Perayaan Tahun Baru di Jepang: Tetap Meriah Tapi Juga Sakral

Mentari DP

Penulis

Mulai dari menjelang Hari Natal, Kota Tokyo sudah menghias diri dengan jutaan lampu iluminasi.

Intisari-Online.com – Di banyak tempat, pesta menyambut awal tahun pada umumnya diwarnai dengan pesta kembang api, keramaian, dan hiburan.

Kemeriahan itu semakin lengkap dengan tradisi berkumpul bersama teman atau keluarga dengan santapan khas.

Mumpung masih suasana tahun baru, berikut inidetail kebiasaan unik menyambut tahun barudi Jepang.

Bagaimana cara negara matahari terbit merayakan pergantian tahun?

(Baca juga:Dibuat oleh Indonesia! Inilah Kartu Ucapan Tahun Baru 2018 Terkecil di Dunia)

(Baca juga:Berkah Tahun Baru! Setelah Alami 8 Kali Keguguran, Wanita Ini Akhirnya Lahirkan Anak Pertamanya di Tahun Baru 2018)

Meriah tapi tenang di Jepang

Jepang merayakan tahun baru juga secara meriah, meski tidak seheboh di tempat lain.

Bahkan tak banyak yang menyulut kembang api, lantaran mereka menganggap tahun baru layaknya diperingati dengan tenang, penuh doa, dan introspeksi diri.

Mulai dari menjelang Hari Natal, Kota Tokyo sudah menghias diri dengan jutaan lampu iluminasi. Tak jarang lampu-lampu ini didesain sedemikian rupa membentuk terowongan, atau menyala bergiliran membentuk cerita.

Ada pula yang berwujud tayangan animasi yangditembakkan ke dinding gedung.

Soal tradisi kuno, menjelang tahun baru, masyarakat biasanya membersihkan tempat tinggal dan memasang dekorasi khusus.

Tahun Baru di Jepang, meriah tapi tenang.

Misalnya matsukazari (dari daun pinus) di pintu masuk rumah, dan kadomatsu (ranting pinus dan bambu) yang dipasang di pagar rumah kanan kiri untuk mengundang kebahagiaan di tahun mendatang.

Kebiasaan saling berkirim kartu pos tahun baru (nengajo) masih terpelihara hingga sekarang, tak tergantikan oleh aplikasi smart phone ataupun greeting serba-instan lewat social media.

(Baca juga:9 Foto Ini Tunjukkan Bahwa Kyoto Layak Jadi Salah Satu Kota Terbaik di Dunia Tahun 2017)

Santapan khas tahun baru adalah osechi-ryouri, berupa kumpulan aneka masakan tradisional yang dapat tahan lama meski tidak dimasukkan ke lemari pendingin, selain mi soba dan omochi.

Dari sisi religi, terdapat tradisi hatsumode (kunjungan pertama ke kuil), dilakukan lepas tengah malam hingga keesokan harinya.

Pada saat itu, banyak yang mengenakan kimono musim dingin berwarna-warni.

Menggantikan suara terompet maupun kembang api, pada detik pergantian tahun kuil-kuil di Jepang menyuarakan bel sebanyak 108 kali yang dipercaya dapat menghapus dosa tahun sebelumnya, sesuai kepercayaan agama Buddha.

Kebiasaan bangun dini hari demi melihat Matahari terbit pertama tahun baru juga lazim dilakukan.

Malah ada yang rutin sowan ke Gunung Fuji demi sunrise pertama ini.

Tentu saja tak semua tradisi tersebut diadopsi.

Gunung Fuji.

(Baca juga:Keren! Di Jepang, Wanita Hamil Bisa Pesan Tempat Duduk Kereta Bawah Tanah Lewat Aplikasi Ponsel, di Indonesia Kapan Ya?)

Ai Sari Nakamura menuturkan, tahun baru adalah kesempatan untuk berkumpul dan berkomunikasi bersama keluarga, serta saat anak-anak mendapatkan otoshidama (angpao tahun baru) dari kerabat.

Saat berkumpul, para keluarga Jepang seringkali menyaksikan kompetisi lagu akbar Kohaku yang ditayangkan stasiun televisi NHK tiap 31 Desember malam.

Berbeda lagi dengan Rina Hidayat yang selalu berkumpul bersama keluarga besar KBRI dan Sekolah Republik Indonesia Tokyo.

Acara count down tutup tahun dilakukan dengan tafakur serta doa bersama.

Mengikuti tradisi Jepang, Rina juga menyajikan mi soba sebagai menu malam tahun baru.

Kemudian keesokannya, mereka menikmati serunya berburu fukubukuro (lucky bag).

Hampir setiap toko, termasuk yang berlabel premium, mengeluarkan edisi khusus ini, berisi beberapa macam barang yang dikemas tertutup sehingga pembeli tidak dapat melihat isinya, dibanderol dengan harga obral.

Cara yang menyenangkan untuk mencoba peruntungan tahun baru.

(Baca juga:Duh, Siapa yang Sangka Kalau Si Mungil Kue Mochi Ternyata Membawa Banyak Kematian, Ini Alasannya )

(Ditulis oleh Irene Dyah. Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Desember 2013)

Artikel Terkait