Penulis
Intisari-Online.com – Penggemar wisata jajan tentu hafal dengan gaya Bondan Winarno membawakan acara Wisata Kuliner di teve. "Mak nyusss!" katanya saat memuji sate enak. "Rasanya sueger!" ucapnya di restoran lain.
Sementara di depan teve, penonton hanya bisa menelan ludah. Sebagian mungkin cemburu, "Enak sekali jadi Bondan. Tiap hari makan enak." Tak banyak yang tahu bahwa setelah keluar dari restoran, Bondan menjalani aturan makan yang ketat untuk mengimbangi kebiasaannya makan enak.
Keahliannya di bidang kuliner sudah tak diragukan lagi. Di depan kamera teve, ia bisa menggambarkan rasa masakan yang sedang ia santap dengan deskripsi yang sanggup membangkitkan selera.
Seolah-olah masakan itu terhidang di meja, dekat televisi. Dengan gayanya yang tidak dibuat-buat, ia bisa membuat pemirsa teve sampai ngiler.
(Baca juga: Kabar Duka, Bondan Winarno ‘Maknyus’ Tutup Usia)
Kalau ada orang yang cemburu kepada Bondan, itu wajar. Bagaimana tidak, tiap hari ia selalu kelihatan mengunjungi restoran dan makan yang uenak-uenak. Di stasiun televisi Trans TV, ia menjadi presenter acara Wisata Kuliner.
Di koran, ia menulis tentang makanan. Di internet, bersama komunitas Jalansutra, ia juga bicara tentang makanan. Makan, makan, makan terus. Tapi anehnya, ia selalu tampak sehat-sehat saja.
Badannya juga dari dulu segitu-gitu terus. Kebiasaan makan enak tidak membuat badannya jadi melar. Juga tidak membuatnya masuk rumah sakit karena kolesterolnya berulah di pembuluh koroner.
Dalam hal pengetahuan dunia kuliner, Bondan luar biasa. Untuk urusan ini, ia memang tidak sama dengan kita. Tapi dalam hal metabolisme tubuh, Bondan sama saja dengan kita semua. Tidak luar biasa. Jika ia mengonsumsi kolesterol kelewat banyak, kadar kolesterol darahnya juga bisa melonjak.
Jika makan terlalu banyak, bobot badannya juga bisa naik. Bondan bukan orang sakti yang bisa membuat lemak dan kolesterol cuma numpang lewat di usus, tidak diserap ke dalam tubuh.
Yang membedakan dari kita, Bondan sangat disiplin. Termasuk dalam menerapkan aturan makan.
Lalu, apa rahasianya sehingga ia bisa tetap sehat?
(Baca juga: Bondan Winarno: Membungkus “Nusantara” dengan Mak Nyus)
Know what you eat
Ini adalah prinsip utama yang Bondan terapkan dalam urusan makan. Resepnya singkat, padat, dan mak nyuss! Kelihatan sederhana tapi praktiknya tentu saja tidak segampang mengucapkannya.
Apa pun yang ia makan, Bondan selalu memperhitungkan kandungannya. Jadi, ia tidak hanya pintar membedakan rasa bumbu tapi juga bisa membedakan kandungan karbohidrat, lemak, dan kolesterol di suatu makanan.
Untuk urusan yang satu ini, ia mengaku selalu memperkaya pengetahuannya dengan banyak membaca artikel kesehatan di internet.
Jadi, ia tak hanya piawai membedakan rasa asam dari belimbing wuluh dan buah asam. la juga bisa membedakan kandungan daging ayam dan kulit ayam. Hebat ‘kan? Pengetahuannya dalam ilmu gizi tidak bisa diremehkan.
Makan apa pun, ia selalu memperhitungkan Recommended Dietary Allowances (RDA,) makanan tersebut.
"Anda harus tahu berapa batas jumlah yang boleh dimakan setiap hari. Kalau kita tahu apa kandungan setiap makanan, kita tahu berapa jumlah yang boleh kita makan dengan aman," bebernya.
Sekadar mengingatkan kembali, RDA adalah konsep dalam ilmu pangan yang menyatakan berapa banyak suatu zat gizi sebaiknya dikonsumsi setiap hari. Bagi Bondan, pengetahuan tentang ilmu gizi ini sama pentingnya dengan pengetahuan mengenai seni kuliner.
(Baca juga: Pecel Semanggi, Kuliner Langka Surabaya Yang Datang Dari Benowo)
Pengetahuannya tidak sekadar mengikuti kata orang, yang menurutnya kadang keliru. la memberi contoh, banyak orang takut makan udang karena kandungan kolesterolnya tinggi.
Tapi mereka sama sekali tidak merasa bersalah kalau makan kulit ayam. Padahal, kandungan lemak dan kolesterol di kulit ayam tidak lebih sedikit daripada udang.
Dalam urusan jenis makanan, Bondan tidak tergolong orang yang pilih-pilih. la tidak berpantang ini-itu. Ada, memang, beberapa jenis makanan yang ia batasi secara ketat seperti lemak, emping melinjo, kacang tanah, dan jeroan.
Tapi, ia tidak berpantang seratus persen. Hanya, konsumsinya dibatasi dengan ketat.
Aturannya yang ia pakai sederhana, semua boleh dimakan tapi jumlahnya harus terkontrol. Resep ini terutama ia praktikkan jika tidak mungkin menghindari makanan yang berlemak dan berkolesterol tinggi.
Contoh paling gampang yaitu saat ia sedang syuting acara wisata jajan. Sebagai pembawa acara, tentu ia tidak mungkin bisa menceritakan rasa sate di depannya kalau ia tidak mencicipinya. Mau tidak mau ia harus mencobanya karena ini merupakan keharusan profesi.
Tapi, sekali lagi, ia selalu menggunakan aturan di atas: lemak dan kolesterol tetap dikonsumsi tapi jumlahnya harus terkontrol. Caranya, ia makan sate secukupnya saja asalkan ia bisa bercerita kepada pemirsa teve tentang rasa sate yang sedang ia coba.
Jika satu atau dua tusuk saja sudah cukup, berarti ia tak perlu makan sepiring.
Demi menjaga kesehatan, Bondan tidak lantas anti terhadap makanan tertentu. Menurutnya, terlalu membatasi diri pada makanan tertentu bukan cara yang baik dalam berdiet.
Cara itu dinilai malah akan membuat seseorang mengalami craving (keinginan kuat untuk menyantap makanan tertentu) yang bisa sampai membuatnya lepas kendali.
Detoks 48 jam tiap 2 minggu
Ini resep kedua yang diterapkan Bondan. Sebagai pembawa acara dan penulis wisata boga, ia harus banyak berkunjung ke berbagai restoran dan rumah makan. Jika sedang syuting acara Wisata Kuliner tak jarang dalam satu hari ia harus mencicipi sampai sepuluh jenis makanan!
Jumlah ini tentu tidak main-main untuk seorang kakek yang telah berusia 57 tahun seperti Bondan.
Jika tidak diprogram dengan benar, kegiatan makan seperti ini tentu bisa membuatnya masuk rumah sakit. Tapi Bondan tak punya pilihan. Ini bagian dari risiko kerja.
"Memang ada professional hazard yang saya hadapi dengan program TV ini," ucapnya jujur. la menyebut risiko itu sebagai professional hazard.
Saat memutuskan untuk melakoni profesinya, ia sudah sadar dengan segala konsekuensinya. Setiap profesi punya risiko. Risiko pembawa acara wisata boga tak lain adalah penyakit jantung dan pembuluh darah.
Setelah berburu makanan di berbagai restoran, Bondan secara ajek melakukan detoksifikasi satu kali tiap dua minggu. Detoksifikasi ini dilakukan selama dua hari alias 48 jam.
Selama masa itu, Bondan tidak mengonsumsi makanan padat sama sekali. la hanya minum jus buah dan sayur.
Awalnya, Bondan menerapkan cara ini dengan meniru metode Hollywood 48 Hour Miracle Diet. Jusnya harus dibeli khusus dengan harga yang cukup mahal.
Untuk sekali detoks selama dua hari saja, ia harus mengeluarkan empat lembar uang bergambar Soekarno-Hatta, alias Rp400.000,-.
Untuk menyiasatinya, Bondan lalu mencoba menggantinya dengan jus biasa yang bisa ia beli di pasar swalayan yang harganya relatif lebih murah. Tapi, tidak semua jenis jus ia minum. Ia selalu mengusahakan memilih jus yang unsweetened, tidak memakai pemanis dari jenis apa pun.
Ternyata efek yang ia rasakan tidak beda. jauh Akhirnya, ia melanjutkan kebiasaan detoks dengan jus yang biasa ia beli di pasar swalayan itu. Hasilnya sama, biaya lebih murah.
Jus yang ia minum bervariasi, kadang campuran beberapa jenis jus. Misalnya, jus jeruk, jus mangga, jus belimbing, jus sirsak, jus tomat, dan sebangsanya. Cara konsumsinya sederhana. Tiap dua jam, ia minum jus sebanyak 200 ml.
Tidak ditambah dengan makanan padat apa pun. Bahkan, buah segar pun tidak ia makan, kecuali dijus lebih dulu. Semua aturan ini diterapkan secara disiplin oleh Bondan.
Biasanya, setelah masa detoks selama 48 jam itu, bobot badan Bondan menyusut sekitar 1,5-2 kg. Jumlah yang setara dengan kenaikan berat badannya setelah wara-wiri masuk restoran dan rumah makan selama dua minggu.
Selama detoks, yang dihindari hanya makanan padat. Air putih tetap diminum seperti biasa. Tidak dikurangi sama sekali. Jika selama detoks ia mengurangi minum air putih, penurunan berat badan biasanya lebih tinggi. Tapi efek buruknya, ia kadang mengalami dehidrasi.
Cara detoks ini sudah ia praktikkan selama setahun terakhir. Selama ini cara detoks tersebut cukup berhasil dan aman-aman saja. Berdasarkan pengalamannya, cara di atas tidak membuatnya lemas meskipun ia tidak makan nasi selama dua hari.
"Soalnya di dalam buah terdapat cukup banyak gula alamiah," katanya menerangkan.
Food combining
Ini resep ketiga yang ia praktikkan sehari-hari sejak tahun 2002. Ia mengaku memilih metode ini karena merasa cocok. Juga karena food combining ia anggap masuk akal. "Saya tidak mau diet yang tidak masuk akal. Bisa berbahaya," katanya.
Prinsip dari cara diet ini, protein dan karbohidrat tidak boleh dimakan bersama. Jika menu makan siangnya karbohidrat, maka ia menghindari protein.
Contoh menunya, mi kuah dengan sayur, nasi goreng plus sayur, roti dengan salad, dan kombinasi lain tanpa daging (protein hewani).
Lalu, untuk makan malamnya, Bondan memilih menu berprotein dengan sayur. Contohnya, daging sapi dengan sayur, daging ayam dengan sayur, ikan dengan sayur, atau kombinasi lain yang tidak menyertakan karbohidrat (seperti nasi atau mi).
Saat awal mempraktikkan metode diet ini, Bondan membuat daftar menu bulanan. Daftar menu ini ia ajarkan kepada pembantunya yang bertugas memasak di rumah.
"Tapi sekarang pembantu saya sudah tahu apa yang sebaiknya saya makan," kata "kepala suku" komunitas Jalansutra ini.
Bondan menilai, cara ini hanya bisa dilakukan oleh mereka yang disiplin. Orang yang manja dan tidak disiplin dijamin akan gagal dengan diet cara ini. Sebab, cara ini akan sangat mengurangi kenikmatan makan.
Apa enaknya makan rendang tanpa nasi? Tapi Bondan punya cara sederhana buat mereka yang ingin mengikutinya. "Coba dulu biasakan makan dengan cara ini. Kalau sudah terbiasa, gampang," ujar sang penggemar masakan padang.
Mental note
Sebagai seorang "pengelana boga", Bondan memang harus mencoba banyak jenis makanan. Jika tidak diatur, bisa saja ia mengonsumsi satu jenis makanan dalam jarak waktu yang terlalu dekat.
Untuk mencegah itu, ia membuat mental note. Misalnya, jika hari ini ia makan gulai otak, maka ia membuat catatan di otaknya untuk tidak makan otak dalam waktu tiga bulan mendatang.
Bondan sangat disiplin dengan apa yang telah ia tekadkan.
Olahraga rutin
Selain pola makan yang disiplin, Bondan juga rajin berolahraga di rumah. Olahraga favoritnya, berjalan kaki di seputar kompleks rumah di kawasan Sentul, tiap pagi selama satu jam.
Latihan fisik lainnya, bersepeda statis sambil nonton teve, dan berenang di kolam di halaman belakang rumah, bersama cucu-cucunya.
Tes darah tiap 6 bulan
Profesinya mengharuskan Bondan banyak mengonsumsi lemak dan kolesterol. Untuk mencegah terjadinya penumpukan lemak dan kolesterol, Bondan juga secara rutin melakukan tes darah tiap enam bulan.
Dengan tes ini, ia bisa memantau apakah kadar lemak darah dan kolesterolnya sudah berada di batas yang perlu dikoreksi.
Pantang daging hewan yang dilindungi
Bondan tidak berpantang daging karena alasan lemak dan kolesterol. Tapi, ia mengaku tetap punya pantangan, yaitu daging hewan yang dilindungi.
Misalnya, daging penyu berikut telumya. la juga berpantang terhadap terhadap daging hewan yang diproses dengan cara yang tidak manusiawi.
"Daging ular juga saya tolak. Masih banyak protein yang 'normal', kenapa harus cari yang aneh-aneh," katanya beralasan.
la mengaku sering ditawari makanan aneh seperti ini. Tapi ia selalu menolaknya dengan halus. Pernah satu kali ia tertipu, makan daging monyet. Ya, lagi-lagi itu risiko profesi.
Gendut jika syuting terus
Bondan memang tidak bisa dibilang langsing. "Berat badan saya sudah dua minggu ini berkisar di 75 - 76 kg. Memang gendut sih," katanya sambil tersenyum.
Biasanya ia mempertahankan bobot badannya di kisaran 73 - 74 kg. Jika jadwal syutingnya normal (seminggu syuting, seminggu libur), ia biasanya bisa bertahan di kisaran ini.
Kebetulan, untuk kejar tayang Bulan Ramadan, ia syuting setiap hari sehingga berat badannya pun sedikit di atas 74 kg. Ya, memang risiko profesi.
Karena itu, ia mengaku berencana untuk tidak terus-menerus menjalani profesi ini dengan frekuensi seperti sekarang.
"Mungkin setahun lagi, sudah bisa diturunkan frekuensi tayangnya. Bukan lagi tiap hari tapi seminggu sekali," ungkapnya.
(Ditulis oleh M. Sholekhudin. Seperti pernah dimuat di Majalah Menu Sehat – Intisari)