Belajar dari Gempa Yogyakarta, Pelajaran Bagi Penanganan Gempa Tingkat Dunia

Ade Sulaeman

Penulis

Cara penanganan korban gempa Yogya yang begitu teratur dan terkoordinasi bahkan menjadi acuan bagi tim SAR tingkat dunia untuk menangani korban gempa di berbagai negara.

Intisari-Online.com - Pagi itu, Minggu 27 Mei 2006 kawasan pantai Parangtritis, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang merupakan lokasi tujuan wisata sudah dipenuhi ribuan wisatawan.

Banyak wisatawan yang sengaja datang ke pantai saat dini hari untuk menyaksikan matahari terbit (sun rise) dan setelah itu mereka bermain air laut dan pasir di bibir pantai.

Tapi menjelang pukul enam pagi semua wisatawan dikejutkan oleh gelombang air laut yang bergerak terlalu jauh menuju daratan sehingga membuat ribuan wisatawan secara spontan berlarian.

Tepat pukul 05:55:03 WIB terjadi goncangan hebat akibat gempa selama hampir satu menit dan semua wisatawan di pantai Parangtritis kali ini bergegas berlarian menuju perkotaan.

Gempa berkekuatan 5,9 skala Richter itu terasa demikian kuat dan secara insting membuat semua warga pinggir pantai Parangtritis juga bergegas bergerak menuju perkotaan yang posisinya di sebelah utara demi menghindari tsunami.

Warga kawasan Parangtritis memang sudah mendapatkan pelatihan untuk mengantisipasi gempa yang berpotensi tsunami sehingga dalam hitungan detik mereka sudah tahu apa yang harus dilakukan.

Pelatihan untuk menghadapi gempa dan tsunami memang sudah rutin dilaksanakan oleh warga Parangtritis dan sekitarnya berdasar pengalaman gempa dan stunami Aceh yang berlangsung pada 26 Desember 2004.

Meskipun gempa bumi DIY Mei 2006 tidak menyebabkan tsunami, bangunan yang roboh di kawasan Bantul dan sekitarnya cukup banyak dan korban jiwa yang jatuh mencapai angka ribuan.

Empat hari pasca gempa, berdasarkan laporan Satuan Pelaksana (Satlak) Bantul, Satkorlak DIY dan Jateng serta berbagai rumah sakit tercatat korban tewas mencapai 5.737 orang.

Jumlah itu terdiri atas korban dari Bantul 3.481 orang, Sleman 326 0rang, Kota Yogyakarta 163 orang, Gunungkidul 69 orang, Kulonprogo 26 orang.

Selebihnya yakni 1.672 korban tewas berasal dari daerah Jawa Tengah. Di Kabupaten Klaten, korban tewas hingga hari ke-empat tercatat 1.044 orang dan korban luka sebanyak 8.904 orang.

Tiga kecamatan paling parah dan banyak menderita akibat gempa tektonik di Kabupaten Klaten adalah Kecamatan Gantiwarno, Wedi dan Prambanan.

Hingga laporan terakhir sebanyak 6.234 orang tewas akibat gempa tektonik yang bukan hanya melanda kawasan Yogykarta tapi juga kawasan Jawa Tengah tersebut.

Menurut Badan Geologi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Republik Indonesia, gempa terjadi di koordinat 8,007° LS dan 110,286° BT pada kedalaman 17,1 km.

Sedangkan menurut BMG di 8.03 LS dan 110,32 BT( berdasar perkembangan update ketiga) pada kedalaman 11,3 Km dan kekuatan 5.9 SR Mb (Magnitude Body) atau setara 6.3 SR Mw (Magnitude Moment).USGS memberikan koordinat 7,977° LS dan 110,318 BT pada kedalaman 35 km.

Hasil yang berbeda tersebut dikarenakan metode dan peralatan yang digunakan berbeda-beda.

Gempa susulan terus terjadi dan membuat panik warga dan berlangsung beberapa kali .

Akibat gempa bumi susulan itu banyak rumah dan gedung perkantoran yang semula mengalami kerusakan dan masih berdiri pada gempa pertama roboh, disusul rusaknya intalasi listrik dan sistem komunikasi.

Kondisi seperti ini jelas memperparah keadaan terutama bagi para korban luka yang harus mendapatkan penanganan medis secepat mungkin.

Apalagi gempa juga merusakkan fasilitas di Bandara Adi Sutjipto, Yogyakarta khususnya landasan pacu sehingga untuk sementara transportasi udara di Yogyakarta dialihkan ke Bandara Achmad Yani di Semarang dan Bandara Adisumarmo, Solo.

Penanganan Gempa

Setelah mengetahui adanya gempa Yogyakarta yang tergolong bencana nasional itu, Pemerintah RI pun segera melakukan reaksi cepat untuk melakukan penanganan.

Presdien RI saat itu Susilo Bambang Yudhoyono kemudian memerintahkan Panglima TNI Marsekal TNI Djoko Soeyanto untuk mengerahkan pasukan yang ada di Yogyakarta dan sekitarnya guna melakukan langkah cepat tanggap darurat.

Rombongan presiden sendiri langsung terbang dari Jakarta pada sore harinya nya dan menginap malam itu juga di Yogyakarta.

Reaksi internasional dari beberapa negara atas bencana gempa di Yogyakarta bermunculan dan sejumah negara juga sudah menyatakan komitmen untuk memberikan bantuan kemanusiaan.

Negara-negara yang saat itu berkomitmen untuk segera mengirimkan bantuan antara lain, Jepang, Inggris, Malaysia, Singapura, Perancis, PBB (UNICEF) dan lainnya.

Bantuan yang kemudian diterima adalah uang sebesar 5,6 juta dollar AS dari Inggris, Australia (3 juta dollar AS), Tiongkok (2 juta dollar), AS (2,5 juta dollar), Uni Eropa (3 juta Euro), Kanada (2 juta dollar Kanada), dan Belanda (1 juta Euro) .

Sedangkan Jepang dan UNICEF menawarkan berbagai bantuan langsung berupa tim penolong dan logistik.

Beberapa hari kemudian sejumlah bantuan asing di Yogyakarta pun terus berdatangan, seperti bantuan personel militer AS yang tiba di Bandara Adisutjipto (30/5) dengan dukungan 7 pesawat transpor C-130 Hercules.

Selain personel, pasukan AS ini juga membawa sejumlah peralatan untuk melakukan evakuasi dan pertolongan lainnya kepada para pengungsi korban gempa.

Bantuan yang dikoordinasikan oleh Deplu dan Departemen Pertahanan AS yang berada di kawasan Asia-Pasifik ( US Pacifik Commando/PACOM) ini terdiri dari 100 personel yang dikerahkan dari unit Angkatan Udara AS di Guam.

Perangkat penanganan gempa yang dibawa antara lain peralatan bedah, perawatan gigi, X-ray, peralatan laboratorium dan kebutuhan medis lainnya.

Direktur US PACOM saat itu, Brigjen Dana Atkins menyebutkan, tujuan utama kedatangann personel PACOM adalah mengurangi angka kematian dan meringankan penderitaan para korban gempa.

Sedangkan dari World Food Programm (WFP), melalui juru bicara Barry Came dijelaskan, pihaknya mencadangkan bantuan pangan yang akan bertahan paling tidak untuk jangka waktu dua bulan bagi para korban gempa di Yogyakarta.

Untuk bulan pertama, bantuan pangan akan diberikan kepada 80.000 korban gempa dan bulan kedua akan menjangkau 50.000 korban.

Sesudah itu program akan ditinjau dan tahap selanjutnya tergantung kebutuhan.

WFP mengakui bahwa masih banyak ketimpangan dalam upaya pemberian bantuan untuk menolong korban gempa.

Karena itu pihaknya mengisi bidang-bidang yang perlu penanganan segera, termasuk pangan, kesehatan, tempat tinggal sementara (shelter) dan perlindungan anak.

Sementara itu berdasar informasi bahwa korban gempa yang meninggal dan luka cukup besar, tim medis dari berbagai negara sahabat juga terus berdatangan.

Para tim medis itu antara lain berasal dari Jepang beranggotakan 25 orang dan langsung diterjunkan di depan Rumah Sakit Muhammadiyah Bantul.

Tim medis yang sudah terkenal kepiawaiannya itu dilengkapi peralatan kesehatan ultrasonografi dan X-ray.

Sedangkan tim medis dari Tiongkok tiba di Yogyakarta (30/5) terdiri dari 40 dokter.

Sejak Senin (29/5) juga sudah mendarat 5 pesawat Hercules yang datang dari Singapura dan satu Hercules PBB dari Amerika Serikat yang berangkat dari pangkalannya di kawasan ASIA, dan satu Hercules lagi dari Malaysia.

Pesawat-pesawat Hercules tersebut umumnya membawa sejumlah bantuan berupa tim medis, obat-obatan dan makanan.

Selain itu sejumah negara juga membawa tim penjejak korban yang tertimbun runtuhan gempa berupa puluhan anjing pelacak, ambulan, alat-alat berat, kendaraan operasional seperti truk dan kendaraan lainnya.

Dari dalam negeri Palang Merah Indonesia juga memberikan respon yang cepat melalui cabang-cabangnya di tingkat kota dan kabupaten terdekat.

Mereka melakukan tindakan-tindakan pertolongan darurat dan dilakukan secepat mungkin. Salah satunya adalah dengan mendirikanRumah Sakit Lapangan di Lapangan Dwi Windu di Bantul.

Tidak hanya itu bantuan dari masyarakat Yogyakarta yang wilayahnya luput dari bencana juga terus berdatangan tanpa henti.

Bantuan ini terus berlangsung sampai tahap rehabilitasi dan rekontruksi dicanangkan baik berupa bantuan tenaga kerja suka rela maupun bantuan logistik lainnya.

Tiap-tiap kelurahan di DIY mengerahkan sukarelawan untuk bergotong royong menangani gempa sambil membawa logistik untuk keperluan tenaga sukarelawan yang dikumpulkan dari para warga.

Sebagian besar sivitas akademika dari berbagai universitas juga mendirikan posko bantuan kemanusiaan. Pusat studi berbagai universitas terlibat dalam dinamika penanggulangan bencana ini.

Peran Pemerintah

Namun seperti penanganan gempa di berbagai tempat dan negara sejumlah masalah tetap muncul sehingga membutuhkan peran pemerintah setempat.

Problem penanganan gempa berupa Lambatnya distribusi bantuan kepada para pengungsi korban gempa segera disikapi Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X.

Saat itu Gubernur mengambil langkah taktis dengan memutuskan jalur distribusi tidak lagi melalui Satuan Pelaksana yang berpusat di Pemkab Bantul.

Bantuan langsung didistribusikan ke masing-masing kecamatan. Dari kecamatan, bantuan tersebut didistribusikan ke desa dan dusun-dusun korban bencana.

Upaya untuk melakukan penanganan terhadap korban gempa baik secara material dan psikologis juga terus dilakukan mengingat masyarakat Yogya dan sekitarnya masih merasakan trauma.

Rumor akan terjadi gempa lebih besar dalam waktu dekat bahkan sempat membuat panik sehingga pihak Badan Geologi ESDM terus-menrus melakukan klarifikasi.

Menurut klarifikasi ESDM gempa bumi dengan kekuatan lebih besar dari gempa yang terjadi tidak akan terjadi lagi di wilayah DIY dalam kurun waktu beberapa tahun.

Penduduk aman menempati kembali rumah-rumah yang masih utuh atau hanya mengalami kerusakan ringan. ESDM sampai berkali-kali meyakinkan bahwa tidak akan terjadi gempa lebih besar lagi di Yogyakarta dalam waktu dekat.

Menurut penegasan ESDM saat itu, secara geologis posisi lempeng benua dan samudera yang aktif bergerak dan menyebabkan gempa, telah mencapai keadaan seimbang hingga beberapa tahun.

Sebagian energi yang tersisa sudah dilepaskan di tempat lain dan trend-nya sudah menurun.

Berdasarkan cacatan gempa yang pernah terjadi, gempa besar akan terjadi satu hingga tiga tahun ke depan tetapi tidak bisa dipastikan terjadi di Yogyakarta, melainkan bisa dimana pun di daerah patahan di seluruh dunia.

Namun, gempa berkekuatan 5,9 skala Richter biasanya tidak menimbulkan kerusakan sehebat dampak gempa Yogyakarta dan sebagian daerah Jateng seperti yang terjadi saat itu.

Gempa Yogya dan sekitarnya dirembetkan sesar lama yang sebetulnya sudah tidak aktif.

Sesar memanjang sesuai aliran Sungai Opak dan berlanjut ke arah timur laut sampai wilayah Kecamatan Gantiwarno, Kabupaten Klaten, Jateng.

Dengan pemahaman bahwa gempa besar di Yogya masih perlu waktu lama untuk terjadi maka diharapkan masyarakat Yogya dan sekitarnya sudah tidak trauma lagi.

Cara penanganan korban gempa Yogya yang begitu teratur dan terkoordinasi bahkan menjadi acuan bagi tim SAR tingkat dunia untuk menangani korban gempa di berbagai negara.

Artikel Terkait