Find Us On Social Media :

Putri Jenderal Achmad Yani: Ibu Sering Menangis Sambil Pegangi Baju Bapak yang Ada Bekas Darahnya

By Ade Sulaeman, Kamis, 21 September 2017 | 12:00 WIB

Selama beberapa waktu kemudian, ia selalu bisa merasakan bau kematian karena ia tetap tinggal di rumah tempat terjadinya peristiwa itu, di Jalan Lembang, Jakarta Pusat.

Jika hari telah gelap, Amelia merasakan rumahnya begitu sunyi mencekam.

Sosok ayahnya yang berwibawa, kadang penuh canda, atau kali lain masih seibuk bekerja dengan stafnya hingga larut malam, mendadak hilang.

Taraf kehidupan keluarganya menurun drastis. Segala fasilitas ayahnya dicabut, sehingga harus hidup prihatin.

Ia menepis anggapan bahwa keluarga Achmad Yani mendapat fasilitas dari keluarga Soeharto sehingga tetap dapat hidup enak.

“Tidak. Ibu selalu menanamkan untuk tidak begini,” kata Amelia dengan tangan menengadah.

Pukulan terberat dirasakan ibunya, Yayu Ruliah Sutodiwiryo, karena saat penculikan terjadi tidak berada di rumah akibat masalah rumah tangga.

“Kalau sore, kami mencari di mana ibu. Sering kami jumpai beliau ada di ruangan tempat menggantung semua baju-baju bapak. Beliau sering menangis sambil memegangi baju bapak yang ada bekas darahnya!” kenang Amelia.

Akibat sering menyaksikan itu, Amelia harus berkonsultasi dengan psikiater dari Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat selama setahun.

Seiring bergulir waktu dan kedewasaanya, barulah Amelia menyadari bahwa ia sebenarnya tidak sendirian.

Selain keluarga Pahlawan Revolusi, pada posisi bersebarangan, jutaan anak-anak lain juga merasakan duka yang sama.

Orangtua atau sanak saudara mereka menghilang karena dipenjarakan atau bahkan dibunuh tanpa alasan jelas.

“Saya bisa merasakan apa yang mereka rasakan. Rasa kehilangan itu pastilah sama, tapi mereka pastinya lebih berat” kata Amelia berempati.

--

Tulisan ini diambil dari artikel “Jalan Damai Anak-Anak Korban Konflik 1965” (Intisari, September 2004)