Manuver Soeharto Setelah G30S Sebenarnya Bisa Gagal Jika ‘Benteng Terakhir’ Bung Karno Ini Tak Keburu Dipecat

Ade Sulaeman

Penulis

Intisari-Online.com - Pada 19 Januari 1962 KSAU Marsekal Udara Suryadarma “terpaksa” mengundurkan diri dari jabatannya sebagai ekses dari pertempuran Laut Aru dalam misi infiltrasi Trikora ke Irian Barat yang berakibat pada gugurnya Komodor Laut Yos Sudarso.

Pada tragedi yang menyebabkan kapal TNI AL KRI Macan Tutul tenggelam akibat diterpedo oleh kapal perang Belanda itu TNI AU disalahkan karena gagal memberikan perlindungan udara.

Maka sebagai wujud pertanggungjawaban dari targedi pertempuran Laut Aru, Suryadarma memilih mengundurkan diri dan jabatannya digantikan oleh Laksamana Madya Udara Omar Dani yang kelak masuk tahanan politik karena dianggap telah terlibat dalam aksi G30S/PKI.

Ketika masih menjabat sebagai KASAU, Suryadarma diam-diam ternyata memberikan perhatian yang besar terhadap keselamatan Presiden Soekarno termasuk sudah merancang skenario menyelamatkan Bung Karno ketika sedang menghadapi keadaan darurat, khususnya aksi kudeta.

Persiapan yang telah disiagakan Suryadarma antara lain, secara tersamar, Suryadarma selaku KSAU selalu menyiagakan satu peleton Pasukan Gerak Tjepat (PGT) TNI AU lengkap dengan persenjataan anti tank di gedung bekas Markas Besar AU yang berlokasi di Merdeka Barat, Jakarta.

Penempatan pasukan PGT yang sudah kenyang pengalaman dalam berbagai medan pertempuran di Irian Barat (misi Trikora) dan Sumatera (misi penumpasan PRRI) adalah untuk melindungi Bung Karno di Istana Negara sekaligus menjaga gedung RRI dari pendudukan tentara pemberontak.

Selain itu Suryadarma juga sudah menyiapkan sebuah kendaraan taktis berupa jeep Gaz (buatan Rusia) yang sudah dimodifikasi menjadi kendaraan anti peluru untuk keperluan mengevakuasi Bung Karno apabila diperlukan.

Ketika G30S/PKI meletus pada 1 Oktober 1965, Bung Karno dan para pengawalnya sempat kebingungan untuk mencari tempat menyelamatkan diri dan akhirnya memutuskan untuk menuju ke pangkalan udara Halim Perdana Kusuma tidak menggunakan mobil dinas demi kepentingan penyamaran.

Pada hari itu juga Istana Negara sudah dikepung “pasukan liar” dari salah satu satuan TNI AD dengan tujuan “mengamankan” Bung Karno.

Gedung RRI juga sudah dikuasi oleh pasukan pemberontakan yang kemudian digunakan untuk mengumumkan maksud dari aksi G30S/PKI.

Seandainya Suryadarma masih menjabat KSAU, bisa diprediksi, aksi G30S dipastikan akan mendapatkan perlawanan yang sengit dari pasukan PGT yang memiliki persenjataan lebih lengkap dan moderen.

Menurut Suryadarma, Bung Karno dari Halim Perdanakusuma seharusnya segera diterbangkan ke pangkalan udara Madiun karena di pangkalan yang merupakan sarang jet-jet tempur AURI (TNI AU) itu keselamatannya lebih terjamin.

Dari Madiun Bung Karno yang masih mendapat dukungan penuh dari AURI, KKO, dan sejumlah satuan TNI AD juga bisa melakukan perlawanan terhadap “manuver Mayjen Soeharto”.

Tapi sayang Suryadarma yang sebenarnya merupakan benteng terakhir Bung Karno yang setia mengawalnya sejak revolusi Kemerdekaan malah “dipecat” pada tahun 1962.

Dan tiga tahun kemudian apa yang dikhawatirkan oleh Suryadarma ternyata sungguh terjadi.

(Sumber: Buku otobiografi Bapak Angkatan Udara Suryadi Suryadarma/Penerbit Buku Kompas 2017)

Artikel Terkait