Penulis
Intisari-Online.com - Pada hari Rabu (29/11/2017) Korut sukses meluncurkan uji rudal balistik Hwasong-15 yang bisa terbang selama 50 menit dan jatuh pada jarak 1000 km di Laut Jepang.
Keberhasilan peluncuran rudal balistik yang makin canggih dan jika daya jelajahnya ditingkatkan bisa menghantam langsung daratan AS dari Korut itu, selain membuat pemimpin Korut Kim Jong Un girang seluruh rakyat Korut juga bangga.
Kim Jong Un merasa girang bukan kepalang mengingat ambisinya untuk mewujudkan Korut sebagai negara produsen nuklir telah terwujud.
Sebaliknya Presiden AS Donald Trump merasa makin berang.
(Baca juga: Ni Nengah Widiasih: Kalau Gagal, Ya, Coba Lagi! Kalau Jatuh, Ya, Bangun Lagi!)
Pasalnya, Korut yang selama ini telah mendapatkan sanksi ekonomi dari PBB ternyata tidak menghiraukan sangsi itu dan tetap nekat melakukan uji peluncuran rudal balistiknya.
Keberhasilan Korut meluncurkan rudal balistik Hwasong-15 yang jelas mampu membuktikan bahwa Korut masih punya dana untuk menggarap program pembuatan rudal balistik dan juga bom nuklir.
Itu artinya bisa menunjukkan bahwa sangsi ekonomi yang telah dijatuhkan oleh PBB kepada Korut tidak mempan mengingat Rusia dan China ternyata tidak mau menerapkannya.
Pada awal bulan Oktober 2017 lalu Presiden Trump yang mengadakan kunjungan ke sejumlah negara di Asia seperti Jepang, Korsel, China, Filiphina, dan Vietnam, telah berusaha ‘’mengajak’’ pemimpin di negara-negara di Asia untuk memboikot Korut secara ekonomi.
Presiden Trump juga sudah bertemu Presiden Rusia Vladimir Putin dalam kesempatan KTT APEC yang digelar di Vietnam.
Target utama Presiden Trump sebenarnya mengajak Rusia dan China untuk sama-sama memboikot Korut sekaligus ‘’minta jaminan’’ kepada kedua negara itu untuk tidak campur tangan jika militer AS terpaksa berperang dengan Korut.
Tapi keberhasilan Korut meluncurkan rudal Hwasong-15 telah membuyarkan semuanya.
AS sebenarnya telah mengambil opsi untuk melakukan tindakan militer karena opsi itu menjadi tidak terelakkan akibat peluncuran rudal balistik Hwasong-15 oleh Korut.
(Baca juga: Tak Terima Dituduh Sebagai Sponsor Terorisme, Korut Langsung Luncurkan Rudal Balistik)
Namun dalam perkembangan terkini Rusia dan China ternyata makin tidak mau berkompromi dengan AS serta malah cenderung ‘’membiarkan’’ Korut melakukan uji peluncuran rudal balistiknya.
Baik Rusia maupun China sebenarnya telah diuntungkan oleh keberanian sekaligus kenekatan Korut yang ingin sekali menyerang AS menggunakan rudal nuklir.
Pasalnya, Rusia dan China yang sesungguhnya merupakan musuh AS tidak perlu repot-repot berkonfrontasi karena sudah diwakili oleh Korut.
Korut sebenarnya merupakan bemper Rusia dan China untuk membendung kekuatan militer AS di kawasan Eropa Timur serta juga perairan di Pasifik.
Jadi agar Korut tetap memiliki dana untuk meningkatkan program nuklir dan teknologi rudal balistiknya, maka Rusia serta China sengaja tidak melaksanakan sanksi ekonomi yang telah dijatuhkan PBB kepada Korut mulai bulan Agustus 2017.
Korut sendiri telah menyadari sikap kooperatif Rusia dan China terhadap Korut sejak Perang Korea (1950-1953) hingga saat ini ternyata tidak berubah.
Dua negara yang secara militer sulit ditandingi oleh AS itu ternyata masih menjadi pelindung setia Korut.
(Baca juga: Tentara Korsel Gunakan Speaker untuk Menginformasikan Tentara Korut yang Dihujani Tembakan oleh Rekannya Sendiri)
Dengan kondisi seperti itu maka Korut makin merasa berada di atas angin dan bisa leluasa melakukan uji peluncuran rudal balistik kapan saja.
Sebaliknya AS yang makin berang juga tidak berani melakukan tindakan militer selama Rusia dan China ternyata lebih suka membela Korut daripada berkompromi dengan AS.