Penulis
Intisari-Online.com -Selama 2017, jika diamati upaya TNI memperkuat persenjataan berteknologi canggih cukup gencar.
Tak heran di penghujung 2017 ini peringkat kekuatan militer Indonesia nangkring di posisi ke-14 paling kuat dunia versi Globalfirepower.com, sebuat situs yang khusus mengamati kekuatan militer negara-negara di dunia.
Negara Asia yang peringkatnya di atas Indonesia hanya China, India, Korea Selatan, dan Pakistan.
(Baca juga:Beli Alutsista dari Uni Soviet dalam Jumlah Besar, Soekarno: Kalau Tidak Bisa Bayar, ya, Kemplang Saja)
Di tahun 2017pulaTNI AD telah menerima sejumlah tank Leopard II yang dibeli dari Jerman sebagai tulang punggung persenjataan kavaleri dan artileri.
Tank Leopard dikenal sebagai generasi paling mutakhir tank berat (Main Battle Tank) produksi Jerman.
Jerman sendiri di era Perang Dunia II dikenal sebagai produsen tank-tank paling mutakhir pada zamannya.
Dalam pertempuran tank-tak Nazi Jerman sulit ditandingi oleh para lawannya seperti Amerika, Inggris, dan Rusia.
Selama Perang Dunia II, tank Jerman Nazi, yakni Tiger II bahkan dikenal sebagai tank yang tak terkalahkan.
Tank Leopard II sebenarnya merupakan pengembangan dari Tank Tiger II sehingga dari sisi kemampuan tempur untuk menghadapi peperangan di segala medan sudah sangat mumpuni.
Keunggulan tank Leopard selain jarak tembaknya mencapai lebih 20 km, berteknologi tempur digital, juga dilengkapi semacam “sepatu” di rantainya sehingga saat berjalan diatas aspal tidak menimbulkan kerusakan.
Tank Leopard II ini cocok di tempatkan di satuan kavaleri dan artileri di daerah perbatasan.
Pasalnya ketika di daerah perbatasan terjadi infiltrasi dari musuh, sekitar jarak 20 km dari perbatasan, mereka sudah bisa digempur menggunakan meriam tank Leopard yang berkaliber 155 mm.
Pada akhir Desember 2017, TNI AD juga telah menerima sejumlah helikopter tempur AH-64 Apache bersenjata rudal. Dalam peperangan, helikopter Apache berfungsi sebagai bantuan tempur pasukan infanteri, baik sebagai helikopter pelindung maupun heli serang.
Ketika pasukan infanteri sedang maju ke garis depan musuh, posisi meriam altileri dan tank lawan bisa dihancurkan terlebih dahulu menggunakan rudal dari Helikopter Apache.
Demikian juga ketika pasukan infanteri diserang heli lawan, helikopter Apache dapat merontokan helikopter lawan menggunakan rudal ke udara.
Jadi sebagai helikopter tempur, Apache dapat berfungsi seperti jet tempur karena dapat menyerang sasaran udara dan darat khususnya tank serta helikopter tempur musuh.
(Baca juga:Banyak Kecelakaan, Panglima TNI Pertimbangkan Tak Lagi Terima Hibah Alutsista)
(Baca juga:Bangga! Tak Hanya Jadi Juara Umum, TNI AD Juga Cetak Rekor di Lomba Tembak Se-ASEAN)
Bagi tank-tank Leopard II yang sedang bergerak menuju garis depan musuh, helikopter Apache bisa sekaligus diturunkan dengan tujuan melindungi tank-tank Leopard II dari serangan tank dan meriam anti-tank milik musuh.
Kendati sejumlah helikopter Apache yang dimiliki oleh TNI AD mencerminkan seolah hanya digunakan oleh satuan TNI AD sebenarnya tidak benar. Pasalnya dalam pembelian alat utama sistem senjata (alutsista) canggih TNI sudah memiliki standar khusus.
Yakni, bahwa alutsista yang dibeli harus bisa berfungsi secara interoperiability. Artinya alutsista bersangkutan harus bisa dioperasikan secara terintergrasi dengan satuan-satuan TNI lainnya.
Misalnya, meskipun helikopter Apache secara teknis milik TNI AD dalam operasi tempur helikopter-helikopter Apache bisa melindungi operasi amfibi pendaratan marinir.
Helikopter Apache juga bisa dikerahkan untuk melindungi pasukan TNI AU yang sedang bertempur mempertahankan pangkalan-pangkalan udaranya.
Pada tahun 2017, pemerintah RI, dalam hal ini Kementeria Pertahanan, dan Rusia juga telah menandatangani MoU kesepakatan pembelian sekitar 11 unit Jet Tempur Su-35.
Jika jet-jet tempur SU-35 itu sudah dikirim dan menjadi alutsista unggulan TNI AU, maka kekuatan tempur yang dimiliki TNI AU jelas akan makin bertaring.
Pasalnya, meskipun Su-35 bukan merupakan pesawat siluman (stealth) jet-jet tempur mutakhir ini masih bisa menghadapi jet-jet tempur berteknologi siluman menggunakan radar dan rudal-rudal berteknologi tinggi yang dimilikinya.
(Baca juga:Dokumen Rahasia Kedubes AS: Jaminan CIA, Kunci Keberanian TNI AD Tumpas PKI)
Di tahun 2017, TNI AU juga telah menerima sebanyak 22 unit jet tempur F-16 C/D dari AS. Berkat kehadiran jet-jet tempur yang telah di-upgrade untuk menghadapi peperangan udara modern itu Indonesia bisa memiliki keunggulan udara di wilayah Asia Tenggara.
Pada tahun 2017, TNI AL juga telah diperkuat dengan kapal-kapal perang bersenjata rudal jarak jauh sehingga kemampuan untuk menjaga wilayah perairan NKRI yang begitu luas semakin meningkat.
Upaya pemerintah untuk memperkuat alutsista yang dimiliki TNI di tahun 2017 memang telah menunjukkan semangat untuk memasuki Rencana Strategis III.
Dalam Rencana Stratgis III ini kepemilikan beragam alutsista sangat penting sehingga TNI tidak hanya memiliki kekuatan minimum. Tapi juga mempunyai kekuatan militer cadangan ketika harus menghadapi peperangan.
Pasalnya ketika suatu negara sedang bertempur, kekuatan militer cadangan yang harus dimiliki adalah sekitar 30%. Demi memiliki kekuatan cadangan militer sebanyak itu, TNI memang masih harus berjuang keras.
BACA JUGA:Hebat! Pilot Tempur Indonesia Ternyata Nyaris Tembak Jatuh Jet Tempur Australia
Namun upaya keras TNI untuk semakin profesional di tahun 2017 yang diwarnai dengan pengangkatan Panglima TNI dari TNI AU jelas akan makin menunjukkan prospek yang lebih bagus khususnya dalam bidang udara.
Berdasarkan peperangan yang telah terjadi di dunia, kekuatan udara memang sangat menentukan kemenangan. Maka dengan terpilihnya Panglima TNI dari TNI AU, superioritas kekuatan udara militer Indonesia yang berkelas dunia diharapkan akan segera terwujud.
BACA JUGA:Kisah Naif Pria Dengan Organ Intim Terpanjang di Dunia, Bermimpi Taklukkan Industri Film Porno
BACA JUGA:Saat Pemakaman para Pahlawan Revolusi, Perwira TNI AU Dilempari Batu oleh Sejumlah Oknum TNI AD