Advertorial
Intisari-Online.com -Hari ini, tepat 14 tahun lalu (7 September 2004), sebuahcatatan kelam dalam sejarah penegakan hak asasi manusia di Indonesia tertulis.
Putra terbaik Indonesia dalam hal penegakan hukum, Munir Said Thalib tewas dibunuh dengan cara diracun.
Munir meregang nyawa dalam penerbangan Garuda Indonesia GA-974 dari Jakarta menuju Amsterdam, yang sempat transit di Singapura.
Salah satu ahli forensik Indonesia, yang kini telah tiada, Mun'im Idries pernah bercerita tentang kasus yang menimpa Munir ini.
Baca Juga : Ronggowarsito, Pujangga Kraton Surakarta yang Ramalkan Datangnya 'Zaman Edan', Kapan Itu Terjadi?
Muni'im merasa kasus kematian aktivis HAM Munir Said Thalib, 7/9/2004, belum tuntas tapi dipaksakan tuntas.
Pilot Garuda Pollycarpus Budihari Priyatno sudah menjalani vonis 20 tahun penjara, tapi siapa aktor utamanya?
Sebab kematian sudah jelas: arsenik. Makanya Mun'im menolak diajak ke Belanda guna menyelidiki lebih lanjut soal kematian aktivis itu.
"Lumayan dok, 10 hari kita dapat uang saku," Mun'im menirukan ucapan seorang polisi.
Baca Juga : Roy Suryo, Pakar Telematika yang Kepakarannya Diragukan Sejumlah Pihak
Yang belum jelas adalah cara kematian (manner of death).
Berdasarkan temuan Lembaga Forensik Belanda Amsterdam tentang kandungan arsenik dalam lambung Munir, Mun'im memprakirakan jangka waktu antara racun masuk dengan reaksi sebagai gejala menjelang kematiannya adalah 30 menit.
Jadi, arsenik diberikan saat Munir bertemu Pollycarpus di sebuah kafe di Bandara Changi, Singapura, sesaat sebelum Munir terbang lagi dengan GA-974 menuju Belanda.
Tapi penyelidikan seperti berputar-putar dan cenderung kusut. Banyak teori dan argumentasi, sampai Mun'im dipanggil Kepala Badan Reserse Kriminal Polri waktu itu, Bambang Hendarso Danuri.
Baca Juga : Beginilah Mengerikannya Krisis Moneter 1998: Hewan-hewan pun Kalang Kabut dan Terpaksa Puasa
"Dokter, ini untuk Merah Putih," kata Bambang. "Kalau kita tidak bisa memasukkan seseorang ke dalam tahanan sebagai pelaku, dana dari luar negeri tidak akan cair. Obligasi kita tidak laku."
Mun'im tidak paham kasus pembunuhan aktivis HAM itu dihubungkan dengan dana luar negeri dan obligasi segala, sementara bagi dia kematian dan tersangka pelaku sudah jelas.
Masalahnya, buat apa Pollycarpus sampai meracuni Munir untuk sebuah motif yang tidak jelas?
Bukankah seharusnya ada pihak di belakang pelaku yang lebih tepat sebagai aktor utama atau penanggungjawabnya?
Pertanyaan yang tersisa hingga kematian Mun'im pada dini hari Jumat (27/9/2013) itu dibahas lebih lengkap dalam cukilan buku karya dia, Indonesia X-Files, yang dicukil di Majalah Intisari Oktober 2013.
(Mayong Suryo Laksono)
Baca Juga : Tinggal Selangkah Lagi China akan Memproduksi Massal Pesawat Siluman J-20, Amerika Wajib Waspada