Intisari-Online.com - Tidak mudah bagi pemerintah dalam memutuskan kebijakan tembakau, apalagi dalam upayanya menambah lapangan kerja. Namun, hal ini bisa dijawab tegas dengan mengurangi produksi rokok putih, rokok kretek putih, atau rokok mild, dan memperbanyak produksi rokok kretek khas Indoensia.(Baca juga:Ridwan Kamil Larang Iklan Rokok di Bandung)
Harry Azhar Azis, Wakil Ketua Komisi XI, mengungkapkan, strategi mengurangi produksi rokok putih dan rokok kretek putih bisa jadi cara baik untuk menambah lapangan kerja. "Rokok putih telah mengurangi tenaga kerja di industri rokok karena adanya penggunaan mesin dalam pembuatannya," kata Harry.Harry menambahkan, sekalipun industri rokok pesat dan konsumsi rokok terus meningkat, penyerapan tenaga kerjanya sangat kecil, yakni hanya menyerap sebanyak 6 juta orang.
Data dari Center of Information and Development Studies (CIDES) Indonesia menunjukkan, pasar rokok kretek tradisional hanyalah 23 persen di Indonesia. Tapi jumlah tersebut mampu menambah lapangan kerja dengan menyerap tenaga kerja sebanyak 86,9 persen. Berbeda dengan pasar rokok kretek mesin yang pasarnya 69 persen di Indonesia. Tapi penyerapan tenaga kerjanya hanya 11,7 persen.
Oleh karena itu, tambah Harry, saat produksi rokok mesin turun, pemerintah tetap kejar target untuk meraih tinggi pendapatan cukai. Nah dari situlah, pemerintah dan pengusaha rokok kretek meningkatkan produksi rokoknya.(Baca juga: Rokok Elektronik Picu Remaja Merokok Konvensional)
Dari sisi isu kesehatan kebijakan ini lebih adil, karena selama ini, perokok pemula-lah yang menggandrungi rokok putih atau tidak suka rokok kretek. Sehinga dengan kebijakan ini, jumlah perokok di bawah umur bisa berkurang.
"Dengan begitu akan lebih banyak penyerapan tenaga kerja di industri rokok, cara itu bisa bertambah sampai 10 juta pekerja bahkan lebih di industri rokok nasional," kata Hari. (Tribunnews)