laut.

Itu benar-benar membanjiri pulau-pulau kecil di dekatnya.

Penduduk kota-kota pesisir di Jawa dan Sumatra melarikan diri ke tempat yang lebih tinggi. Seratus enam puluh lima desa pesisir hancur.

Kapal uap Berouw dibawa hampir 1,6 km ke daratan di Sumatra, 28 awak kapal terbunuh.

Ledakan itu melontarkan sekitar 11 kilometer kubik puing ke atmosfer, langit gelap hingga 442 km dari gunung berapi.

Di sekitar lokasi, fajar tidak terlihat selama tiga hari. 

Suhu global rata-rata adalah 1,2 derajat lebih dingin untuk lima tahun pascaledakan.

Pada 1927, 44 tahun setelah ledakan, beberapa nelayan Jawa terkejut ketika melihat uap dan puing mulai dimuntahkan dari kaldera yang runtuh itu.

Baca Juga : Dibanding Letusan Gunung Tambora dan Gunung Krakatau, Letusan Gunung Berapi Ini Dianggap Lebih Dahsyat: Juga Bikin Ribut Masyarakat Internasional

Dalam beberapa minggu, ujung kerucut baru muncul di atas permukaan laut.

Dalam waktu satu tahun, ia tumbuh menjadi pulau kecil, yang diberi nama Anak Krakatau.

Anak Krakatau terus meletus secara berkala, meskipun letusan kecil, ini cukup berbahaya untuk pulau-pulau sekitarnya.

Letusan gunung Anak Krakatau (erupsi letusan) terakhir adalah pada tanggal 31 Maret 2014. (Adrie P. Saputra)

Baca Juga : Walau Alami Erupsi Setinggi 1.000 Meter, Tapi Status Gunung Anak Krakatau Tidak Membahayakan