Baca juga: Tak Hanya Jadi Prajurit Militer, Inilah 10 Fakta Wanita Israel yang Jarang Diketahui
Dapur di rumah itu disulap menjadi ruang kerja Soes. Bukan seperti ruang kerja kantoran, namun lebih menyerupai gudang.
Di rumah itu terpajang sejumlah foto-foto yang mengabadikan Pram dan Soes. Soes mengatakan, di rumah itu juga ada kamar Pram yang masih dirawatnya. Di Kamar Pram itu ada buku-buku lama yang tertata di rak di dinding. Ada juga kasur tipis berseprai.
Kamar Pram itu memang sengaja dijaga seperti aslinya untuk menerima para tamu yang ingin mengenang kehidupan Pram.
Kondisinya, ya seadanya.
"Katanya rumah ini mau dibangun oleh pemerintah. Tapi belum tahu kapan," kata Soes saat ditemui.
Di rumah itu, Soes memang membangun perpustakaan mini untuk mengenang sosok Pramoedya. Perpustakaan Pramoedya Ananta Toer Anak Semua Bangsa (Pataba) namanya.
Selain untuk mengenang sang kakak, perpustakaan mini itu juga diwujudkan untuk mendorong generasi muda setempat gemar membaca.
Tamu lokal hingga internasional
Sejak resmi dibuka pada 30 April 2006, pada hari Pramoedya meninggal dunia, perpustakaan di rumah warisan keluarga Toer itu ramai dikunjungi, baik oleh tamu lokal maupun internasional.
Rumah ini menjadi lokasi rujukan para penggila sastra, mulai dari mahasiswa, dosen, penulis, hingga peneliti. Mereka berdatangan mencari beragam referensi sastra atau sekadar ngobrol dengan Soes dan mengenang Pramoedya Ananta Toer.
"Jadi, tamu datang dari seluruh dunia baik Amerika, Perancis, Bulgaria, Jerman, maupun Asia. Sudah (tamu dari) empat benua yang datang ke sini. Beberapa hari lalu ada juga mahasiswa doktor dari Norwegia menginap tiga hari," kata Soes kepada Kompas.com, Selasa (5/6/2018).
Soes sendiri punya bakat yang sama dengan Pram dalam hal menulis. Mereka sama-sama hobi menulis sejak kecil.
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR