Jepang Nyaris Serang AS dengan Senjata Biologi Secara Besar-besaran, Namun Gagal Gara-gara Ini

Ade Sulaeman

Penulis

Intisari-Online.com - Tanpa diduga sama sekali oleh AS, pasukan Jepang yang merasa kewalahan ketika pasukan AS akhirnya diterjunkan di PD II, sebenarnya telah membuat Jepang berencana melancarkan serangan senjata biologi langsung ke daratan AS.

Peralatan untuk melancarkan serangan senjata biologi bahkan sudah dibuat seperti ribuan balon berisi senjata kuman yang akan diterbangkan ke daratan AS dan serangan kamikaze dengan pesawat pembawa bom kuman yang langsung dijatuhkan ke kota San Diego.

Menurut para petinggi militer Jepang, balon yang akan diterbangkan ke AS memuat piranti untuk perang biologi dan bisa menimbulkan wabah anthrax di seluruh AS.

Sesuai rencananya balon yang dilepas dari kapal perang atau dijatuhkan dari pesawat itu menyasar wilayah peternakan dan pertanian di seantero AS.

(Baca juga: (Foto) Bak Gudang Fashion, Inilah Lemari Seluas 65 Meter Persegi Milik Sosialita Asal Singapura)

Sebanyak 9000 balon pembawa bom virus telah disiapkan Jepang dan wilayah AS yang menjadi sasaran utama serangan balon adalah hutan yang membentang di sepanjang Oregon hingga Michigan.

Namun dalam uji coba, serangan senjata biologi menggunakan balon yang sempat membunuh 7 warga AS, ternyata kurang efektif hingga pelaksanaannya ditunda.

Sementara serangan bom kuman yang diangkut pesawat kamikaze harus terlebih dahulu dikapalkan menggunakan kapal selam pengangkut pesawat.

Ketika perjalanan kapal selam sudah mendekati pantai AS, kapal selam muncul ke permukaan untuk menerbangkan pesawat pengangkut bom kuman, khususnya bekteri pes yang akan dijatuhkan di kawasan California.

Serangan menggunakan kapal selam pengangkut pesawat itu sebenarnya sempat digelar oleh Unit 731 dalam operasi rahasia bersandi Cherry Blossoms at Night dengan sasaran wilayah California Selatan dan San Diego.

Tapi ketika kapal selam sedang berlayar menuju AS, PD II ternyata keburu usai.

Para awak kapal selam sendiri mendengar tentang peristiwa penyerahan Jepang kepada Sekutu melalui radio.

Semula para awak kapal selam tidak percaya dan menganggap penyerahan Jepang kepada Sekutu hanya propaganda yang sengaja dilancarkan AS.

(Baca juga: Setelah Berjam-jam Bedah Tengkorak, Dokter Ini Baru Sadar Telah Operasi Pasien yang Salah)

Tapi ketika pengumuman penyerahan Jepang kepada Sekutu dibacakan langsung oleh Kaisar Hirohito, komandan kapal selam lalu memerintahkan untuk kembali ke Jepang.

Kapal selam pengangkut pesawat itu kemudian berhasil dipergoki oleh patroli kapal perang AS dan selanjutnya diamankan di pangkalan AL AS yang berada di Yokohama, Jepang.

Namun yang belum diketahui oleh AS, ketika pasukan Jepang ditarik mundur dari China, Unit 731 telah melepaskan hewan-hewan yang pernah dijadikan sebagai ajang eksperimen senjata biologi di sekitar wilayah Harbin.

Akibat wabah berbagai penyakit yang menyebar dari tahun 1946 hingga 1948 itu sebanyak 30.000 orang tewas.Wabah penyakit menular itu bahkan meluas hingga ke wilayah Soviet.

Menyadari bahwa ancaman senjata biologi yang dimiliki Jepang demikian berbahaya maka sewaktu pasukan AS memutuskan mendarat di Jepang usai penyerahan diri menjadi bersikap sangat hati-hati.

Satu minggu setelah Jepang menyerah unit pasukan AS yang mendarat pertama kali di daratan Jepang dan dipimpin oleh Kolonel Sanders misi utamanya adalah melokalisir industri senjata kuman.

Setelah itu menemukan pemimpin Unit 731, Ishii Shiro yang pada akhir PD II telah berpangkat Letnan Jenderal.

Sejumlah pejabat tinggi yang pernah bertugas di Unit 731 pun diinterogasi oleh Kolonel Sanders tapi Shiro tidak berada di antara tokoh Unit 731 yang telah ditawan itu.

Kolonel Sanders sebenarnya pesimis bisa menemukan Shiro mengingat petinggi militer Jepang lebih suka memilih bunuh diri daripada ditangkap musuh.

Tapi kebetulan pemandu dan penerjemah Kolonel Sanders selama di Jepang, Letkol Ryochi Naito, merupakan mantan murid Shiro saat belajar di Tokyo Army Medical College sehingga kemungkinan untuk menemukan petinggi Unit 731 itu makin terbuka lebar.

Letkol Naito yang pernah tugas belajar di AS untuk mempelajari senjata biologi dan pernah menjadi tangan kanan Shiro di Pingfang lalu memberikan saran kepada Kolonel Sanders untuk bisa menemukan Shiro hidup-hidup harus ada jaminan dibebaskan dari penjahat perang.

Kolonel Sanders lalu menemui Jenderal Douglas MacArthur yang saat itu menjabat sebagi penguasa militer untuk seluruh wilayah Jepang.

Ketika Kolonel Sanders menyampaikan pesan bahwa seluruh petinggi Unit 731 akan bersedia bekerja sama khususnya dalam pengembangan senjata biologi asal tidak dikenai tuduhan sebagai penjahat perang dan dibebaskan dari pengadilan militer, International Military Tribunal, Jenderal MacArthur ternyata setuju.

Pada bulan September, Kolonel Sanders akhirnya berhasil mengumpulkan semua petingi Unit 731 dan para ilmuawannya dan sesuai pesan Jenderal MacArthur, semua personel Unit 731 kemudian ‘’diamankan untuk kepentingan penyelidikan lebih lanjut’’.

Setelah selama sepuluh minggu bertugas di Jepang, dalam rangka membungkam informasi tentang Unit 731, MacArthur kemudian cepat-cepat memulangkan Kolonel Sanders ke AS.

Sedangkan perwira AS yang kemudian menggantikan tugas Kolonel Sanders untuk menyelidiki Unit 731 adalah Letkol Arvo T Thompson yang juga berprofesi sebagai dokter hewan.

Sebelum berangkat ke AS, Kolonel Sanders sempat berpesan kepada Letkol Thompson agar memusatkan perhatiannya pada bom anthrax dan eksperimen yang dilakukan terhadap manusia.

Ketika Letkol Thompson tiba di Jepang acara pengadilan militer bagi para penjahat militer Jepang kelas A mulai digelar.

Pada saat sama Mayor Jenderal Kitano, Komandan Unit 731 dari tahun 1942-1944 baru saja tiba dari China ke Jepang untuk diinterogasi.

Tapi Shiro yang semula telah diamankan MacArthur kemudian diberitakan meninggal dunia dan dimakamkan di kampungnya.

Berita bohong itu seolah menjadi benar-benar terjadi karena surat kabar Jepang memberitakan kematiannya.

Pemakaman bohong-bohangan juga digelar dan diliput media massa.

Namun demikian, Thompson akhirnya bisa menemui Shiro antara bulan Januari-Februari 1946.

Sekaligus menerangkan berita bohong tentang kematian dirinya itu sengaja disebarkan agar berita tentang senjata biologi yang pernah dibuat Jepang menyurut.

Ketika diinterogasi Thompson, Shiro ternyata sangat melindungi Kaisar Hirohito dan berkali-kali menegaskan bahwa Sang Kaisar tidak mengetahui adanya produksi senjata biologi di Unit 731.

(Baca juga: 10 Cairan Paling Mahal di Dunia Harganya hingga Ratusan Miliar, di Antaranya Ternyata Sering Kita Gunakan!)

Artikel Terkait