Advertorial
Intisari-Online.com -Peringatan Hari Batik Nasional yang jatuh pada 2 Oktober ini menjadi pengingat bagaimana akhirnya batik diakui oleh Unesco sebagai warisan bangsa Indonesia.
Pengakuan internasional atas batik ini menjadi penting sebab sebelumnya Malaysia sempat berupaya mengklaim batik sebagai warisan milik mereka.
Lalu, bagaimana kronologinya sampai batik akhirnya diakui sebagai milik Indonesia? ArtikelEdy M Ya'kub yang berjudul "Batik Indonesia, Batik Malaysia, dan Hari Batik" yang tayang dikompas.com pada10Oktober 2009 ini patut disimak.
---
Baca Juga : Mengapa Tanggal 2 Oktober Dipilih Menjadi Hari Batik Nasional?
Setelah wayang dan keris diakui UNESCO sebagai Karya Agung Budaya Lisan dan Tak Benda Warisan Manusia, maka batik pun kini mendapatkan pengakuan itu.
Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization/UNESCO) sudah mengakui wayang pada tahun 2003 dan mengakui keris pada 2005.
"Pengakuan UNESCO terhadap batik itu merupakan proses panjang yang melalui pengujian dan sidang tertutup. Sebelumnya, pada 11-14 Mei 2009 telah dilakukan sidang tertutup dalam penentuan di hadapan enam negara di Paris," kata Menkominfo Muhammad Nuh beberapa waktu lalu.
Untuk tanggal 2 Oktober di Abu Dhabi itu, kata Nuh yang juga Menteri Ad-Interim Kebudayaan dan Pariwisata (Budpar) itu, merupakan sidang terbuka sebagai acara pengukuhan.
Baca Juga : 7 Promo Hari Batik Nasional: Dari Diskon Makanan hingga Voucher Service Motor
Dalam keterangan pers Departemen Kebudayaan dan Pariwisata (Depbudpar) menyebutkan hari kedua sidang UNESCO "Intergovernmental Committee for Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage" di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, antara lain membahas evaluasi nominasi inskripsi pada Daftar Representatif mengenai Budaya bukan benda Warisan Manusia.
"Dalam ’Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity’ itu, Batik Indonesia disebutkan dalam Rancangan Keputusan 13.44 yang diharapkan dapat disahkan pada sidang akhir pada 2 Oktober 2009 malam," kata Dirjen Nilai Budaya Seni dan Film Depbudpar, Tjetjep Suparman, yang memimpin delegasi Indonesia pada sidang ke-4 komite itu.
Lantas, bagaimana dengan batik yang konon juga ada di negara lain seperti Malaysia, Jepang, China, India, Afrika, Jerman, Belanda, dan negara lainnya?
"Batik Indonesia berbeda dengan batik milik Malaysia dan China, karena negara ini memiliki ciri khas yang tidak dimiliki negara lain," kata Ketua Asosiasi Tenun, Batik, dan Bordir Jawa Timur, Erwin Sosrokusumo.
Baca Juga : Memperingati Hari Batik Nasional: Batik Oey Soe Tjoen yang Bersikukuh dengan Kekhasan
Menurut dia, batik asli Indonesia bukan produksi pabrikan (printing/cap/kain bermotif batik), meski ada pula batik cap yang juga termasuk batik khas Indonesia.
"Batik Indonesia sebenarnya sudah dikenal bangsa lain sejak zaman Kerajaan Jenggala, Airlangga, dan Majapahit, namun saat itu bahan utamanya didatangkan dari China. Penyebabnya, kain sebagai bahan dasar membatik sulit diperoleh di Indonesia. Untuk itu, batik memang harus diklaim Indonesia dan bukan negara lain yang mengaku-aku," katanya.
Menanggapi pengakuan tersebut, Kepala Bidang Perdagangan Dalam Negeri, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Timur, Arifin T. Hariadi, merasa bangga karena batik sebagai warisan nenek moyang Indonesia bisa memperoleh pengakuan internasional.
"Kerajinan Batik Indonesia sudah sepantasnya diangkat menjadi warisan budaya dunia. Untuk itu, bangsa Indonesia tidak perlu khwatir jika negara lain mengakui batik menjadi miliknya," katanya.
Menurut dia, klaim yang dilakukan Malaysia dan China dengan alasan memproduksi batik, tentu perlu dilihat bahwa produk itu bukan batik sebenarnya alias "printing" (kain bermotif batik produksi pabrik).
"Kami bersyukur konsep batik kita sulit ditiru karena memiliki ciri khas tertentu, karena itu dengan adanya pengakuan dunia itu, maka seluruh lapisan masyarakat Indonesia ke depan, khususnya Jatim, harus lebih mencintai produk batik dan produk dalam negeri. Minimal mereka berkenan memakai batik satu kali dalam sepekan," katanya.
Seni batik di Jawa Timur berkembang di kawasan pesisir, seperti halnya penyebaran Agama Islam di ranah Jawa dengan Wali Songo-nya (lima di antaranya berada di Jatim), semuanya berawal dari pesisir.
Di Tuban dengan Gedog-nya, di Lamongan dengan Pacirannya, dan Surabaya dengan batik Mangrove, Sidoarjo dikenal dengan batik Jetis serta Kenongo, di Madura maupun Banyuwangi dengan Gajah Uling-nya, semuanya berada di wilayah Pantai Utara (Pantura), sedangkan di Selatan berkembang Batik Baronggung di Tulungagung.
Motif batik tulis pesisir Jatim, sarat dengan nuansa flora dan fauna maupun benda yang memadukan budaya lokal, Islam dan Tiongkok maupun Eropa. Begitu juga perwarnaan mengadalkan bahan-bahan alami (tumbuhan).
Bila masyarakat sudah mencintai dengan memasyarakatkan batik, kata Arifin, pertumbuhan angka penjualan perajin batik, baik Industri Kecil Menengah (IKM) dan Usaha Kecil Menengah (UKM), akan semakin meningkat, apalagi di Jatim sekarang sudah ada 191 sentra IKM, sedangkan di sektor batik dan bordir ada 5.926 unit.
Hari Batik
Terkait ikhtiar menumbuhkan kecintaan terhadap batik itulah agaknya usul Universitas Kristen Petra (UKP) Jawa Timur untuk menjadikan 2 Oktober --tanggal pengakuan UNESCO terhadap batik sebagai warisan pusaka budaya dunia (world heritage) dari Indonesia-- menjadi "Hari Batik Nasional" patut didukung.
"Pengakuan UNESCO pada tanggal 2 Oktober itu merupakan peluang untuk didorong menjadi Hari Batik Nasional," kata Ketua Komunitas Batik Surabaya (KiBaS), Lintu Tulistyantoro.
Menurut dosen Desain Interior pada Fakultas Seni dan Desain Komunikasi Visual UKP itu, Hari Batik Nasional itu perlu dicanangkan untuk mengingatkan masyarakat bahwa batik telah menjadi warisan budaya dunia dari Indonesia pada tanggal itu.
"Untuk memperingatinya, kita tidak harus mengenakan baju batik. Namun, untuk menghargai warisan budaya itu sebaiknya kita mengenakan baju batik pada Hari Batik Nasional," katanya, didampingi Kepala Perpustakaan UKP Surabaya, Aditya Nugraha.
Ia mengakui motif yang mirip batik juga ada di Jepang, China, India, Afrika, Jerman, Belanda, Malaysia, dan negara lainnya. Namun, teknik pembuatan dan budaya pertumbuhan batik di Indonesia memiliki kekhasan.
"Batik di Indonesia merupakan teknik membuat motif kain dengan menorehkan canting berisi lilin, sedangkan di negara lain hanya merupakan cetak atau cap (print) bermotif batik, teknologi batik, dan sebagainya," katanya.
Apalagi, kata pria yang meraih Master of Design dari Institut Teknologi Bandung (ITB) pada tahun 2004 itu, pertumbuhan batik di Indonesia berkembang seiring budaya yang ada, sedangkan di negara lain lebih bersifat industri.
"Saya sudah mengecek kepada seorang rekan di UNESCO tentang alasan menjadikan batik sebagai warisan budaya dunia dari Indonesia, ternyata pengakuan UNESCO itu sudah melalui riset bertahun-tahun. Batik di Indonesia ada motif dan filosofi, bukan sekadar produksi," katanya.
Secara terpisah, sosiolog Islam Prof Dr H. Nur Syam, M.Si. menilai, Hari Batik Nasional itu sangat penting, tetapi pakaian batik hendaknya tidak dipaksakan untuk dipakai pada hari itu. "bergantung konvensi (kesepakatan)," ujarnya.
Ia menegaskan, baju batik itu jangan menjadi sebuah pemaksaan, tetapi biarkan menjadi konvensi, seperti pegawai Departemen Dalam Negeri yang mengenakan baju batik pada hari Kamis dan Jumat, atau pegawai dari instansi lain yang berbatik-ria pada setiap hari Jumat.
"Itu bukan instruksi resmi dan tertulis, tetapi menjadi konvensi. Kalau ada Hari Batik Nasional, saya juga setuju," kata rektor IAIN Sunan Ampel Surabaya itu.
Terlepas dari itu, UKP akan menyambut pengakuan UNESCO terhadap batik itu dengan menggelar karnaval batik pada tanggal 2 Oktober itu yang dilepas dan diikuti Wali Kota Surabaya Bambang D.H. mulai dari halaman gedung T kampus UKP hingga ke gedung P dengan melewati Jalan Raya Siwalankerto.
Sementara itu, Jurusan Arsitektur Interior di Universitas Ciputra (UC) Surabaya juga merayakan pengakuan UNESCO terhadap batik itu dengan menggelar pameran produk desain batik dan mewajibkan dosen, karyawan, dan mahasiswa mengenakan baju batik pada tanggal itu.
Gubernur Jatim, Soekarwo dalam waktu dekat mengeluarkan surat edaran mengenai kewajiban memakai batik bagi kalangan PNS di Provinsi "Bumi Majapahit", Sebagai tindakan pendahuluan, kebijakan itu akan diterapkan mulai 12 Oktober 2009, bersamaan dengan puncak peringatan Hari Jadi Pemprov.
Baca Juga : Memperingati Hari Batik Nasional: Batik Jelas dari Indonesia