Penulis
Intisari-online-com - Ada sebuah masalah ketengakerjaan yang ditanyakan oleh seseorang bernama Albertus Nanga.
Dia meminta nasihat hukum kepada LBH Mawar Saron.
Berikut adalah ceritanya.
BACA JUGA:Centang Biru WhatsApp Dimatikan, Begini Cara Mudah Tahu Pesan Kita Telah Dibaca
TANYA
Ada seorang karyawati bekerja di sebuah toko besar elektronik. Bekerja 7 hari penuh walaupun 1 hari libur tapi sudah diganti dengan bekerja 14 jam (1 hari).
Gajinya di bawah UMR, tidak cuti, tidak ada liburan hari raya khusus. Hanya tanggal merah. Bekerja sehari rata-rata 10 jam. Harus bertanggung jawab/mengganti barang hilang, padahal gudangnya ada di lantai 1 - 4.
Ia mau mengundurkan diri namun disuruh menunggu sampai ada perhitungan barang lagi/tutup buku. Akhirnya niat itu menggantung.
Untuk mencari pengganti terasa sulit karena tanggung jawab pekerjaan yang begitu besar (mengawasi 4 lantai seorang diri plus mengurus pelaporan, pengiriman, bengkel, service, dll) sementara gaji tidak memadai.
Mohon bantuan penghitungan pesangon dan bagaimana bila dilaporkan ke Disnaker? (tidak ada surat kontrak). Terimakasih banyak. Tolong hitung-hitungan tanpa lembur, tanpa cuti.
Albertus Nanga (albertusnanga@****.com)
JAWAB
Terima kasih untuk pertanyaan Bapak Albertus kepada kami. Sebelumnya akan kami coba rangkum permasalahan yang tertuang di dalam pertanyaan Bapak, yaitu:
Waktu kerja yang melebihi ketentuan Undang-undang.
Hak Pekerja untuk mengundurkan diri yang dilarang oleh pengusaha.
Hak-hak yang didapat ketika Pekerja mengundurkan diri.
Proses pelaporan kepada Disnaker.
BACA JUGA:Anak Miliarder Ini Disuruh Ayahnya Jadi Orang Miskin, Hanya Dibekali Uang Rp100 Ribu
Untuk itu kami akan membahasnya secara satu per satu.
1. Terhadap ketentuan waktu kerja diatur di dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, yaitu:
7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1(satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau
8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.
Apabila pengusaha mempekerjakan pekerjanya melewati dari ketentuan waktu di atas maka pengusaha berkewajiban untuk membayar upah lembur, sebagaimana tertuang di dalam Pasal 78 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003.
Untuk formulasi dari pembayaran upah lembur diatur di dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan transmigrasi No. Kep-102/MEN/VI/2004 Tahun 2004 Tentang Waktu Kerja Lembur Dan Upah Kerja Lembur.
BACA JUGA:Tahi Lalat Pembawa Berkat
Terhadap Hak Pekerja untuk mengundurkan diri pada dasarnya diperbolehkan dan diatur di dalam Pasal 162 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, namun dengan persyaratan tertentu, yaitu:
1) Mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal mulai pengundurran diri;
2) Tidak terikat ikatan dinas;
3) Tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal mulai pengunduran diri.
Akan tetapi harus tetap diingat, apakah dalam hal ini pekerja yang hendak mengundurkan diri tersebut masih terikat kontrak (dinas) atau tidak.
Karena apabila pekerja tersebut masih terikat kontrak dan tetap memaksakan untuk mengundurkan diri, sesuai dengan ketentuan Pasal 62 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, maka pengusaha dapat menetapkan Penalti terhadap pekerja berupa pembayaran ganti rugi sebesar upah pekerja tersebut sampai dengan batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja.
Lebih lanjut lagi mengenai Hak-Hak yang didapatkan pekerja ketika mengundurkan diri, sesuai dengan ketentuan Pasal 162 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan adalah:
1) Uang Penggantian Hak (Pasal 156 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003), yaitu :
a. Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;
b. Biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ketempat dimana pekerja/buruh diterima bekerja;
c. Penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% dari uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat;
d. Hal-hal lain yang ditetapkan dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama.
2) Uang Pisah, yang besarnya dan pelaksanaanya diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama.
Apabila kami hubungkan dengan kasus yang Bapak berikan, maka pekerja yang mengundurkan diri tersebut tidak mendapatkan pesangon, dan hanya mendapatkan hak-hak sesuai dengan ketentuan di atas.
BACA JUGA:Mulai Sekarang, Berhentilah Makan Nasi Sisa Kemarin! Ini Alasannya
Dari uraian pertanyaan yang Bapak berikan, kami melihat ada indikasi bahwa terdapat pelanggaran yang telah dilakukan oleh pengusaha kepada pekerja. Pelanggaran itu adalah:
a) Waktu Kerja terhadap pekerja yang melebihi waktu kerja yang diatur di dalam Undang-Undang;
b) Menghalang-halangi Pekerja yang hendak mengundurkan diri, padahal pekerja tersebut tidak terikat kontrak;
c) Tidak memberikan uang lembur dan waktu cuti terhadap pekerja.
Pelanggaran-pelanggaran tersebut pada dasarnya bersifat normatif, dan untuk proses pelaporan ke Disnaker dapat dilakukan dengan pencatatan terhadap Pelanggaran tersebut melalui Suku Dinas Tenaga Kerja tempat pekerja tersebut bekerja (wilayah domisili perusahaan).
Namun harus diperhatikan juga mengenai tuntutan yang hendak dicapai oleh pekerja/karyawati tersebut, karena dengan latar belakang kasus seperti ini ada 2 (dua) hal yang hendak dicapai oleh pekerja, yaitu:
1) Pekerja mendapatkan hak-hak nya secara penuh yang diatur oleh Undang-Undang, dan tetap dipekerjakan oleh perusahaantersebut; atau
2) Pekerja mendapatkan hak-hak nya secara penuh, dan keluar dari perusahaan tersebut.
BACA JUGA:Perbedaan Hak Pesangon Bagi Pekerja yang Resign dan di-PHK
Mengapa demikian? Karena di dalam Hubungan Industrial hanya dikenal 4 (empat) jenis perselisihan, yaitu: Perselisihan Hak, Perselisihan Kepentingan, Perselisihan Antar-SP/SB, dan Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja.
Berkaitan dengan pilihan 1 (pertama) maka jenis perselisihan yang dicatatkan pada Suku Dinas Tenaga Kerja Terkait adalah Jenis Perselisihan Hak.
Sedangkan untuk pilihan 2 (kedua) maka jenis perselisihan yang dicatatkan pada Suku Dinas Tenaga Kerja adalah Jenis Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja.
Sekian jawaban yang dapat kami berikan, semoga dapat membantu dan memberikan pencerahan terhadap kasus yang Bapak hadapi. (LBH Mawar Saron)
BACA JUGA:Gaji Rp84 juta/Bulan Tapi Tidak Bisa Kaya, Itulah Fakta Rakyat Swiss
BACA JUGA:Inilah yang Akan Terjadi Jika Rutin Makan 6 Siung Bawang Putih Panggang Setiap Hari