Advertorial

Kata-kata Terakhir Razan al-Najjar: 'Aku Malu Jika Tidak Berada di Garis Depan untuk Bangsaku'

Afif Khoirul M
Afif Khoirul M
Ade Sulaeman

Tim Redaksi

Kisah dan kesaksian tentang sosok Razan al-Najjar semasa hidup dan ungkapannya mengenai bagaimana perilaku tentara Israel.
Kisah dan kesaksian tentang sosok Razan al-Najjar semasa hidup dan ungkapannya mengenai bagaimana perilaku tentara Israel.

Intisari-online.com - Razan al-Najjar seorang relawan medis Palestina yang menjadi korban kekejaman pasukan Israel ketika dirinya bertugas di garis depan membantu dan menyelamatkan korban demonstran Palestina, benarkah penembakan tersebut adalah suatu hal yang tidak disengaja.

-----

Kesedihan dan air mata yang medalam adalah hal yang kini dialami oleh kelompok medis Palestina dan keluarga Nazan al-Najjar.

Terlalu lelah untuk mengucurkan air mata lagi, ketika sang ibunda Sabren al-Najjar mengenang bagimana putrinya hidup, sebagi pejuang tanpa senjata.

Razan al-Najjar adalah satu di antara beberapa anggota medis Plestina yang menjadi korban penembakan oleh kelompok bersenjata Israel pada, Sabtu (2/6/2018).

Baca Juga :Masih Ingat Kakek 75 Tahun yang Nikahi Gadis Berusia 25 Tahun? Begini Kondisi Keduanya Sekarang

Baca Juga :Inilah Fakta Kehidupan 'Sakral' Kaisar Jepang, Satu-satunya Raja di Dunia yang Masih Bergelar Kaisar

Najar tertembak ketika dirinya tengah bertugas dalam aksi demonstrasi yang dipenuhi warga Palestina sejak 30 Maret lalu.

Di tempat protes di Khuza'a, saksi mengatakan bahwa Razan mendekati pagar pada hari Jumat dengan rompi medisnya dan dengan kedua lengannya terangkat untuk menunjukkan kepada tentara Israel, yang berada 100 meter jauhnya, bahwa dia tidak menimbulkan ancaman.

Niatnya adalah untuk mengevakuasi seorang pengunjuk rasa yang terluka yang berbaring di sisi lain pagar.

Namun, Razan justru ditembak di dadanya dengan peluru tajam, satu peluru menembus lubang di bagian belakang rompi.

Baca Juga :'Partikel Tuhan', Penemuan Gila yang Menurut Stephen Hawking Bisa Memicu Kiamat

Dia menjadi orang Palestina ke-119 yang dibunuh oleh pasukan Israel sejak protes tersebut mulai untuk menyerukan hak Palestina untuk kembali ke rumah dari mana mereka diusir sejak tahun 1948, dilaporkan lebih dari 13.000 orang lainnya telah terluka.

***

Dalam sebuah kesaksian Rida Najjar yang juga seorang relawan medis,mengaku dia berdiri di samping Razan pasca terjadi penembakan.

"Ketika kami memasuki pagar untuk mengevakuasi para pengunjuk rasa, Israel menembakkan gas air mata ke arah kami," kata pria 29 tahun, melalui Al Jazeera

"Kemudian seorang sniper menembakkan satu tembakan, yang langsung mengenai Razan, Fragmen peluru juga melukai tiga anggota lain dari tim kami.

Baca Juga :Sniper Israel Tak Pernah Salah Sasaran, Mungkinkah Razan al Najjar 'Sengaja' Ditembak Karena Alasan Ini?

"Razan pada mulanya tidak menyadari dia telah ditembak, tetapi kemudian dia mulai menangis, 'Punggungku, punggungku!'dan kemudian dia jatuh ke tanah.

"Itu sangat jelas dari seragam kami, rompi kami dan tas medis, siapa kami," tambahnya.

"Tidak ada pemrotes lain di sekitar, hanya kami." tutupnya.

***

Sebelum menjadi korban penembakan Razan sempat mengungkapkan apa yang kini dirasakannya sebagai anggota medis.

Menurutnya hal itu adalah tugas dan tanggung jawabnya untuk hadir dalam proses dan membantu korban yang terluka.

"Tentara Israel berniat untuk menembak sebanyak yang mereka bisa," katanya pada saat itu.

"Ini gila dan aku akan malu jika aku tidak ada di sana untuk bangsaku." tambahnya melansir dari New York Times.

Penargetan terhadap anggota paramedis nampaknya juga bukanlah kebetulan semata dalam kesaksian yang diungkapkan Kementrian Kesehatan Palestina mengatakan bahwa :

"satu tim paramedis mengenakan jas medis putih berusaha untuk mengevakuasi yang terluka".

"Tim paramedis mengangkat tangan mereka, menekankan bahwa mereka tidak menimbulkan bahaya bagi pasukan bersenjata," kata kementerian kesehatan.

"Segera, pasukan dari pendudukan Israel menembakkan peluru hidup, memukul Razan Najjar di dada, dan melukai beberapa paramedis lainnya."

Mohammed al-Hissi, direktur tim medis darurat Bulan Sabit Merah, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa mereka mencoba mengobati Razan segera setelah dia ditembak sebelum akhirnya dia dipindahkan ke Rumah Sakit Eropa di Khan Younis.

"Penargetan Razan bukan pelanggaran pertama dalam pekerjaan kami sebagai tenaga medis di lapangan, dan itu mungkin tidak akan menjadi yang terakhir," katanya.

"Ini adalah kejahatan perang terhadap pekerja kesehatan dan pelanggaran Konvensi Jenewa Keempat yang memberi petugas medis hak untuk menawarkan bantuan mereka pada masa perang dan perdamaian."

Juru bicara kementerian, Ashraf al-Qidra, menambahkan bahwa lebih dari 100 pemrotes terluka pada hari Jumat, termasuk 40 dengan amunisi hidup, yang lain menderita cedera terkait gas air mata.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia, 238 petugas kesehatan dan 38 ambulans telah menjadi sasaranpasukan Israel sejak dimulainya gerakan Bulan Maret Agung. (Afif Khoirul M)

Artikel Terkait