Find Us On Social Media :

Hii… 17 Orang Ini Bersedia Tubuhnya Ditinggali Cacing Parasit yang Mematikan, Untuk Apa?

By Mentari DP, Kamis, 8 Maret 2018 | 11:45 WIB

Intisari-Online.com – Apakah Anda mau menjadi “kelinci percobaan” dalam sebuah riset?

Mungkin tidak semua orang mau melakukannya. Apalagi secara sukarela.

Namun dilansir dari NYTimes, Senin (5/3/2018), 17 orang asal Belanda secara sukarela menjadi “kelinci percobaan” dalam riset penciptaan vaksin bagi penyakit schistosomiasis atau demam bilharzia.

Para relawan tersebut bersedia tubuhnya ditinggali cacing parasit selama 12 minggu dengan kompensasi sebesar 1.200 dolar AS (Rp16,5 juta).

(Baca juga: Makan Babi yang Belum Matang, Mata Pria Ini Dihinggapi Cacing Pita dan Ribuan Telur)

(Baca juga: Kasus Langka! Cacing Parasit Ditemukan pada Mata Wanita Ini)

“Kedengarannya ini aneh dan gila. Ide menyuntikkan cacing supaya tumbuh di dalam diri Anda terdengar buruk,” kata Meta Roestenberg, ketua peneliti sekaligus dokter penyakit menular dari Pusat Kesehatan Universitas Leiden.

Diketahui Schistosomiasis adalah penyakit mematikan yang memakan 200 juta jiwa per tahun, termasuk ribuan orang yang tinggal di kawasan Sahara Afrika dan Amerika Selatan.

Penyebab penyakit ini adalah larva yang mendiami cangkang siput di danau air tawar pada malam hari.

Pada siang hari, larva Schistosoma mansoni berkeliaran di air. Saat itulah, larva bisa menyusup ke bak mandi atau ke kulit nelayan yang berkubang di air.

Larva yang menetap di tubuh manusia akan berkembang menjadi cacing dewasa jantan dan betina.

Mereka akan kawin dan menghasilkan ratusan telur setiap hari. Telur-telur tersebut dikhawatirkan bisa tertinggal di hati atau kandung kemih.

Akibatnya, imunitas tubuh menurun hingga berujung rasa sakit kronis, demam, perdarahan, hingga kegagalan organ tubuh.

Selain itu, timbul infeksi ginekologis yang akan memicu kenaikan risiko HIV.

(Baca juga: Suka Makan Sushi? Hati Hati, di Usus Pria Ini Ditemukan Cacing Setelah Ia Menyantap Makanan Mentah )

Roestenberg menambahkan, upaya penciptaan vaksin melalui uji coba yang mengorbankan 17 orang tersebut dianggap tidak terlalu berisiko dibandingkan manfaat yang kelak diperoleh.

Pasalnya sejauh ini, baru ada dua vaksin untuk penyakit ini yang boleh diujikan ke manusia, dan keduanya masih tahap awal.

Vaksin yang didapat nantinya akan bermanfaat dalam menekan jumlah penduduk miskin di dunia yang terjangkit penyakit tersebut.

Kendati demikian, eksperimen tersebut menimbulkan perdebatan. Ada peneliti yang tidak sepakat lantaran khawatir dengan nasib para relawan.

Seusai riset berakhir, para peneliti juga mencemaskan adanya endapan parasit di tubuh relawan.

Selain itu, seseorang yang baru pertama kali terpapar larva Schistosoma mansoni akan menunjukkan respons berupa demam Katayama, yakni sistem saraf pusat yang terganggu, bahkan berpotensi meninggal.

Lalu untuk menyangkal anggapan peneliti yang menolak risetnya, Roestenberg beserta timnya dengan sengaja telah menekan jumlah risiko yang akan diterima para relawan.

Timnya hanya memasukkan 20 larva jantan ke tubuh relawan. Dengan begitu, tidak ada larva yang berkembangbiak dan menghasilkan ribuan telur.

(Baca juga: Anus Sering Terasa Gatal, Benarkah Gara-gara Cacingan?)

Para anggota peneliti juga akan memantau perubahan kesehatan para relawan.

Apabila muncul demam ringan dan ruam di kulit, relawan akan segera ditangani oleh tim dokter. Reaksi tersebut masih dipandang wajar dan tidak terlalu membahayakan.

Setelah riset usai, para relawan juga akan diberikan obat Praziquantel untuk menyembuhkan infeksi sekaligus melenyapkan semua parasit yang masih tertinggal.

Daniel Coley, pakar schistosomiasis dari Universitas Georgia yang tidak terlibat dalam riset ini, menyangsikan pemberian obat Praziquantel pada partisipan.

Pasalnya, cacing penyebab penyakit tersebut masih bisa bertahan hidup hingga lima sampai 10 tahun.

Pendapat ini kemudian dibantah pakar lain yakni James Collins dari Pusat Kesehatan Southwestern Universitas Texas.

Menurut dia, penelitian ini justru terobosan baru untuk menemukan obat penyembuh penyakit ini, mengingat obat yang ada sebelumnya masih belum mampu berfungsi efektif. (Shela Kusumaningtyas)

(Baca juga: Duh, Petugas Temukan Cacing Hati di Hewan Kurban. Ini Ciri-cirinya!)  

(Artikel ini sudah tayang di kompas.com dengan judul "Belasan Orang Rela Disuntik Cacing Mematikan, Untuk Apa?”)