Find Us On Social Media :

Belajar dari Perang Korea, Jika Korut Tiba-tiba Menyerang, Itu Hanya Seperti Sejarah yang Terulang

By Ade Sulaeman, Sabtu, 28 Oktober 2017 | 16:30 WIB

Bom napalm AS saat dijatuhkan ke Korut dalam Perang Korea

Intisari-Online.com - Ketika berlangsung Perang Korea (1950-1953), pasukan Korut melancarkan invasi dadakan ke wilayah Korsel dengan target menguasai Seoul.

Saat itu militer Korut tahu betul bahwa kekuatan pasukan yang berada di Korsel lemah.

Kekuatan militer Korsel saat itu hanya sekitar 38.000 personel yang terbagi ke dalam empat divisi.

Keempat divisi pasukan Korsel itupun berada pada posisi tersebar sehingga secara militer kekuatan pasukan Korsel tidak utuh dan rawan menghadapi serbuan lawan yang dilakukan secara kilat dan besar-besaran (blitzkrieg).

(Baca juga: Suka Seenaknya Beretorika, Trump Tak Hanya Bikin Korut ‘Ngotot’ Tapi Juga Bikin Rusia ‘Senewen’)

Kelemahan lain, pasukan Korsel juga tidak memiliki satuan tank dan artileri.

Akibatnya secara kemampuan tempur, selain tak memahami cara pengoperasian tank atau meriam artileri pasukan Korsel juga tidak mengetahui cara yang tepat untuk melumpuhkan tank.

Sewaktu pasukan tank Korut melaju dan melabrak apa saja rintangan yang dipasang, pasukan Korsel yang hanya bisa ketakutan akhirnya memilih melarikan diri.

Sebanyak 500 tenaga militer AS yang bertugas menjadi penasehat militer di Korsel juga tak bisa berbuat banyak karena tak memiliki senjata yang memadai guna menghadang pasukan Korut.

Yang lebih fatal, dan kelemahan itu diketahui betul oleh mata-mata Korut, pasukan AS yang berpangkalan di Korsel telah ditarik ke Jepang atau AS satu tahun sebelumnya.

Ambisi Korut menyerbu Korsel adalah menyatukan Korea sebagai negara komunis dan langkah itu didukung oleh Uni Soviet dengan menyuplai senjata-senjata paling mutakhir di era itu.