Mau Kapan Lagi? Sekaranglah Waktunya Anda Menghentikan Kebiasaan Jam Karet Sebelum Terlambat

Moh Habib Asyhad

Penulis

Intisari-Online.com -Apakah Anda sering terlambat datang dalam menghadiri acara, pekerjaan atau, pertemuan lainnya?

Tidak sedikit orang yang akhirnya buru-buru sampai ke tempat tujuan dengan berkeringat dan pakaian yang kacau.

Laiknya budaya, “jam karet” telah menjadi kebiasaan dan bisa jadi selalu berasal dari pribadi masing-masing.

Berbagai cara sudah ditempuh untuk memacu diri supaya tidak malas dan dapat hadir di kantor atau acara lain tepat waktu.

(Baca juga:Anda Menderita Bruksisme? Segera ke Dokter Gigi Sebelum Terlambat!)

(Baca juga:Pasangan Lansia Ini Buktikan Bahwa Tidak Pernah Ada Kata Terlambat untuk Temukan Cinta Sejati)

Namun tak banyak yang akhirnya berhasil dan membuat kebiasaan baru yang lebih baik.

Berikut ini adalah beberapa cara membiasakan diri untuk berhenti menunda dan membiasakan tepat waktu.

Sadarilah bahwa Anda memiliki masalah

Marelisa Fabrega, seorang blogger pertumbuhan pribadi dan produktivitas, pernah menulis, langkah pertama untuk tepat waktu adalah menerima diri bahwa kita memiliki masalah dalam ketepatan waktu.

Menyadari ada suatu hal yang perlu dibereskan menjadi langkah berikutnya.

Dengan menerima kenyataan bahwa kita memang sering terlambat, kita akan mudah menyadari masalahnya.

Kenapa kita sering terlambat? Apakah karena bangun terlalu siang, makan terlalu lama, terjebak macet, atau karena hal lainnya?

Jika sudah menemukan alasan di balik keterlambatan, tanyakan pada diri Anda, “Apakah ini menjadi masalah saya?”

Kalau Anda mengakui hal tersebut sebagai masalah, saatnya Anda memperbaiki hal tersebut.

Mencari tahu “Mengapa”

Tidak semua orang yang sering terlambat memiliki alasan “menunda”.

Bagi sebagian orang, bisa jadi terlambat karena hal-hal sepele seperti mencari kunci mobil, tersesat, atau bahkan lupa dengan pertemuan tersebut.

Namun ada juga orang-orang yang ‘suka’ terlambat.

Seperti adrenalin mengalir dalam nadi mereka jika hampir terlambat, hal ini rupanya juga banyak dianut orang-orang yang sering melakukan SKS (Sistem Kebut Semalam) dalam menyelesaikan tugas.

Banyak alasan untuk terlambat, seperti ‘Saya akan tidur setelah membereskan kamar’, ‘Saya akan membeli kopi sebelum datang ke sana supaya tidak mengantuk’ dan alasan-alasan lainnya.

Beberapa ahli menyebut ini sebagai “One More Task Syndrome”.

Ini adalah kondisi di mana seseorang berusaha menyelesaikan satu hal tambahan sebelum beranjak ke bagian lain.

Hal ini tentu saja bisa membuat rentetan keterlambatan bagai kartu domino.

(Baca juga:Lebih Khawatirkan Anak Tidak Sarapan Dibanding Anak Terlambat Datang ke Sekolah!)

(Baca juga:Beragam Masalah Jika Sering Terlambat Makan)

Katakan ‘tidak’ pada hal-hal yang tidak esensial

Ada banyak hal yang menghambat waktu kerja, mulai dari pemberitahuan di sosial media, hingga permintaan dari orang lain yang tidak harus diselesaikan sekarang.

Riset menunjukkan jika manusia cenderung mencoba melakukan banyak hal pada satu waktu bersamaan (disebut polychronicity) yang justru membuat keterlambatan dalam bekerja.

Sekarang Anda harus mencoba lebih realistis dalam merencanakan jadwal harian.

Misalnya pada siang hari, hal apa saja yang bisa dikerjakan, bukannya menjejalkan banyak rencana namun pada akhirnya tidak terlaksana.

Fokus adalah kunci utama dalam masalah ini.

Bila sedang mengerjakan sesuatu kemudian ada notifikasi pesan misalnya tentang online shop yang menjual baju-baju baru, Anda dapat menunda melihatnya sampai memiliki waktu yang pas.

Persiapan untuk kesuksesan

Mempersiapkan diri sebelumnya adalah kuncinya.

Misalnya pada malam hari mempersiapkan pakaian yang akan dipakai untuk esok hari.

Hal ini akan membuat kita dapat langsung berpakaian daripada menunggu lagi untuk memutuskan pakaian apa yang sebaiknya dipakai hari ini.

Persiapan ini juga berlaku untuk hal lain, misalnya dokumen, berkas, dan lain-lain.

Perkirakan hal yang buruk (dan cara mengatasinya)

Para ahli mengatakan bahwa sebaiknya Anda merencanakan untuk datang lebih awal daripada tepat waktu.

Merujuk pada pernyataan itu, memang kita tidak pernah tahu akan ada kejadian apa di waktu kedepan.

Misalnya macet parah yang sebelumnya tidak pernah terjadi, mobil mogok, kecelakaan, dan sebagainya.

Jangan lupa juga untuk menyiapkan ‘rencana’ apa yang sebaiknya dilakukan jika terjadi masalah.

Misalnya menempuh jalan yang lain, yang sedikit lebih jauh namun bebas hambatan, dan sebagainya.

Jika kita dapat tiba dengan waktu ‘menunggu’ lebih banyak, hal itu akan mengurangi stres selama perjalanan.

Pastikan waktu yang sebenarnya

Ini adalah salah satu kebiasaan yang buruk: mempersingkat waktu.

Seperti melihat di GPS waktu tempuh perjalanan adalah 20 menit, dan Anda berkata, “Saya akan sampai dalam 10 menit.”

Hal ini sebenarnya adalah salah satu contoh dari fenomena psikologi yang disebut planning fallacy alias kesalahan perencanaan.

Penelitian mengungkap bahwa orang cenderung meremehkan berapa lama waktu untuk mengerjakan sesuatu bedasarkan pengalaman masa lalu.

DeLonzor menyebutnya sebagai “magical thingking” alias pemikiran magis, sebagai cara orang dewasa yang suka terlambat untuk memanjakan diri.

Cara mengatasinya adalah belajar untuk lebih realistis.

Misalnya, sebuah pekerjaan mungkin dapat diselesaikan dalam waktu 1 jam, namun 1.5 jam rasanya lebih realistis untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

Optimis dalam mengerjakan sesuatu memang perlu, namun ‘terlalu optimis’ kadang kala akan membawa kesulitan bagi Anda.

Gunakan waktu menunggu secara bijak

Menunggu merupakan waktu yang sangat membosankan.

Hal ini kadang ditakuti sebagian orang. Sampai mungkin secara tidak sadar muncul pemikiran “sebaiknya terlambat sedikit daripada harus menunggu lama”.

Menunggu, bagi sebagian orang terlihat canggung bahkan menyedihkan.

Seolah mereka menyia-nyiakan waktu sendirian, dan dilihat orang lain ‘menyedihkan karena sendirian’.

Fabrega menuliskan, “Waktu menunggu tidak sama dengan membuang waktu.”

Anda dapat memanfaatkan waktu menunggu dengan bijak.

Seperti membaca buku, mendengarkan lagu, atau mengerjakan dokumen dalam ponsel, atau hal lain yang perlu Anda kerjakan atau sukai.

Hal ini rasanya lebih baik daripada mencari-cari kesibukan seperti memeriksa sosial media atau bermain game dalam ponsel.

Waktu menunggu malah boleh jadi menjadi waktu berkualitas Anda dengan diri sendiri.

(Natalia Mandiriani)

Artikel Terkait