Seni Menabung Gaya Jimpitan, Seni Menyediakan Dana Darurat yang Selalu Siap dalam Kondisi Mendesak

Ade Sulaeman

Penulis

Banyak orang yang kesulitan mengumpulkan dana darurat. Padahal keberadaan dana ini bisa berdampak besar dalam kondisi mendesak.

Intisari-Online.com – Cara menabung ala jimpitan sudah saya jalankan sejak sebelum saya bekerja dan berkeluarga.

Awalnya diilhami oleh cara ibu saya dalam menghemat beras, lazim disebut jimpitan.

Jimpitan dilakukan setiap kali akan menanak nasi.

Sebelum beras dicuci, sebagian – biasanya segenggam – diambil lalu disimpan dalam tempat tersendiri.

(Baca juga: Setelah Berjam-jam Bedah Tengkorak, Dokter Ini Baru Sadar Telah Operasi Pasien yang Salah)

Tujuannya, saat persediaan beras sudah habis, ternyata masih ada cadangan hasil jimpitan sebelumnya.

Dari pengalaman itu, setiap akan membeli sesuatu, baik yang rutin maupun insidentil, pasti saya menyisihkan sebagian uang yang jumlahnya tidak saya tentukan.

Misalnya, saat membeli bensin seharga Rp5.750,- uang yang saya keluarkan dilebihkan umpama menjadi Rp7.000,-.

Selisih yang Rp1.250,- saya tabung. Bila setiap bulan saya empat kali membeli bensin, maka akan terkumpul uang tabungan Rp5.000,-.

Demikian pula bila membeli baju, misalnya seharga Rp100.000,- saya akan menambah pengeluaran untuk disimpan Rp10.000,- atau sesuai selera waktu itu.

Cara yang sama saya lakukan setiap membayar tagihan listrik, telepon, serta langganan surat kabar.

Hasilnya, di akhir bulan ada cadangan uang siap pakai bila ada kebutuhan mendesak.

Kalau jimpitan pada saat menanak nasi mengurangi beras yang akan dimasak, maka menabung cara ini justru dengan melebihkan pengeluaran.

Mungkin semacam mengenakan pajak pada pengeluaran kita.

Mau meniru? Silakan. (Joko Mintoro – Intisari Maret 2001)

(Baca juga: Bukannya Bikin Ngeri, 'Mayat' dalam Selokan Hitam Penuh Sampah Ini Malah Bikin Orang Tertawa)

Artikel Terkait