John F. Kennedy, Pahlawan Perang yang Nyaris Tewas di Lautan Setelah Dihantam Kapal Perang Jepang

Moh Habib Asyhad

Penulis

Selama 6 hari JFK dan anak buahnya hidup dari buah kelapa yang jumlahnya melimpah dan akhirnya bisa selamat setelah tim penolong datang.

Intisari-Online.com -Saat Perang Dunia II John F Kennedy dikenal sebagai prajurit yang pemberani. Ia mengawaki kapal cepat bersenjata torpedo (Patrol Torpedo/PT) bernomor lambung PT-109 untuk melawan kapal-kapal perang Jepang.

Sebelum dikomandani oleh Letnan John F. Kennedy, kapal PT-109 yang mulai dioperasikan pada tahun 1942 itu berpangkalan di New York Naval Shipyard, Brooklyn, AS.

Kapal yang memiliki pajang badan 80 kaki dan berbobot 40 ton ini dipersenjatai empat torpedo Mark VIII, senapan mesin antipesawat 20 mm, dua senapan mesin 12,7 mm dan meriam kaliber 37 mm.

(Baca juga:Kabar Bahagia, Donald Trump Izinkan Pengungkapan Dokumen Pembunuhan John F. Kennedy)

Kecepatan maksimal PT-109 adalah 27 knot (50km/jam) dan jauh di bawah kecepatan kapal destroyer serta penjelajah Jepang yang jadi buruannya.

Armada PT yang ditugaskan menyergap kapal-kapal perang yang lebih besar dan cepat itu bisa berfungsi efektif jika melalui serangan hit and run.

Tapi jika sampai terhantam meriam destroyer (kapal perusak), kapal PT yang terbuat dari bahan plywood dan berbahan bakar bensin itu akan meledak dan membunuh para awaknya.

Oleh karena itu kapal-kapal PT yag dikerahkan Sekutu dalam PD II serig mendapat julukan “plywood coffin” atau peti mati.

Kapal PT-109 mulai dioperasikan ke medan perang ketika berpangkalan di Panama dan bergabung pada MTB Squadron Five.

Tanggal 26 Oktober 1942 Skadron MTB itu disatukan ke armada MTB Squadron Two (Ron 2) dan dikirim ke Kepulauan Solomon untuk bertempur melawan kapal-kapal perang Jepang yang sering melintas di jalur Tokyo-Guadalcanal (Tokyo Express).

Di Solomon, komandan pertama yang memimpin PT-109 adalah Letnan Rollin E Westholm.

Pada awal Desember, PT-109 bersama tujuh kapal ainnya melancarkan sergapan terhadap konvoi destroyer Jepang.

Setelah terjadi pertempuran laut yang seru, PT-59 terhantam peluru meriam dan rudak parah.

Sedangkan konvoi destroyer yang sempat buyar itu akhirnya lolos dari sergapan torpedo dan segera menghilang dari perairan Solomon.

Pertempuran sengit yang melibatkan PT-109 terjadi lagi pada malam 1-2 Februari 1942.

(Baca juga:Ternyata Tenggelamnya Kapal Titanic dan Terbunuhnya Kennedy Bersaudara Sudah Diawali dengan Firasat yang Justru Diabaikan)

Sebanyak 20 destroyer yang baru saja menurunkan logistik dan pasukan di Guadalcanal dihadang oleh 11 PT di Savo Island.

Dalam pertempuran yang tak seimbang itu PT-111 dan PT-37 karam sesudah dihantam meriam destroyer sementara pesawat tempur Jepang berhasil merusakkan tiga PT lainnya.

Kapal-kapal yang rusak itu kemudian ditarik ke pangkalan oleh PT-109.

Pada 21 Februari 1943 komandan PT-109, Letnan Westholm digantikan oleh Ensign (Letnan Muda) Bryant L Larson dan dikirim ke palagan Russel Island.

Tugasnya antara lain mengangkut petinggi militer Kolonel E J Farrel ke Renard Sound.

Tak lama kemudian komandan PT-109 dijabat oleh Ensign Leonard J Thom dari Korp USNR.

Saat itu PT-109 akan dipasangi radar yag mampu menjejak kapal perang tapi kemudian tak jadi karena kurang cocok.

Ketika Ensign Thom dipromosikan ke divisi lainnya, PT-109 dikomandani oleh Letnan John Fitzgerald Kennedy (JFK) yang kelak akan menjadi presiden AS terpopuler.

Ketika JFK diagkat sebagai komandan kapal PT-109 pada 24 April 1943 kondisi medan perag Guadalcanal sedang genting.

Tugas awal JFK dan 12 rekannnya adalah mendukung operasi Sekutu saat menginvasi pulau Rendova.

Beberapa hari kemudian tepatnya pada 2 Agustus 1943, PT-109 dan 14 kapal PT lainnya diperintahkan menuju perairan antara Ferguson Passage dan Selat Blackett untuk menghadang kapal-kapal perang Jepang.

Jalur sibuk Tokyo Express itu merupakan perairan yang berlokasi dekat dengan New Georgia di Kepulauan Solomon.

Dalam pertempuran awal, 15 PT ternyata gagal menenggelamkan destroyer-destroyer Jepang karena kurang koordinasi dan cara kerja torpedo yang tidak akurat.

(Baca juga:Hercules C-130B, Soekarno, John F. Kennedy dan CIA

Semua PT pun diperintah berkumpul lagi untuk melakukan rekoordinasi.

PT-109 yang mendapat perintah itu mulai bergerak ke pangkalan pada pukul 02.00 sambil melaksanakan patroli.

Di malam yang gelap gulita dan tanpa terang bulan itu, awak PT-109 berlayar dengan satu mesin untuk menghindari besarnya riak air sehigga tidak mudah dideteksi pesawat tempur Jepang.

Awak PT-109 yag berlayar tanpa dilengkapi radar tiba-tiba mendegar deru mesin kapal destroyer yang melaju pada kecepatan antara 50-75km/jam.

Semua awak termasuk JFK terkejut ketika melihat sebuah kapal destroyer Jepang bernama Amagiri, yang sedang melaju ke arahnya dan jaraknya makin mendekat.

Tak ada waktu untuk menyalakan mesin kedua dan menghindar apalagi menembakkan torpedo mengingat jaraknya yang terlalu dekat.

Tabrakan bak gajah menerjang kancil pun terjadi. Amagiri yang melaju pada kecepatan tinggi karena sedang berusaha meghindari kejaran armada PT sontak menghantam telak PT-109 yang melaju lambat pada kecepatan sekitar 34km/jam.

Akibat tabrakan itu badan PT-109 terbelah dua dan meledak terbakar.

Para awaknya terlempar ke laut, dua di antaranya adalah pelaut bernama Andrew Jackson Kirksey dan Harold W Marney dinyatakan hilang.

Dalam kondisi terluka awak kapal PT lainnya berusaha keras menyelamatkan diri dengan cara berenang ke pulau terdekat.

Sebagai komandan kapal, JFK menunjukkan tanggungjawabnya. Kendati dalam keadaan terluka JFK berenang sejauh enam kilometer sambil mendorong anak buahnya yang terluka parah, yakni, Mc Mahon ke sebuah pulau kecil bernama Plum Pudding.

Setelah berhasil mengumpulkan semua anak buahnya di pulau yag tak berpenghuni dan tanpa makanan serta air itu, JFK terjun ke laut untuk mencari pulau yang ada bahan makanan dan air.

Berkat pelampung dan kemahiran berenang yang diperolehnya sewaktu kuliah di Harvard University, JFK berenang bolak balik sejauh 4km menuju pulau Naru dan Olasana.

Di pulau Olasana, JFK menemukan apa yang dicari. Pulau yang masih alami itu dipenuhi pohon kelapa yang dapat dimakan dan diminum buahnya.

Seteah membat rakit darurat, JFK pun menghela semua anak buahnya ke plau Olasana.

Selama 6 hari JFK dan anak buahnya hidup dari buah kelapa yang jumlahnya melimpah dan akhirnya bisa selamat setelah tim penolong datang.

Artikel Terkait