Find Us On Social Media :

Mengapa Tak Boleh Memanggil Seorang Gadis dengan Sebutan ‘Nona’ di Timor Timur?

By Intisari Online, Minggu, 9 Desember 2018 | 19:15 WIB

Intisari-Online.com – Dr. Nurkukuh mendapat kesempatan ikut serta dalana tim kesehatan Timor Timur yang  merupakan kerjasama Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro dengan badan-badan yang memberi bantuan disana yaitu CRS dan OXFAM.

Bersama 3 dokter dan 6 paramedis mereka bekerja selama 2 bulan di kecamatan Laga dan kecamatan Quelicai wilayah Kabupaten Baucau Propinsi Timor Timur.

Kisah ini berlangsung ketika Timor Timur masih menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan diterbitkan di Majalah Intisari edisi September 1980, dengan judul Kampanye Mandi di Tim-tim.

Seperti pada umumnya masyarakat dari negara sedang berkembang, faktor kemiskinan dan ketidaktahuan merupakan hal yang sangat menyolok di Timor Timur. Sulit dicari orang yang dapat membaca dan menulis.

Baca Juga : Harus Berkubang Lama Dalam Kesedihan, Inilah Praktik Kematian Aneh Zaman Victoria

Ditambah dengan berbagai ragam bahasa yang dipakai di sana. Jadi komunikasi antara kami dengan penduduk asli kurang berjalan lancar. Bahkan penduduk asli dari Sektor Barat misalnya, belum tentu dapat berdialog dengan penduduk Sektor Tengah maupun Sektor Timur.

Menurut keterangan, kira-kira ada 33 macam bahasa yang sangat berbeda dipakai sehari-hari di seluruh wilayah Timor Timur. Tentunya bahasa Portugis banyak dikenal oleh golongan terpelajar, di samping bahasa asli Timtim, Taetun, yang sempat diajarkan di sekolah.

Hanya sayangnya masyarakat terpelajar masih golongan minoritas. Pada tingkat kecamatan atau desa, sangat sulit ditemukan.

Tetapi jangan heran kalau ada persamaannya dengan-bahasa Jawa, misalnya anjing di Timtim = asu, rumah- = omah, lalat juga lalar, tiga diterjemahkan tolu, tujuh adalah vitu dan delapan = walu.

Baca Juga : Inilah Cara Diet Sehat Menurut Golongan Darah, Jangan Sampai Salah!