Membayangkan Suatu Aksi yang Positif agar Tidak Terlalu Mengkhawatirkan Kematian

Moh Habib Asyhad

Penulis

Kalau masih sulit juga, gunakan kekuatan visualisasi; membayangkan suatu aksi yang positif.

Intisari-Online.com – Miranda baru kembali dari liburan akhir tahun di Turki. Ia terkesan pada peninggalan budaya tua di sana yang keren banget.

Hagia Sophia, juga Masjid Biru. Setibanya di Tanah Air, tersiar berita serangan bom bunuh diri di dekat Hagia Sophia dan Masjid Biru. Bulu kuduknya langsung berdiri.

Baru beberapa hari di rumah, “Bum, bum, bum” meledaklah serangan bom di depan Sarinah, Jakarta.

Untung ia tak kebetulan jalan-jalan kesana. Kini takut keluar rumah. Takut mati ....

Miranda sejak dulu cenderung banyak khawatir.

Pak Sam, dosen favoritnya, pernah mengajarkan, “Hidup itu penuh kejutan. Waspadalah bak harimau yang mencari mangsa dan gesitlah bagai kelinci yang siap menyelamatkan diri.”

Gara-gara Pak Sam, ia semakin ngeri memandang masa depan. Penyakit itu paling parah menyerangnya pada awal tahun.

Berjajar semua kekhawatirannya: ia akan di PHK. Ram pacarnya akan beralih ke lain hati. Papa atau Mama jatuh sakit berat, bahkan meninggal ...

Karen Salmansohn di www.psychologytoday.com menganjurkan worriers menggunakan “kacamata bifokal”, satu untuk pandangan jarak dekat, satu untuk jarak jauh.

Kalau masih sulit juga, gunakan kekuatan visualisasi; membayangkan suatu aksi yang positif.

Ia bahkan menawarkan agar kita mengawali langkah besar dengan langkah-langkah kecil. Semua itu, katanya, cukup ampuh untuk melepaskan kita dari perangkap bernama “kekhawatiran”.

Namun Dean Smith, pelatih basket legendaris di AS, mengatakan sesuatu yang benar-benar menyentak Miranda, “Kalau kau memperlakukan setiap problem sebagai masalah hidup dan mati, maka kau akan mati berkali-kali!”

Miranda terkesiap, “Mati berkali-kali? No way ...!”

(Lily Wibisono – Intisari Februari 2016)

Artikel Terkait