Guderian, Bapak Perang Tank Nazi yang Tak Pernah Dijatuhi Hukuman oleh Sekutu Meski Dilabeli Penjahat Perang

Ade Sulaeman

Penulis

Intisari-Online.com - Heinz Wilhelm Guderian yang dikenal sebagai panglima pasukan tank Nazi merupakan pionir dari taktik dan strategi perang ranpur lapis baja.

Tapi siapa sangka, pria kelahirann Prussia ini memulai perjalanan karir militernya justru sebagai prajurit infanteri dan bukan dari unit lapis baja.

Banyak tokoh militer di era PD II merupakan veteran prajurit dari PD I . Salah satu di antaranya adalah Heinz Wilhelm Guderian.

Guderian, begitu biasa disebut, memulai kehidupan militernya dalam unit komunikasi pasukan Jerman di era PD I.

(Baca juga: Paul Hausser, Panglima Perang Nazi yang Berani Melawan Hitler dan Kehilangan Satu Mata saat Bertempur)

Berdasar pengalaman tempur PD I, Guderian sadar bahwa betapa peting unsur komunikasi dalam memenangkan suatu pertempuran.

Ketika pertempuran di Verdun Prancis pecah pada tahun 1916, Guderian merupakan staf di satuan Crown Prince.

Pertempuran di Verdun yang didominasi perang parit itu membawa hikmah tersendiri.

Bagi Guderian pertempuran darat di masa mendatang bakal digelar dengan cara lain dan bukan lagi dalam bentuk perang parit.

Untuk memahami peperangan di masa mendatang, Guderian dengan tekun mempelajari buku tentang teori pertempuran yang ditulis oleh dua orang Inggris yaitu Liddell Hart dan Fuller.

Guderian benar-benar terkesan dengan konsep buku tentang peperangan di darat yang menekankan bahwa satuan lapis baja bermotor merupakan unsur utama pasukan darat dan bukan sekadar pendukung gerakan infanteri.

Pada masa itu Guderian kebetulan memangku jabatan sebagai komandan batalyon bermotor AD Jerman.

Di sela-sela kesibukannya ia menyempatkan diri untuk menulis buku berjudul Achtung-Panzer!

(Baca juga: Sempat Ditolak jadi Pilot, Otto Skorzeny Malah Sukses Jadi Ahli Sabotase Nazi yang Bikin Pusing Sekutu)

Isinya tak lain merupakan analisa tentang kesuksesan dan kegagalan Sekutu saat memakai elemen lapis baja dalam PD I.

Ketika Adolf Hitler mulai memegang kekuasaan di Jerman, Guderian dianggap sebagai salah satu orang militer berbakat dan idenya cukup membuat hati sang Fuhrer tertarik.

Tahun 1935 ia dipromosikann menjadi komandan divisi lapis baja ke-2 AD Jerman (2nd Panzer Division).

Promosi ini sekaligus jadi pmbuka jalan baginya untuk menerapkan segala ide tentang satuan lapis baja yang ada di kepalanya.

Terobosan-terobosan yang dilakukan dalam membangun unit-unit lapis baja AD Jerman membuat karier militer Guderian melejit makin cepat.

Ketika Hitler memerintahkan penyerbuan ke Polandia (1939), ia memimpin korps lapis baja ke-19 AD Jerman (XIX Panzer Corps) dan sukses.

Satuan lapis baja ini kembali dilibatkan dalam serbuan ke Perancis tahun 1940.

Berbekal semua pengetahuan yang dimiliki sebelumnya, seperti kerapian komunikasi, pelajaran dari pasukan Sekutu semasa PD I plus kecepatan gerak, Nazi Jerman akhirnya berhasil menjebol garis pertahanan Sekutu di Perancis.

(Baca juga: Soal Kegigihan, Baiknya Kita Berkaca pada Pasukan Gunung Nazi Ini yang Terus Bertempur Walau Tertekan)

Pasukan lapis baja Guderian bergerak secepat kilat merangsek menyeberangi Sungai Meuse, tanpa menunggu dukungan jembatan ponton dari satuan-satuan zeni AD Jerman.

Manuver kilat Guderian ini membuat kekuatan darat Sekutu terbelah dua dan pasukan yang dipimpinnya sudah mencapai garis pantai Perancis hanya dalam tempo delapan hari.

Perancis sendiri bisa dikuasai Nazi Jerman hanya dalam waktu enam minggu .

Sebagai ganjaran atas kehebatannya di lapangan, Hitler kembali mempromosikan pangkat Guderian menjadi Jenderal.

Biarpun sudah menjadi perwira tinggi, Guderian tetap diperintahkan untuk turun langsung ke lapangan.

Medan tempur yang kemudian dihadapinya adalah Rusia.

Dalam operasi ini Guderian memegang satu grup dari empat grup panzer yang dimiliki Nazi Jerman.

Unit yang dipimpinnya itu mengusung nama Panzer-armee Guderian atau kemudian lebih dikenal dengan kode 2nd Panzer Army.

Seperti saat bertugas di Eropa Barat, Guderian juga bertempur dengan unsur kecepatan.

Dalam waktu singkat pasukannya mampu masuk ribuan kilometer ke dalam wilayah Rusia.

Enam miggu kemudian pasukan panzer Guderian sudah sampai 200 km dari ibukota Rusia, Moskow.

Gerakan cepat menembus pertahanan lawan yang dilakukan Guderian ini membuat ia kerap dijuluki prajuritnya sebutan “hurry-on Heinz”.

Kesempatan untuk merebut ibukota Rusia rupanya malah dianggap sepi oleh Hitler.

Sang Fuhrer justru berkeinginan untuk menggeser pasukan panser Guderian ke front Selatan.

Guderian sebenarnya kurang setuju dengan keputusan ini.

Friksi di antara keduanya memuncak menyusul serangan balik dari Rusia.

Sebagai puncaknya, sejak Februari 1943 Hitler akhirnya memindahkan posisi Guderian tak lebih sebagai inspektor untuk seluruh unit-unit Panzer.

Suatu posisi yang otomatis memutus mata rantai Guderian dengan pasukannya.

Sejak saat itu hubungan keduanya tak pernah pulih lagi.

Upaya Hitler mengangkat Guderian sebagai kepala staff (chief of the general staff) setelah insiden percobaan pembunuhan sang Fuhrer pada Juli 1944 tak bisa membangkitkan lagi semangat perang Guderian.

Tepat 21 Maret 1945 ia mengundurkan diri dari jabatannya.

Setelah Jerman jatuh, AS menangkap Guderian sebagai penjahat perang.

Namun demikian Sekutu tak pernah menjatuhkan sanksi apapun.

Sekutu malah menghormati Guderian sebagai seorang pakar taktik perang lapis baja yang dikembangkan dari Sekutu.

Bapak perang tank asal Jerman ini akhirnya wafat 14 Mei 1954 karena sakit.

Selama hayatnya Guderian sempat menulis tujuh buku tentang taktik perang darat yang kemudian menjadi acuan bagi pasukan Sekutu.

Artikel Terkait