Find Us On Social Media :

Punya Prinsip Bertempur Sampai Mati, Pasukan Paskhas TNI AU pun Membuat Pasukan Khusus Australia Segan

By Moh Habib Asyhad, Rabu, 7 Maret 2018 | 18:00 WIB

Intisari-Online.com  Ketika provinsi Timor-Timur (sekarang Timor Leste) akhirnya lepas dari Indonesia pada September 1999 melalui jajak pendapat, ketegangan segera berkecamuk. 

Warga Timor-Timur yang memilih untuk tetap bergabung dengan NKRI berbondong-bondong meninggalkan Tim-Tim. Mereka pergi dengan tergesa-gesa dan dibayang-bayangi konflik bersenjata yang bisa meletus sewaktu-waktu.

Pascareferendum, satuan-satuan pasukan RI yang semula bermarkas di Tim-Tim juga bergegas meninggalkan negara baru itu sambil membawa perlengkapan tempur.

Mereka bergerak keluar Tim-Tim dalan konvoi serta formasi militer siap tempur.

Tapi ketegangan justru makin memuncak sewaktu pasukan  multinasional The Internal Force of East Timor (INTERFET) yang dipimpin pasukan khusus Australia mulai mendarat demi melancarkan operasi stabilitas keamanan di sana.

(Baca juga: Inilah Skill Istimewa Paskhas yang Tak Dimiliki Pasukan Elite Lain, Tentara Australia Sampai Segan)

Pasukan INTERFET mendarat pertama kali menggunakan pesawat C-130 Hercules milik Angkatan Udara Australia pada 20 September 1999. Hal ini membuat suasana pagi kota Dilli yang semula tenang langsung berubah tegang.

Pasalnya ratusan pasukan INTERFET yang keluar dari perut pesawat alih-alih berbaris rapi, lalu melaksanakan upacara dan briefing dan berkoordinasi dengan pasukan TNI (Paskhas) yang sedang mengamankan Bandara Komoro, mereka langsung stelling (siap tempur).

Sambil diiringi oleh sirine yang meraung-raung, semua personel pasukan INTERFET keluar dari pesawat dalam kondisi siap menembaki  dan berlarian ke berbagai  arah untuk membentuk perimeter (pertahanan) pengamanan Bandara Komoro.

Sepak terjang pasukan INTERFET yang siap tempur dalam kondisi senjata terkokang dan siap menembak itu jelas membuat para prajurit Paskhas yang sedang bertugas mengoperasikan dan mengendalikan bandara jengah.

Sebagai pasukan komando terlatih dan memiliki kemampuan khusus mengoperasikan bandara mereka memang ditugaskan mengamankan bandara setelah para operator sipil Bandara Komoro dievakuasi ke Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), sekaligus menjadi pasukan paling terakhir yang meninggalkan Dili.

(Baca juga: Waffen SS & Fallschirmjager: Dua Pasukan Elite Nazi Yang Kemampuan Tempurnya Menginspirasi Pasukan Elite Dunia Masa Kini)

Untuk mengantisipasi kondisi terburuk, para pasukan Paskhas yang berjumlah sekitar 80 orang dan masing-masing menyandang senjata di pundak itu diam-diam juga telah menyiapkan diri bertempur sampai titik darah terakhir melawan pasukan INTERFET.