Advertorial
Intisari-Online.com -Setiap dua tahun sekali AS dan negara-negara di kawasan Asia Pasifik menggelar latihan perang bersama di laut bersandi Rim of The Pasific (RIMPAC) dan salah satu pesertanya adalah Indoensia.
Untuk RIMPAC yang berlangsung dalam tahun 2018 selama kurang lebih 2 bulan telah dimulai sejak 17 Juni 2018 di Hawai, AS dan melibatkan sekitar 46 kapal perang dan kapal selam, 200 pesawat tempur, 25.000 tentara, dan diikuti 25 negara dari kawasan Asia Pasifik.
Meski Indonesia menerapkan politik luar negeri bebas dan aktif, artinya bisa menentukan secara bebas untuk ikut atau tidak ikut dalam RIMPAC, Indonesia selalu mengirimkan kontingen pasukannya demi memlihara persahabatan antar negara-negara Asia Pasifik.
Keikutsertaan Indonesia dengan mengirimkan kapal perang bersenjata rudal KRI Martadinata dan ratusan prajurit Marinir TNI AL bukan berarti Indonesia telah beraliasansi dengan AS dan negara-negara sekutunya tapi untuk membangun ‘silaturahmi antara kekuatan AL dunia dan kerja sama latihan perang untuk misi kemanusiaan’.
Baca juga:Saat PD II, JFK Sempat Dikira Gugur di Laut, Bahkan US Navy pun Sudah Lakukan Upacara Tabur Bunga
Tapi RIMPAC yang berlangsung pada tahun 2018 ini memang sedang bermasalah karena AS tidak mengundang AL China terkait konflik di Laut China Selatan (LCS).
Hubungan AS dan China memang sedang memanas setelah China membangun pangkalan-pangkalan militer di kawasan perairan LCS yang diklaim secara sepihak sebagai willayahnya serta sudah beberapa kali kapal-kapal perang AS-China nyaris bentrok di LCS.
AS menggunakan perairan LCS yang sebenarnya merupakan kawasan perairan internasional untuk lalu-lintas kapal-kapal perang milik Armada Ketujuh Pasifik tapi dengan klaim sepihak oleh China, kapal-kapal perang AS pun terancam ‘kehilangan jalur’ dan dominasi di kawasan Asia Pasifik.
Sejumlah negara yang mengikuti RIMPAC sebenarnya juga memiliki potensi konflik dengan China terkait LCS, yakni Malaysia, Vietnam, Filipina, Jepang, dan Indonesia.
Baca juga:Wow! Dibandingkan US Navy, Menteri Susi Lebih Banyak Tenggelamkan Kapal
Oleh karena itu jika tidak hati-hati, negara-negara yang sedang memiliki konflik yang sama terkait LCS bisa ‘secara tidak sengaja’ menjadi aliansi AS untuk kemudian bersama-sama bertempur melawan China.
Dalam situasi seperti itu dengan modal politik luar negeri yang bebas dan aktif, Indonesia biasanya memang tidak akan langsung mendukung atau bergabung dengan pihak tertentu, tapi justru bisa berperan sebagai penengah untuk menyelesaikan konflik secara damai.
Itulah pentingnya Indonesia tetap ikut RIMPAC karena bisa secara aktif menjadi penengah bagi terciptanya perdamaian dunia tanpa harus memihak salah satu negara.
Baca juga:Bukan Danau Toba, Inilah Danau Terdalam di Indonesia, Ada Gua Tengkorak di Dalamnya