Penulis
Intisari-online.com - Untuk menjamin keselamatan orang yang dilindungi, Secret Service atau Kesatuan Pengawal Presiden ASmenyusun semacam sistem perlindungan berlapis-lapis. Para petugas ini disebut perimeter.
Perimeter yang terdekat adalah pengawal tetap presiden. la ikut terbang di pesawat kepresidenan The Air Force One atau The Flying White House dan berada paling dekat dengan presiden.
Dalam iring-iringan mobil, ia naik mobil khusus untuk mengawal di belakang limusin kepresidenan.
Perimeter tambahan termasuk tim serang balik petugas menyamar yang bercampur dengan massa dan petugas berseragam dalam unit tembak balik yang berjaga di jendela-jendela tinggi dan atap gedung-gedung.
Ke mana pun presiden AS pergi, termasuk ke Indonesia, selalu ada tim dari SS yang tiba lebih dulu untuk mengecek rencana perjalanan secara terinci.
Dari situ mereka menetapkan perlengkapan dan tenaga macam apa yang bakal diperlukan.
Setiap agen yang bertugas menjaga presiden sadar benar bahwa ia harus mengorbankan keselamatan diri bila tak ada jalan lain untuk menyelamatkan presiden.
Istilah di kalangan mereka: standing in harm's way, (berdiri dalam daerah bahaya).
BACA JUGA:Misteri Jam Raksasa di Candi Borobudur
Psikolog yang pernah mengamati tugas SS membandingkan tingkat stres tugas anggota SS menjaga keselamatan presiden AS sama dengan yang dihadapi oleh para pilot pesawat tempur dalam peperangan.
Kedua jenis pekerjaan ini sama sekali tidak mentolerir kesalahan sekecil apa pun. Tingginya kadar stres serta risiko yang besar itu menyebabkan jarang sekali agen yang bertugas sampai melebihi 5 tahun.
Untuk menghindari kelelahan psikis, umumnya tak sampai 5 tahun anggota SS ditransfer ke divisi lain, seperti menyelidiki kasus-kasus pemalsuan dan penipuan. Tapi kapan pun, ia harus siap ditransfer kembali untuk tugas pengawalan.
Jam tugas mereka terbagi atas 3 shift, dari pukul 16.00 - 00.00. Rotasi kerjanya berlangsung tiap 2 minggu. Sehingga masing-masing regu tidak akan bertugas malam terus atau siang terus.
Karena tuntutan tugas untuk mengumpulkan informasi keamanan sebanyak-banyaknya, sampai Dennis V.N. McCarthy selama berminggu-minggu menyusup ke kampus Harvard dan Berkeley menyamar menjadi mahasiswa untuk menguping gerakan protes dan demo anti-Vietnam di antara mahasiswa.
Selain dilatih untuk mengenali tingkah laku yang abnormal di tengah keramaian, mereka pun harus mampu memutuskan apakah tingkah laku yang aneh tadi berbahaya.
Sudah tentu ini tugas yang mahasulit, karena di jalanan yang padat dengan massa, memang banyak orang yang nampaknya bisa menimbulkan kerusuhan.
Siapa saja yang berani mengirimkan surat ancaman kepada seseorang yang berada di bawah perlindungan SS harus siap-siap menjalani interogasi.
Maklum saja, sekarang surat kaleng dapat diidentifikasikan dengan komputer khusus yang menganalisis tulisan. Dalam data komputer SS terdapat daftar ratusan nama yang selalu diawasi.
Tapi keputusan terakhir tetap pada agen untuk menentukan apakah surat ancaman tertentu berbahaya atau tidak.
Setiap tahunnya ada sekitar 4.000 pucuk surat ancaman atas diri presiden AS. Setahunnya ada 4.000 orang yang perlu ditangkap untuk dimintai keterangan atas perilakunya yang dianggap membahayakan keselamatan presiden.
Meskipun hanya memaki presiden di warung, kalau terdengar atau dilaporkan pada SS pasti ditangkap. Itulah sebabnya setiap buku telepon cetakan AS, di sampul depannya selalu tertera nomer telepon SS.
BACA JUGA:Kisah Nyata: Pengakuan Pria Panggilan Yang telah Meniduri 1.700 Wanita
Dalam hal inilah SS pernah terpeleset. Tahun 1975 para agen mewawancarai Sara Jane Moore, karena ia mengirimkan surat ancaman untuk membunuh Presiden Gerald Ford. Setelah diinterogasi, mereka menyimpulkan Moore tidak berbahaya.
Ternyata keesokan harinya Moore benar-benar mencoba menembak Ford di San Francisco! Untung saja seseorang di keramaian berhasil merebut pistolnya.