Penulis
Suar.ID -Kabar duka datang dari dunia sastra Indonesia.
Nurhayati Sri Hardini Siti Nukatin atau yang biasa disapa NH Dini dikabarkan meninggal dunia sore ini (4/12).
Menurut cuitan wartawan senior Goenawan Mohamad melalui Twitter-nya, NH Dini meninggal karena kecelakaan.
“Wafat, Nh. Dini. Kabar yang saya terima karena kecelakaan mobil. novelis kelahiran 1936 ini sastrawan terkemuka dari generasi yang muncul pertama kali di majalah Kisah.
Karyanya: Pada Sebuah Kapal, Namaku Hiroko; semoga ia beristirahat dalam damai.”
Begitu tulis laki-laki yang biasa disapa GM itu.
NH Dini dilahirkan dari pasangan Saljowidjojo dan Kusaminah.
Dia merupakan anak bungsu dari lima bersaudara, ulang tahunnya dirayakan empat tahun sekali.
Masa kecilnya penuh larangan. Konon ia masih berdarah Bugis, sehingga jika keras kepalanya muncul, ibunya acap berujar, “Nah, darah Bugisnya muncul".
Baca Juga : Tulisan Soe Hok Gie di Majalah Intisari: Kala Bung Karno Dilarang Ucapkan Kata 'Merdeka' saat Berpidato
Ketertarikan NH Dini terhadap dunia tulis menulis sejak dia berada di kelas tiga SD.
Buku-buku pelajarannya penuh dengan tulisan yang merupakan ungkapan pikiran dan perasaannya sendiri.
Dia sendiri mengakui bahwa tulisan itu semacam pelampiasan hati.
Ibu Dini adalah pembatik yang selalu bercerita padanya tentang apa yang diketahui dan dibacanya dari bacaanPanji Wulung,Penyebar Semangat,Tembang-tembang Jawadengan Aksara Jawa dan sebagainya.
Baginya, sang ibu mempunyai pengaruh yang besar dalam membentuk watak dan pemahamannya akan lingkungan.
Sekalipun sejak kecil kebiasaan bercerita sudah ditanamkan, sebagaimana yang dilakukan ibunya kepadanya, ternyata Dini tidak ingin jadi tukang cerita.
Dia malah bercita-cita jadi sopir lokomotif atau masinis.
Tapi ia tak kesampaian mewujudkan obsesinya itu hanya karena tidak menemukan sekolah bagi calon masinis kereta api.
Kalau pada akhirnya ia menjadi penulis, itu karena ia memang suka cerita, suka membaca dan kadang-kadang ingin tahu kemampuannya.
Misalnya sehabis membaca sebuah karya, biasanya dia berpikir jika hanya begini saya pun mampu membuatnya.
Dan dalam kenyataannya ia memang mampu dengan dukungan teknik menulis yang dikuasainya.
Dini ditinggal wafat ayahnya semasih duduk di bangku SMP, sedangkan ibunya hidup tanpa penghasilan tetap. Mungkin karena itu, ia jadi suka melamun.
Bakatnya menulis fiksi semakin terasah di sekolah menengah. Waktu itu, ia sudah mengisi majalah dinding sekolah dengan sajak dan cerita pendek.
Dini menulis sajak dan prosa berirama dan membacakannya sendiri di RRI Semarang ketika usianya 15 tahun.
Sejak itu ia rajin mengirim sajak-sajak ke siaran nasional di RRISemarang dalam acara Tunas Mekar.
Baca Juga : Fakta Egianus Kogoya, Pimpinan Kelompok Bersenjata Pembantai 31 Pekerja BUMN di Trans Papua