'Harus Ada ‘Second Jawa’ Jika Indonesia Mau Berkembang'

Ade Sulaeman

Penulis

Intisari-Online.com - Matahari belum menampakkan ronanya pada Minggu (1/10/2017) pagi itu. Padahal, jarum jam sudah menunjukkan pukul 07.00 WIB.

Namun, sejumlah 2.500 peserta Festival Jalan Tol yang digelar PT Jasa Marga (persero) Tbk, tak hilang semangatnya untuk mengikuti jalan santai, sepeda santai, dan beragam kegiatan lainnya.

"Ini kali pertama saya mengikuti sepeda santai di jalan tol. Saya gembira, akhirnya Sumatera Utara bisa punya tol yang panjang seperti di Jawa sana. Ini solusi memecah kemacetan," tutur Christo Silitonga.

Warga Binjai ini sudah sejak subuh tiba di Gerbang Tol Kualanamu, sebagai lokasi pusat kegiatan Festival Jalan Tol 2017.

Dia bersama istri dan kedua putranya menyambut festival ini dengan antusias.

Lebih dari itu, Christo yang bekerja di sebuah bank pemerintah, punya keinginan lain yakni menjajal Jalan Tol Medan-Kualanamu-Tebing Tinggi.

Sebelumnya, dia sudah pernah melintasi Tol Belawan-Medan-Tanjung Morawa, dan Tol Medan-Binjai.

"Nah, yang ini kan tol terpanjang se-Sumatera. Saya bangga bisa menjadi bagian yang mencoba jalan ini," kata dia.

Hal senada dikemukakan tiga sekawan Wanny Ng, Rosmaidar, dan Tony Susanto.

Menurut mereka yang sehari-hari bergulat dengan kemacetan di Deli Serdang dan Medan, kehadiran tol yang akan diresmikan dalam dua pekan ke depan ini sangat penting dan mendesak.

"Bayangkan, tiap hari kami harus menempuh waktu 3 jam untuk jarak hanya 20 kilometer. Rumah kami di Cemara Asri, Deli Serdang. Sangat menyita waktu," ungkap Rosmaidar.

Karena banyak waktu terbuang, banyak kegiatan pula yang akhirnya urung dilaksanakan.

Kegiatan itu tak hanya berupa bisnis, melainkan juga aktivitas sosial, keagamaaan, budaya dan lain-lain.

"Antar jemput anak sekolah menjadi terhambat, datang ke kantor pun seringkali terlambat. Ini menyita waktu. Kami senang, ada tol ini. kalau bisa selain tol, pemerintah juga memperbaiki jalan non-tol yang rusak berat. Lihat saja di Deli Serdang, banyak jalan seperti kubangan kerbau," papar Wanny.

Dengan adanya tol ini, ketiganya sepakat, bisa menghemat waktu dua kali lipat.

Bahkan, Medan-Kualanamu bisa ditempuh dalam waktu 30 menit ketika mereka mencobanya saat mudik Lebaran 2017.

Tol Medan-Kualanamu-Tebing Tinggi merupakan bagian dari Jaringan Jalan Tol Trans Sumatera.

Dirancang sepanjang 61,70 kilometer, jalan bebas hambatan ini terbagi dalam tujuh seksi.

Seksi 1A Tanjung Morawa-Tanjung Baru, Seksi 1 Tanjung Baru-Parbarakan, Seksi 2 Kualanamu-Kemiri-Parbarakan, Seksi 3 Parbarakan-Lubukpakam, Seksi 4A Lubuk Pakam-Adolina, dan Seksi 4B Adolina-Perbaungan.

Kemudian Seksi 5 Perbaungan-Teluk Mengkudu, Seksi 6 Teluk Mengkudu-Sei Rampah, Seksi 7A Sei Rampah-Sei Bamban, dan Seksi 7B Sei Bamban-Tebing Tinggi.

Untuk diketahui, pemegang konsesi Jalan Tol Medan-Kualanamu-Tebing Tinggi adalah konsorsium PT Jasa Marga Kualanamu Tol.

Perusahaan yang tergabung dalam konsorsium ini adalah PT Jasa Marga (persero) Tbk PT Jasa Marga (Persero) Tbk dengan kepemilikan sebesar 55 persen, PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk 15 persen, PT Waskita Karya (Persero) Tbk 15 persen dan PT Hutama Karya (Persero) 15 persen.

Jasa Marga menargetkan Jalan Tol Medan-Kualanamu-Tebing Tinggi beroperasi penuh pada 2018 mendatang.

Namun, untuk Seksi 2 sampai 6 dalam dua minggu ke depan akan segera diresmikan.

Direktur Utama PT Jasa Marga (persero) Tbk Desi Arryani mengatakan, kehadiran Tol Medan-Kualanamu-Tebing Tinggi secara khusus dan Tol Trans Sumatera secara umum bukan hanya strategis untuk Pulau Sumatera, tetapi juga strategis untuk negara.

"Kita tahu di Jawa sudah sangat crowded. Tidak bisa hanya mengandalkan Jawa. Kalau Indonesia mau berkembang itu harus ada second Jawa (Jawa kedua)," kata Desi.

Jawa kedua itu, lanjut dia, adalah Sumatera yang harus dikembangkan secara komprehensif, mulai dari infrastrukturnya.

Termasuk jalan tol yang menjadi bagian dalam rangka percepatan konektivitas antarwilayah.

"Dan itu nggak bisa ditunggu mana duluan nih, orangnya yang banyak atau jalannya duluan yang dibangun supaya tumbuh komunitasnya. Setelah Jawa kedua tumbuh, baru kemudian Jawa ketiga, dan keempat," beber Desi.

Desi menambahkan, Jalan Tol Trans Sumatera ini secara Nasional sangat dibutuhkan untuk pemerataan pembangunan dan juga menstimulasi pertumbuhan ekonomi, meskipun banyak ruas yang secara bisnis sangat tidak layak.

Sekretaris Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Anita Firmanti juga mengakui kebutuhan atau demand Tol Trans Sumatera jauh lebih rendah ketimbang Tol Trans Jawa.

Namun begitu, di beberapa ruas tol, demand-nya justru sangat tinggi. Anita menyebut, ruas-ruas tersebut adalah Medan-Kuala Namu-Tebing Tinggi (61,80 kilometer), Medan-Binjai (17 kilometer), Bakauheni-Terbanggi Besar (140 kilometer), Palembang-Indralaya (22 kilometer), Pekanbaru-Dumai (131 kilometer).

"Sumatera ini kan wilayahnya lebih luas dibanding jumlah penduduknya. jadi, memang ada beberapa ruas yang tidak terlalu tinggi kebutuhannya, namun ada yang sangat padat," tutur Anita.

Sementara ruas tol yang melintasi Kota Padang menuju Pekanbaru, dan beberapa ruas lainnya di Provinsi Aceh, baru dilakukan desain dan proses izin analisis mengenai dampak lingkungan (amdal).

"Jalan tol ini kan meningkatkan konektivitas antar wilayah, menciptakan efisiensi dana dan waktu tempuh, distribusi dan harga barang jadi lebih murah. Manfaatnya banyak sekali. jadi kami fokus mempercepat ini. Termasuk Tol Trans Sumatera," tuntas Anita.

(Hilda B Alexander)

Artikel ini sudah tayang di kompas.com dengan judul “"Kalau Indonesia Mau Berkembang, Harus Ada Jawa Kedua"”.

Artikel Terkait