Gamal Abdul Nasir, Penggertak Israel dan Pengobar Semangat Negara-Negara Arab Agar Terus Memerangi Negara Itu

Moh Habib Asyhad

Penulis

“Tujuan utama kami adalah menghancurkan Israel. Rakyat Arab ingin perang!” ujar Gamal Abdul Nasir suatu ketika.

Intisari-Online.com -Sejak Gamal Abadul Nasirmemegang tampuk kepemimpinan Mesir secara penuh pada 1954, ia memang kerap mengumbar kata-kata yang menjurus aksi militer terhadap Israel.

Beberapa tindakan Nasir juga serig dianggap sebagai maklumat perang oleh Israel alih-alih sekadar gertak sambal ala padang pasir belaka.

Tak urung, Israel kerap dibuat spot jantung, mengira-ngira langkah apa yang sebenarnya akan dilakukan Mesir.

(Baca juga:Ni Nengah Widiasih: Kalau Gagal, Ya, Coba Lagi! Kalau Jatuh, Ya, Bangun Lagi!)

(Baca juga:Luar Biasa! Bermodal Satu Tangan, Mantan Nelayan Ini Borong 5 Emas dan Pecahkan 3 Rekor ASEAN)

Pada pertengahan Juli 1956, Nasir mengumadangkan pengambilalihan Terusan Suez.

Tindakan mengakuisisi terusan itu diartikan Israel sebagai tindakan ancang-ancang invasi.

Terlebih, selain merupakan perbatasan antara kedua negara, Terusan Suez juga merupakan urat nadi perekonomian bagia kedua negara.

Akibat tindakan sepihak tersebut, Israel menyerang kedudukan pasukan Mesir di Celah Mitla dengan dalih mengamankan Gurun Sinai.

Mesir pun dikeroyok Israel, Inggris, dan Prancis. Dua negara terakhir ini adalah pengelola terdahulu Terusan Suez.

Pasukan Inggris dan Prancis bahkan mampu masuk menusuk ke arah ibukota Mesir.

Perang ini diakhiri dengan kehadiran Pasukan Darurat PBB (UNEF) yang memisahkan posisi kedua pihak, Mesir dan Israel.

Namun Nasser tidak goyah. Apalagi akhir dari perang yang memperebutkan terusan ini ternyata lebih menguntungkan Mesir.

Terusan Suez kembali ke dalam kedaulatan Mesir. Kedudukan Nasser di mata para pemimpin Timur Tengah otomatis terangkat.

Dengan kepemimpinannya, Pan Arabisme berhasil dibangkitkan.

(Baca juga:Untuk Menghormati Pengakuan Presiden Amerika Terhadap Yerusalem, Taman Edukasi di Israel Ini Diberi Nama Donald Trump Park!)

(Baca juga:Israel Pindahkan Ibukota ke Yerusalem, Tugas Pasukan PBB Asal Indonesia pun Makin Berat)

Beberapa negara yag dalam skala kecil bermusuhan seperti Suriah dengan Yordania atau Suriah dengan Lebanon, berhasil diajak bersatu demi menghadapi Israel.

Tindakan Nasirselanjutnya yang membuat Israel khawatir adalah deklarasi pembentukan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) pada KTT Arab 1964 di Kairo.

Ini berarti menambah satu lagi musuh bagi Israel. PLO saat itu diketuai oleh Ahmed Sukheiri.

Tindakan Nasir selanjutnya yang makin membikin ciut Israel adalah pengerahan pasukan Mesir secara besar-besaran ke Gunung Sinai pada 20 Mei 1967.

Pasukan yang terdiri atas seratusan ribu prajurit dan seribu tank itu awalnya hanya berdefile di Kairo.

Namun tiba-tiba mereka diperintahkan menuju perbatasan Israel.

Entah apa maksud Nasir saat itu, namun tentu saja pemerintah Israel menjadi kalang kabut.

Nasir terus menggalang kekuatan dengan menyerukan agar negara-negara Arab yang berbatasan langsung dengan Israel untuk menempatkan kekuatan militer di perbatasan.

Dalam waktu singkat Israel pun terkepung dari berbagai penjuru.

Ucapan-ucapan Nasir juga membuat kuping pemerintah Israel panas.

(Baca juga:Ayatollah Khomeini, Pencetus RevolusI Iran yang Gigih Memerangi AS dan Israel Sampai Akhir Hayatnya)

(Baca juga:Perang Arab-Israel, Perang Berkepanjangan yang Tak akan Berhenti Sebelum Warga Palestina Merdeka)

Tanggal 30 Mei 1967, sesaat setelah penandatanganan kerjasama militer antara Mesir dengan Yordania, Nasir mengingatkan bahwa kerjasama ini bukan sekadar deklarasi.

“Tujuan utama kami adalah menghancurkan Israel. Rakyat Arab ingin perang!” ujarnya saat itu.

Secara politis, apa yang dilakukan Nasir ternyata sangat jitu. Pernyataan itu sukses memompa semangat negara-negara Arab untuk terus mengorbankan peperangan terhadap Israel.

Artikel Terkait