Find Us On Social Media :

Ada Tetesan Keringat dan Air Mata Bocah-bocah Malang Ini di Balik Kemudahan Kita Gunakan Ponsel

By Ade Sulaeman, Sabtu, 6 Januari 2018 | 16:15 WIB

Intisari-Online.com - Lebih dari 40.000 anak di Republik Demokratis Kongo harus memikul berkilo-kilo hasil tambang kobalt setiap hari.

Pekerjaan itu dilakukan 12 jam penuh untuk upah maksimal 2 dollar AS  atau setara Rp27.000.

Salah satu dari mereka adalah yatim 14 tahun bernama Paul.

Sudah dua tahun ia bekerja di tambang kobalt.

(Baca juga: Saudara Kandungmu Adalah Orang Penting Dalam Hidupmu, Jangan Pernah Lupakan Itu)

Sejak itu, ia rutin sakit karena beban kerja yang tak manusiawi.

"Saya bisa bekerja 24 jam penuh. Datang pagi dan pulang keesekon paginya. Ibu angkat saya ingin saya sekolah. Tapi ayah angkat saya memaksa saya bekerja di tambang," kata dia, sebagaimana tertera pada situs resmi lembaga pegiat hak asasi Amnesty USA, dan dihimpun KompasTekno, Rabu (20/1/2016).

Eksploitasi anak menjadi lumrah di Kongo.

Utamanya di industri-industri pertambangan kobalt.

Negara di Afrika Tengah tersebut memang dikenal sebagai produsen kobalt terbesar di dunia.

Kobalt untuk baterai smartphone

Kobalt digunakan sebagai bahan baku baterai lithium pada smartphone yang kita gunakan sehari-hari.