Find Us On Social Media :

Berkali-kali Terhindar dari Maut, Namun Justru oleh Kumanlah Nyawa Jenderal Soedirman Terenggut

By Ade Sulaeman, Kamis, 5 Oktober 2017 | 17:30 WIB

Intisari-Online.com - "Waktu rasanya berjalan amat kencang," tulis Oetojo lagi, yang waktu itu bertugas sebagai anggota regu pengawal Panglima di rumah dinas Pak Dirman di Bintaran Tengah, Yogya.

"Ketika matahari sudah mulai menyengat, seorang kapten keluar dari rumah membawa secarik kertas dari Pak Dirman ke pos jaga tempat saya bertugas. Saya harus membacakan isinya, berupa tulisan tangan, kata demi kata lewat telepon di rumah jaga ke RRI Yogya agar disiarkan ke seluruh negeri."

Isi pokoknya ialah perintah kilat kepada seluruh angkatan perang bahwa RI diserang Belanda lewat lapangan terbang Maguwo.

Semua anggota TNI harus menjalankan tugas masing-masing sesuai rencana yang sudah ditetapkan.

Tidak lama kemudian, Ajudan Panglima, Kapten Soepardjo Roestam, diutus ke Gedung Agung untuk menyampaikan kepada Presiden agar bersiap-siap meninggalkan kota.

(Baca juga: HUT TNI: Jenderal Soedirman, Sang Guru yang Jadi Panglima Besar)

Gedung Agung di Jalan Malioboro, di tengah kota, adalah bekas kediaman Gubernur Belanda yang ditempati Presiden RI zaman perang kemerdekaan.

Tetapi, sampai siang hari, Kapten Soepardjo belum kembali.

Karena habis kesabarannya, Pak Dirman memutuskan untuk berangkat sendiri ke Gedung Agung.

Dalam keadaan sakit dan masih mengenakan piyama ditutup mantel tentara warna hijau, dengan blangkon (ikat kepala) wulung (hitam), ia hendak menemui Presiden Soekarno untuk mendapatkan keputusan, kebijakan apa yang harus diambil dalam situasi gawat ini.

Namun, setiba di Gedung Agung, Pak Dirman tidak dapat segera bertemu dengan Presiden, karena harus menunggu dimulainya sidang kabinet di ruang tamu.

(Baca juga: HUT TNI: Jenderal Soedirman, Jenderal yang Tak Sudi Dilecehkan dan Biasa Ambil Risiko)

Sementara itu, serangan udara Belanda makin gencar.