Diancam PBB Melalui Sanksi, Korea Utara Malah Menggertak Seperti Ini

Agus Surono

Penulis

Intisari-Online.com - Dalam sebuah pernyataan yang sangat tegas, Pyongyang menyebut bahwa sanksi PBB yang baru merupakan "tindakan permusuhan yang paling kejam, tidak etis, dan tidak berperikemanusiaan".

Sementara itu, presiden AS dan China berkomitmen untuk "memaksimalkan tekanan" di Utara melalui penegakan resolusi PBB yang kuat.

Sebelumnya, AS dan Korea Selatan melakukan latihan militer bersama.

Meski diancam dengan sanksi dari PBB, Korea Utara malah melepaskan rudal terbarunya ke Jepang pada hari Jumat (15/9/2017). Rudal itu menempuh jarak 3.700 km (2.299 mil), yang berarti mampu mencapai wilayah Pasifik AS di Guam, yang memang menjadi target rencana Korea Utara.

Peluncuran tersebut menyusul babak baru sanksi PBB dan dengan suara bulat dikutuk oleh Dewan Keamanan PBB sebagai "sangat provokatif".

(Baca juga:Korea Utara vs Korea Selatan: Dari Dulu Perang Korea 'Hanya' Jadi Ajang Rebutan Negara Adikuasa)

Apa yang dikatakan Korea Utara?

Melalui kantor berita resmi KCNA, Kementerian Luar Negeri Korea Utara mengatakan, "Tindakan yang meningkat dari AS dan pasukan sekutunya untuk menjatuhkan sanksi dan tekanan pada DPRK (Partai Demokrat Rakyat Korea) hanya akan mempercepat langkah kami menyelesaikan kekuatan nuklir negara."

Ia juga mengatakan bahwa tujuan sanksi PBB yang baru, yang disetujui pada 11 September, adalah untuk "membasmi secara fisik" orang-orang, sistem dan pemerintahan negara tersebut.

Sanksi tersebut merupakan upaya untuk membatasi gerak Korea Utara dalam program program persenjataannya, dan membatasi impor minyak serta melarang ekspor tekstil.

Namun jawaban terhadap sanksi itu adalah Pyongyang meluncurkan uji coba rudal nuklir keenam dan yang paling kuat awal bulan ini.

Tetapi beberapa kritikus mempertanyakan efektivitas pembatasan tersebut, karena Korea Utara masih dapat melakukan perdagangan internasional.

Menurut laporan kantor berita Bloomberg, perdagangan negaranya dengan China, sekutu utama, sebagian bertanggung jawab atas pertumbuhan ekonomi sebesar 3,9% tahun lalu.

Bagaimana dunia merespons?

Isu program senjata Korea Utara diperkirakan akan mendominasi pidato Presiden AS Donald Trump di Majelis Umum PBB dan pertemuannya dengan para pemimpin Korea Selatan dan Jepang.

(Baca juga:Ternyata Kondisi Dalam Negeri Korea Utara Tidak Seseram Yang Diberitakan Media Barat, Inilah Bukti-Buktinya)

Trump sebelumnya memperingatkan bahwa "semua opsi" sudah dirundingkan dan bahwa Korea Utara akan menghadapi "api dan kemarahan" jika terus mengancam AS.

Dalam sebuah oembicaraan via telepon pada hari Senin, Trump dan Presiden China Xi Jinping berkomitmen untuk "memaksimalkan tekanan pada Korea Utara melalui penegakan kuat" resolusi Dewan Keamanan PBB, kata Gedung Putih.

Washington telah berulang kali mendesak Beijing untuk mengambil tindakan langsung untuk mengendalikan Pyongyang, sementara China mengatakan bahwa AS harus menahan diri untuk tidak mengeluarkan lebih banyak ancaman.

Rusia juga mengkritik apa yang digambarkannya sebagai "retorika agresif" dari AS.

China dan Rusia hanya menyetujui sanksi baru PBB setelah mereka dilunakkan oleh Washington.

Kementerian luar negeri Rusia menyatakan bahwa krisis tersebut harus diselesaikan dengan diplomasi.

Bagaimana dengan latihan militer AS-Korea Selatan?

Kementerian pertahanan Korea di Seoul menyatakan bahwa militer AS melakukan latihan militer udara pada hari Senin dengan Korea Selatan di dekat perbatasan antara Korea.

Latihan tersebut adalah untuk, "Mendemonstrasikan kemampuan pencegahan aliansi AS-Korea Selatan melawan ancaman nuklir dan rudal Korea Utara," tambahnya.

Menteri Pertahanan Song Young-moo mengatakan pada sebuah sidang parlemen bahwa latihan tersebut dilakukan "dua sampai tiga kali dalam sebulan akhir-akhir ini", seperti yang dilaporkan Reuters.

(Baca juga:Nyatanya, Ancaman Nuklir Korea Utara Punya ‘Manfaat’ Juga Bagi Warga AS)

Artikel Terkait