Pulung, sebuah pertanda
Tukirah tewas menghadap ke utara. Beberapa bulan kemudian, di rumah tempat Tukirah menggantung diri, tetapi lebih ke utara, Solinah ditemukan tewas gantung diri dengan setagen.
Solinah ini anak Mbok Tumikem juga.
Kata orang, gara-gara pulung gantung datang untuk kedua kalinya ke rumah janda malang itu, Mbok Tumikem disarankan membongkar rumahnya.
Tapi kalau dibongkar, ke mana ia dan sisa keluarganya mesti tinggal? Mau dijual, siapa yang mau membeli rumah tempat dua orang pernah gantung diri?
Untuk mencegah pulung gantung menyatroni lagi rumahnya, setiap malam Mbok Tumikem tidur di depan pintu rumahnya.
Rupanya, pulung gantung lantas memilih korban lain.
Empat bulan kemudian, di sebuah dusun sebelah tenggara kediaman Mbok Tumikem, Noto Triman didapati tewas gantung diri.
Lalu pada hari Rabu Kliwon 9 Oktober 1991, Ngadimin alias Surip, warga Dusun Ngandong, Kecamatan Patuk di Kabupaten Gunung Kidul pula, mengakhiri hidupnya dengan menggantung diri.
Dengan tewasnya Surip, berarti di Kabupaten Gunung Kidul, selama kurun waktu 10 tahun terjadi 17 kasus bunuh diri.
Walaupun penduduk menuding pulung gantung, sesepuh Desa Siraman, Hadi Sumarto yang tahun 1991 itu berumur 74 tahun berpendapat, pulung bukanlah pendorong seseorang untuk bunuh diri, melainkan sekadar sasmita gaib atau petanda sesuatu akan terjadi.
Mantan anggota DPRD itu mengganggap pulung itu semacam Komet Halley.
Komet Halley yang berekor kembali ke pusat tata surya setiap 76 tahun. Terakhir kita melihatnya tahun 1986. Entah kenapa, pemunculannya sering dihubungkan dengan kedatangan petaka.
Komet adalah bongkahan es atau batu yang tersisa dari kelahiran tata surya. Komet mengorbit matahari. Kalau mendekati matahari ia mengeluarkan uap dan membentuk ekor dari debu dan gas.
Apakah benda ruang angkasa ini bisa dituding sebagai pulung gantung? Ataukah ada cahaya ajaib jenis lain?
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR