Penulis
Intisari-Online.com – Tidak seperti penyakit lainnya, flu dan demam, jarang mendapat perhatian besar dari setiap orang.
Menurut mereka, jika mereka mengalami flu ataudemam, maka mereka cukup beristirahat.
Namun kisah di bawah ini akan membuka mata Anda agar jangan menganggap remeh flu dan demam.
Dilansir dari health.com pada Rabu (12/12/2018), ini kisah dari putri pasangan Christy Pugh dan David Splan.
Baca Juga : Wanita Ini Menginvestasikan Rp 2 Miliar untuk Bisnis Kecoa, Siapa Sangka Hasilnya Luar Biasa
Mereka tidak pernah berpikir bahwa flu dan demam yang sederhana akan menyebabkan kematian anak perempuan mereka yang berusia 6 tahun.
Kejadian tersebut terjadi pada Februari 2018 di mana Emma Splan, nama putri mereka mengalami flu dan demam.
Beberapa hari kemudian, Emma dinyatakan meninggal dunia karena komplikasi virus.
"Itu tidak masuk akal. Dia divaksinasi. Dia meninggal. Seharusnya tidak terjadi, tetapi itu terjadi," kata Pugh, dari Norwalk, Connecticut.
Yang membuat Pugh terpukul, sebelum menderita flu, putrinya adalah anak yang sehat dan jarang sekali sakit.
“Kami melakukan segalanya dengan benar. Semua dokternya melakukan perawatan dengan benar.”
Pugh dan Splan masih ingat saat Emma kembali dari sekolah dengan flu dan demam, kata Pugh. Lalu keduanya membawa Emma ke dokter di mana dia didiagnosis mengidap flu.
Namun karena kekurangan Tamiflu, dokter tidak memberinya obat.
Mereka pun kembali ke rumah di mana kesehatan Emma tampak membaik.
Sampai sekitar tiga hari kemudian, kondisi Emma menurun drastis.
"Dia baik-baik saja sampai pada Jumat malam sekitar pukul 12.30 pagi, dia bangun dan mulai muntah," Pugh mengenang.
Namun saat itu, keduanya berpikir Emma mengalami keracunan makanan.
Sayangnya, Emma terus muntah dan membuat kedua orangtuanya kembali membawanya ke rumah sakit.
“Pada hari Sabtu dia terus muntah, sehingga kami membawanya kembali ke dokter.”
“Mereka memberi kami obat anti-mual. Namun ketika kami kembali ke rumah, dia terus muntah dan saya berpikir, ‘Ada sesuatu itu tidak benar’.”
Masih khawatir, mereka membawa Emma ke departemen darurat pediatrik Stamford Hospital.
Namun dokter tidak dapat menentukan dengan pasti apa yang salah dengan Emma, jadi mereka mengarahkan keluarga untuk membawanya ke Rumah Sakit Yale New Haven.
“Saat itu luar biasa menakutkan. Saya panik setiap Emma muntah di mana.”
“Saya sangat ketakutan. Apalagi Emma bukan tipe anak yang mudah sakit.”
Selama perjalanan ambulans ke Rumah Sakit Yale, Emma tampak membaik, dia tertawa dan bermain.
“Dia berbicara dan duduk. Dia terlihat jauh lebih baik.”
“Ketika kami sampai di rumah sakit, suami saya dan saya memberikan pelukan dan ciuman kepadanya dan mengatakan kepadanya bahwa setelah dia sembuh, kami akan melakukan banyak hal bersama yang menyenangkan.”
Hanya saja, Pugh dan Splan tidak menduga apa yang terjadi selanjutnya.
“Tiba-tiba dia terbatuk lagi dan meninggal.”
“Kami tidak tahu apa yang sedang terjadi. Mereka mulai melakukan CPR.”
“Aku dan suamiku berada di kamar mengawasi semuanya. Dokter melakukan segala hal sampai kami diminta keluar ruangan.”
“Tak lama dokter mengatakan Emma meninggal.”
Beberapa minggu setelah kematian Emma, pasangan ini mengaku sulit menjalani hidup. Seperti Pugh tidak dapat tidur di rumah keluarga selama berhari-hari.
Menurut laporan otopsi, virus flu telah menemukan jalannya ke dalam hati Emma, dan dia meninggal karena miokarditis, peradangan otot jantung yang mengurangi kemampuan jantungnya untuk memompa, menurut Mayo Clinic.
Seiring waktu berlalu, Pugh dan Splan pun memutuskan untuk menggunakan kisah Emma untuk meningkatkan kesadaran tentang flu anak dan mendorong semua orang untuk mendapatkan vaksin flu.
Baca Juga : Kepopuleran Terong dalam Mengatur Gula Darah hingga Mengurangi Risiko Penyakit Jantung