Penulis
Intisari-Online.com - Dua hari lagi, tepatnya pada Rabu (31/1/2018), peristiwa penting akan terjadi.
Bulan menunjukkan tiga fenomena sekaligus, yaitu supermoon, blue moon, dan gerhana bulan, yang dijuluki NASA sebagai fenomena super blue blood moon.
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika ( BMKG), Dwikorita Karnawati, menjelaskan bahwa fenomena langka yang dapat diamati di Indonesia tersebut muncul karena matahari, bumi, dan bulan berada dalam satu garis.
Saat itu, bulan berada pada jarak terdekat dengan bumi.
(Baca juga: )
"Kejadian ini sangat langka. Fenomena ini hanya terulang lebih dari 100 tahun lagi," kata Dwikorita di kompleks gedung BMKG, Jakarta, Senin (29/1/2018).
Dia memaparkan, gerhana bulan akan mulai terjadi pada pukul 17.49 WIB dan masuk gerhana total pada 19.51 WIB.
Puncak gerhana akan terjadi pada pukul 20.29 WIB dan gerhana total berakhir pada pukul 21.08 WIB.
Jika Anda terlalu sibuk dan melewatinya, gerhana bulan sebagian masih bisa disaksikan hingga pukul 22.11 WIB.
Peristiwa bersejarah itu akan berakhir pada pukul 23.09 WIB. Dengan demikian, total durasi gerhana berlangsung selama 5 jam 20,2 menit.
Visibilitas gerhana bulan selama lebih dari 5 jam itu hanya akan terlihat di beberapa daerah, antara lain di Pulau Sumatra, Pulau Jawa hingga bagian barat Jawa Timur dan bagian timur Jawa Tengah, serta sedikit daerah di Kalimantan Barat.
Di luar daerah tersebut, proses gerhana bulan dapat diamati pada fase gerhana bulan penumbra atau pada pukul 18.48 WIB.
Pengamatan fenomena alam ini tentu lebih menarik bila dilakukan bersama-sama.
(Baca juga: )
Sebab itu, beberapa tempat di Jakarta akan dibuka dan bisa menjadi pilihan untuk menikmati pemandangan langka ini.
Mereka adalah Observatorium Bosscha, Planetarium Jakarta, Taman Mini Indonesia Indah, Museum Fatahillah, Setu Babakan Kampung Betawi, serta Bukit Tinggi.
"Selain itu (super blue blood moon) juga akan diamati di 21 titik pengamatan hilal yang biasa kami lakukan pengamatan di sana. Bahkan, di Makassar juga akan ada nonton bersama fenomena super blue blood moon," sambung Dwikorita.
Namun, jangan sedih jika Anda terlalu sibuk dan tak bisa mengamati fenomena tersebut secara langsung.
Cukup siapkan kuota internet untuk melihat tiga fenomena alam itu di situs BMKG atau di akun Youtube BMKG.
Sementara itu, Kepala Pusat Seismologi Teknik Geofisika Potensial dan Tanda Waktu BMKG, Jaya Murjaya, berkata bahwa fenomena langka ini dapat dimanfaatkan sebagai sarana edukasi.
Dengan begitu, mitos yang berkembang seputar gerhana dapat tergantikan dengan penjelasan ilmiah.
"Ini fenomena alam yang secara alamiah sudah bisa diprediksi. Jangan dikaitkan dengan mitos-mitos, seperti ibu hamil harus masuk ke kolong tempat tidur. Ini adalah pendidikan ilmiah yang bisa diedukasi ke masyarakat," tegas Jaya.
Ini video tentang fenomena Super blue blood moon.
Setelah 150 Tahun
Ini merupakan puncak dari fenomena yang disebut NASA trilogi supermoon.
Supermoon pertama pada Minggu (3/12/2017), yang kedua pada Senin (1/1/2018), dan puncaknya akhir bulan Januari nanti.
Puncak trilogi supermoon yang jatuh pada Rabu (31/1/2018) adalah fenomena bulan super langka, yang terakhir terjadi pada 31 Maret 1866 atau 152 tahun lalu.
Sangat langka dan sangat spesial karena dalam satu malam, ada tiga fenomena bulan yang terjadi.
Gabungan ketiga peristiwa luar angkasa yang sangat langka itu adalah supermoon ekstra besar, blue moon atau bulan biru, dan gerhana bulan total. NASA menjulukinya sebagai super blue blood moon.
Sebagai informasi, sebutan bulan biru tersebut mengacu pada bulan purnama kedua yang terjadi dalam satu bulan.
Seperti diberitakan Express, Jumat (26/1/2018), pada fenomena gabungan langka nanti, bulan sedang memasuki fase supermoon di mana bulan berada di posisi paling dekat dengan bumi dalam orbitnya sehingga membuat bulan terlihat 14 persen lebih besar dan 30 persen lebih terang dari biasanya.
NASA mengungkapkan bahwa dua hari lagi, bulan akan berada di 223.068 mil dari bumi, atau bukan di titik biasanya, yaitu 238.855 mil.
Saat gerhana terjadi, cahaya bulan tersaring oleh atmosfer bumi yang membuat cahaya putih memantul jauh dari bulan sehingga cahaya merah atau jingga yang menyerupai warna merah darah tercermin di bulan.
"Kami melihat semua matahari terbit dan terbenam pada saat itu tercermin dari permukaan bulan," kata Sarah Noble, seorang ilmuwan program di markas NASA.
Dalam pemberitaan yang diterbitkan Space, Jumat (19/1/2018), diperkirakan selama 76 menit bulan benar-benar tenggelam dalam bayang-bayang gelap bumi.
Saat itu matahari, bulan, dan bumi akan sejajar.
Pemandangan terbaik untuk gerhana bulan tersebut adalah pada tengah malam di wilayah Asia tengah dan timur, Indonesia, Selandia Baru, dan Australia.
Belahan bumi lain, seperti Alaska dan Hawaii, juga akan menyaksikan pemandangan ini. (Lutfy Mairizal Putra / Gloria Setyvani Putri)
(Baca juga: )
Artikel ini sudah tayang di kompas.com dengan judul “"Super Blue Blood Moon" di Langit Indonesia, Catat Waktu dan Tempatnya” dan “Setelah 150 Tahun, "Super Blue Blood Moon" Lahir Lagi, Apa Itu?”