Find Us On Social Media :

5 Kisah Unik di Balik Sumpah Pemuda, saat Sekat-sekat Kedaerahan Mulai Dikikis

By Ade Sulaeman, Sabtu, 28 Oktober 2017 | 09:00 WIB

Kongres Pemuda ke-2 pada 27-28 Oktober 1928 menghasilkan naskah Sumpah Pemuda.

Intisari-Online.com - Dalam buku sejarah kita masih ingat soal Jong Ambon, Jong Java, Jong Sumatra, Jong Celebes.

Ya, sifat anak muda di zaman kapan pun suka berkumpul.

Hanya beda cara dan isi pembicaraan saat kumpul-kumpul itu. Dulu ramai saling berkata-kata, kini (mungkin) diam saling senyum simpul sendiri menatap layar ponsel.

Usia mereka masih belia. Masuk 20-an. Bahkan ada yang masih di bawah 18 tahun. Latar belakang mereka berbeda-beda.

(Baca juga: Sumpah Pemuda: Pemuda-pemudi Inspiratif Indonesia)

Mereka mengobrol bisa dalam bahasa Belanda karena mengenyam pendidikan Belanda, bahasa daerah masing-masing, atau bahasa Melayu - bahasa pergaulan masa itu.

Dipicu oleh gerakan yang dilakukan oleh mahasiswa Indonesia di Belanda - antara lain Muhammad Hatta - yang menelurkan Manifesto Politik pada 1925, para pemuda di Hindia Belanda pun mulai berbicara soal kemerdekaan, persamaan, dan persaudaraan di antara sesama warga jajahan.

Sekat-sekat kedaerahan mulai dikikis

Tanggal 30 April – 2 Mei 1926 diadakan Kongres I Pemuda Indonesia di Jakarta. Beberapa kali pidato tentang pentingnya Indonesia bersatu bergaung di sini.

Disampaikan pula tentang upaya-upaya memperkuat rasa persatuan yang harus tumbuh di atas kepentingan golongan, bahasa, dan agama.

Selanjutnya, dibicarakan juga tentang kemungkinan bahasa dan kesusastraan Indonesia kelak di kemudian hari.