Penulis
Intisari-Online.com – Pada tanggal 11 Maret 2011, gempa Bumi berkekuatan 9 skala richter terjadi di lepas pantai Samudra Pasifik wilayah Tohoku, Jepang.
Akibatnya, terjadi gelombang tsunami setinggi 10 meter yang menghantam bagian lepas pantai Semenanjung Oshika, pantai timur Tohoku.
Dilaporkan gempa Jepang ini tercatat sebagai salah satu gempa terbesar di dunia dan dianggap terbesar yang mengguncang Jepang dalam 1.200 tahun terakhir.
Butuh waktu beberapa tahun untuk Jepang memperbaiki infrastruktur yang rusak dan membuat warganya tidak trauma.
(Baca juga:Setelah Jakarta, Kini Giliran Alaska yang Alami Gempa, bahkan Peringatan Tsunami Sempat Dinyalakan)
Salah satunya adalah membangun tembok super tinggi untuk menahan tsunami.
Dilansir dari foxnews.com, tahun 2015 atau empat tahun setelah tsunami terjadi, pemerintah Jepang berencana membangun tembok beton di sebagian besar pantai timur laut Jepang.
Pembangunan tembok ini direncanakan menghabiskan dana sekitar 6,8 miliar US Dollar (Rp93,5 triliun).
Tembok beton tersebut memang akan merusak ekologi dan pemandangan laut, dan menghambat perikanan vital.
Tapi ia akan berbuat banyak untuk melindungi penduduk yang sebagian besar tidak pindah ke tempat yang lebih tinggi.
Contohnya tembok beton di pelabuhan nelayan utara Osabe. Di mana tembok beton itu berdiri tegak etinggi 12,5 meter dan menghalangi pandangannya tentang laut.
"Kenyataannya adalah tembok itu terlihat seperti tembok penjara," kata Kazutoshi Musashi (46), yang tinggal di pantai sebelum tsunami menyerang.
(Baca juga:Dari Tsunami Aceh sampai Gempa Haiti, Inilah 7 Bencana Alam Terdahsyat Abad 21)
Namun seluruh penduduk lokal tidak banyak berkomentar dan mengikuti apa rencana pemerintah.
Para ahli mengatakan bahwa tembok tersebut bisa mengurangi beberapa kerusakan. Sebab sepanjang garis pantai rentan terhadap tsunami, gelombang badai, dan bencana alam lainnya.
Diketahui adasekitar 18.500 orang yang meninggal atau hilang dalam bencana gempa bumi dan tsunami Jepand tahun 2011 lalu.
Sebab, pemerintah gagal memberikan peringatan dini agar para penduduk bisa melarikan diri.
(Baca juga:Menurut Tim Peneliti, Pernah Terjadi Tsunami di Selatan Yogyakarta Sekitar 6 Abad yang Lalu)
Tsuneaki Iguchi, walikota Iwanuma, mengatakan saat tsunami dipicu oleh gempa berkekuatan 9 skala richter terjadi, daerah ini dibanjiri air dan bangunan yang rusak.
Sebuah tembok setinggi 7,2 meter yang dibangun bertahun-tahun yang lalu untuk membantu mencegah erosi pantai Iwanuma dan pohon pinus tipis yang ditanam di sepanjang pantai sama sekali tidak berpengaruh.
Ia bisa melihat bagaimana tsunami menghanyutkan mobil dan bangunan, serta menghancurkan sebagian besar rumah penduduk.
Meski begitu, ada beberapa penduduk yang tidak begitu setuju dengan rencana pembangunan tembok tersebut.
"Kami tidak membutuhkan tembok laut untuk lebih tinggi. Yang kami butuhkan adalah mengevakuasi setiap orang," kata Iguchi, salah satu pejabat lokal.
"Hal yang paling aman adalah meminta orang untuk tinggal di tempat yang lebih tinggi.”
“Jika kita bisa melakukan itu, kita tidak perlu memiliki 'Tembok Besar'."
(Baca juga:13 Tahun Tsunami Aceh: Dua Insinyur Ini Ciptakan Kapsul Keselamatan yang Bisa Menahan Tsunami)