Penulis
Intisari-Online.com – Perang Vietnam di tahun enam puluhan ini sangat unik. Tidak ada batas yang jelas antara wilayah tentara Vietsel — ditambah dengan pasukan-pasukan Amerika dls, dan wilayah musuh.
Di tengah-tengah jantung kota Saigon sendiripunm tidak aman dari pada serangan-serangan kaum Vietkong.
Senjata-senjata ultramodern yang serba lengkap telah digunakan tapi belum berdaya menumpas lawannya.
Dalam perang gerilya seperti yang terjadi di Vietnam, metodedan senjata primitif bukansaja digunakan untuk keperluan defensif, melainkan jugamerupakan faktor yang tidak terduga dalam perang modern.
Sepasukan Marinir Amerika menghujani bukit 484 dengan roket, mortir dan bom-bom napalm selama 48 jam. Menurut perhitungan tidak akan seorangpun yang masih hidup dalam lautan api.
(Baca juga:Ho Chi Minh, Pahlawan yang Berhasil Menyatukan Vietnam Meski Sudah Dijatuhi Hukuman Mati)
Tapi aneh bin ajaib, tembakan balasan dan lemparan granat masih berbunyi terus dari arah lereng-lereng bukit tersebut. Yang pasti ialah: tidak mungkin roh orang yang sudah meninggal bisa ikut berperang. Jika demikian halnya, berarti gerilyawan-gerilyawan Vietkong tersebut masih hidup.
Rahasianya ialah dengan menggunakan resep perang kuno, yaitu menggali terowongan-terowongan di dalam tanah yang mempunyai urat nadi lalu-Iintas sendiri. Di dataran tinggi dekat Tuy Hoa ada terowongan raksasa yang dapat menampung 4000 orang sekaligus! (4 batalyon pasukan).
Tanah galian yang dikeluarkan sebanyak 3000 M3. Pasukan Amerika telah meledakkan terowongan ini dengan menggunakan 5 ton bahan peledak.
Didalam hutan Ho Bo, kira-kira 20 mil barat laut Saigon, ada terowongan yang amat ruwet. Dalamnya sampai 12 meter dan bertingkat 3. Pintu masuk ke terowongan lebarnya hanya 75 cm.
Demikian ruwet dan tersembunyi terowongan-terowongan tersebut, hingga sulit bagi pihak lawan untuk menemukannya. Di dalamnya tersedia bahan makanan, amunisi dan keperluan-keperluan lainnya.
Ada lubang-lubang untuk menembak, lubang ventilasi, lubang perangkap, lubang untuk melarikan diri — misalnya yang menembus ke sungai, dll lagi yang serba aneh untuk telinga ahli-ahli perang modern.
(Baca juga:Meski Bebaskan Penduduknya Miliki Senjata, Nyaris Tak Ada Penembakan Massal di Swiss. Kok, Bisa?)
Waktu Indonesia bergolak menentang kaum penjajah, bambu runcing merupakan senjata keramat. Di Vietnam pun banyak tumbuh pohon bambu. Ini tidak disia-siakan. Dengan bambu yang diruncingkan, mereka membikin aneka senjata yang berbahaya.
Panah, tombak, tonggak runcing yang dipasang di dalam lubang perangkap dll, kebanyakan telah dipolesi racun.
Selain berguna untuk persenjataan “primitif" bambu juga digunakan untuk perlengkapan persenjataan “modern". Laras bedil yang dibuat dari bambu, meskipun hanya sekali dapat digunakan, cukup murah dan tidak menyolok bila dibawa ketempat-tempat yang ketat dijaga oleh pihak musuh.
Yang lebih mencelakakan lagi ialah alat peledak yang disembunyikan didalam bambu. Alat tersebut dibuat sedemikian rapa, sehingga sentuhan yang ringan cukup untuk meledakkan amunisi yang terdapat didalamnya.
Dalam membuat senjata ini, tidak jarang tentara Vietkong sendiri kehilangan orang-orangnya, akibat sentuhan yang tidak disengaja.
Bambu “maut" itu dipendam di depan perkampungan atau di depan rumah, siap menyambut kedatangan tentara A.S., atau Tentara Vietsel. Dengan sentuhan sepatu, paling sedikit kaki hancur dan bila sedang sial badanpun bisa terkoyak-koyak.
(Baca juga:Tidak Berbahaya, Durian Justru Bermanfaat Bagi Ibu Hamil. Ini Faktanya!)
Senjata “primitif" Iainnya ialah “durian" maut. Dengan lumpur yang dikeraskan, dibumbui sedikit dengan lempung atau semen, paku-paku dan kepngingan-kepingan baja diatur.
“Durian" maut itu digantungkan ditempat dengan pepohonan yang lebat. Sebuah alat sederhana dipasang, hingga dengan dikuaknya tumbuh-tumbuhan didaerah tsb, “durian" runtuh tsb menghujani musuh.
Iring-iringan patroli Tentara Vietsel ataupun A.S. sering mati secara mengerikan. Jalan yang tadinya utuh, mendadak menganga terbuka. Beberapa orang lenyap ditelan bumi.
Teardengarlah jeritan-jeritan menyayatkan hati, dengan disertai pemandangan yang menyeramkan. “Sate” manusia terpancang di dalam lubang.
Meneka pun mengerti ilmu psikologi. Bagi G.I (tentara A.S.), yang belum berpengalaman, disediakan souvenir-souvenir yang menarik. Alangkah bangganya G.I yang masih hijau-hijau itu, apabila dinegerinya nanti bisa menunjukkan kepada kawan-kawannya, betapa perkasanya dia di Vietnam dulu.
Yang paling perkasa tentunya yang bisa merampas bendera Vietkong. Karena itu mereka sengaja menyediakan souvenir tsb. — bendera Vietkong dari bahan sutera halus. Si “hijau" melihat kibaran bendera musuh, serta-merta meraihnya -— takut didahului kawan.
(Baca juga:Kisah Tragis George Stinney Jr, Baru Dinyatakan Tidak Bersalah Setelah Dieksekusi Mati 70 Tahun Lalu)
Bendera tsb dihubungkan dengan peledak yang berada disekitar si “hijau”. Sekali renggut, cukup untuk menghancur-luluhkan tubuh sipenarik hingga sesaat kemudian cuma terdiri dari darah daging saja.
Kadang-kadang persiapan untuk menghancurkan musuh-musuh itu, memerlukan kesabaran, ketekunan dan keahlian juga. Misalnya dalam menggunakan senjata tawon. Mereka melatih tawon-tawon supaya bisa membedakan bau keringat orang kulit putih dan penduduk asli.
Tawon-tawon itu diajar supaya menyengat si ku lit putih semata-mata karena bau keringatnya. Sitawon yang tidak mengerti politik apa-apa, ikut-ikutan melabrak tentara Amerika yang berpatroli disekitar persembunyian mereka.
Memang akibat serangan ini tidaklah sedahsyat bahan peledak, tapi cukup untuk mengkocar-kacirkan lawan dan melemahkan semangat bertempur.
Dalam menanggulangi kekuat an Tentara Vietsel dan sekutu-sekutunya, pihak Vietkong menggunakan segala potensi yang ada pada mereka. Justru karena, ke “primitif”an inilah, kadang-kadang ahli perang modern dari pihak Amerika menjadi pusang kepala.
Namun, hal ini tidak berarti mereka cuma mengandalkan diri pada strategi perang kuno belaka,. Bantuan-bantuan militer lengkap dengan persenjataan modernnya pun mereka manfaatkan seefisien mungkin.
Negara-negara yang ideologinya sepaham seperti Uni Soviet, RRC, RDV, dll, dengan tangan terbuka bersedia memberikan bantuannya.
(Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Juni 1967)
(Baca juga:Samantha Smith, Gadis Kecil Amerika yang Nekat Kunjungi Uni Soviet Demi Hentikan Rencana Perang Nuklir)