Penulis
Intisari-Online.com - Konflik Hizbullah-Israel yang berlangsung pada bulan Agustus 2006 dan telah memporak-porandakan wilayah Lebanon Selatan untuk mengatasinya perlu kehadiran pasukan PBB (UNIFIL), termasuk pasukan PBB dari Indonesia.
Tapi kehadiran pasukan PBB saat itu berlangsung cukup kontroversial mengingat penugasannya belum jelas.
Ada petinggi PBB yang mengatakan cukup menjaga perdamaian di kawasan penyangga Lebanon Selatan.
Namun, ada juga petinggi PBB yang mengatakan tugas pasukan PBB di Lebanon adalah melucuti persenjataan Hizbullah.
(Baca juga: Luar Biasa! Bermodal Satu Tangan, Mantan Nelayan Ini Borong 5 Emas dan Pecahkan 3 Rekor ASEAN)
Tugas melucuti persenjataan Hizbullah itu kalau memang benar jelas sangat riskan dan terkesan pro Israel.
Untuk tugas melucuti persenjataan para pejuang Hizbullah, Pemerintah Indonesia langsung menyatakan menolak dan tidak akan memberangkatkan pasukan perdamaiannya.
Kontingen Garuda hanya akan berangkat ke Lebanon jika tugasnya jelas-jelas untuk menjaga perdamaian dan semuanya berdasar perintah resmi dari PBB.
Meskipun belum ada kejelasan tentang job discription tentang penugasan pasukan PBB di Lebanon, Pemerintah Indonesia telah menyiapkan 1000 pasukan perdamaian dan satuan tugas ini kemudian diberi nama Kontingen Garuda XXIIIA.
Pasukan ini dilengkapi dengan semua peralatan pendukung seperti ranpur kavaleri lapis baja, alat-alat berat, kendaraan trnsport militer dan logistik, tangki-tangki air minum dan BBM, dan lainnya dengan biaya pengiriman mencapai Rp380 miliar.
Pengiriman pasukan Konga XXIIIA berlangsung pada bulan Oktober 2006.
Negara-negara lain yang saat itu turut mengirimkan pasukan perdamaian PBB ke Lebanon adalah Uni Eropa.
Permintaan PBB untuk mengawal perdamaian di perbatasan Lebanon-Israel memang cukup besar, yakni lebih dari 15.000 pasukan.
(Baca juga: Perang Enam Hari, Mengingat Kembali Sejarah Jatuhnya Yerusalem ke Tangan Israel)
Pasukan Italia yang diberi mandat untuk memimpin pasukan PBB di Lebanon, mengirimkan sebanyak 3.000 pasukan.
Perancis yang mengirimkan 200 pasukan perdamaian dan pernah menjadi serangan bom di Beirut bahkan bersedia menggenapi pasukan perdamaiannya menjadi 2000 personel.
Pada awalnya, Perancis sebenarnya enggan menambahi pasukannya karena pada tahun 1983, 58 pasukan PBB-nya tewas di Beirut dan pada tahun 1990 sebanyak 84 pasukan PBB-nya gugur di Bosnia.
Negara Uni Eropa lainnya yang pada saat itu mengirimkan pasukan PBB demi memenuhi permintaan PBB antara lain Finlandia yang bersedia mengirimkan 250 pasukannya, Spanyol mengirimkan 1000 personel, Belgia mengirim 400 personel, termasuk pasukan yang ahli menjinakkan ranjau, dan tim medis.
Sedangkan negara-negara yang tidak mengirimkan pasukan namun membantu logistik dan pengamanan luar Lebanon adalah Jerman, Belanda, dan AS.
Jerman membantu pengamanan laut Lebanon demikian juga Belanda.Sementara AS yang beberapa kali mengalami kerugian besar akibat banyaknya pasukan AS yang gugur di Beirut dalam aksi bom bunuh diri, tidak mengirim pasukan dan hanya membantu logistik pasukan PBB.
Kehadiran pasukan PBB di perbatasan Lebanon dan Israel yang dimulai pada tahun 2006 itu terus berlanjut hingga saat ini.
Terkait peristiwa genting akibat pemindahan Ibukota Israel ke Yerusalem pada awal bulan Desember 2017, kawasan Lebanon Selatan yang berbatasan langsung dengan Israel pasti akan bergolak mengingat banyak kelompok perlawanan terhadap Israel yang bersembunyi di Lebanon.
(Baca juga: Ternyata Arab Saudi Pernah Minta Palestina ‘Mengalah’ Soal Yerusalem dengan Usulkan Kota Ini Sebagai Ibu Kota)
Dengan demikian potensi konflik di perbatasan Israel-Lebanon itu akan menjadi tantangan sendiri bagi pasukan PBB yang sedang bertugas.
Untuk memenuhi kebutuhan pasukan PBB yang terus meningkat sekaligus mengantisipasi berbagai perkembagan yang sedang terjadi Pemerintah Indonesia sendiri telah melakukan berbagai langkah.
Antara lain membangun fasilitas pendidikan untuk menggembleng calon pasukan PBB, Pusat Misi Pemeliharaan Perdamaian (PMPP) TNI yang berlokasi di Sentul, Bogor Jawa Barat.
Di tempat penggemblengan pasukan PBB ini, pasukan yang sudah lolos seleksi untuk menjadi personel pasukan PBB akan ditempa dengan berbagai materi latihan.
Bermodal berbagai latihan itu, pasukan PBB Indonesia pun makin siap untuk melaksanakan tugas-tugas sebagai pasukan perdamaian.