Intisari-Online.com -Beberapa saat setelah berita tentang peristiwa ledakan di tiga gereja di Surabaya, Minggu (13/5/2018) beredar, beredar pula foto-foto dari lokasi kejadian.
Ada yang sekadar foto-foto dampak ledakan seperti kaca-kaca yang pecah, hingga, yang paling menakutkan bagi sebagian besar orang, adalah foto-foto korban dari ledakan tersebut.
Beberapa orang seolah-olah ingin menjadi yang ter-update dalam menginfokan kabar duka tersebut, baik melalui media sosial ataupun aplikasi pesan singkat.
Padahal, apa yang mereka lakukan tersebut justru merupakan hal yang sangat diharapkan oleh para pelaku teror.
Baca juga:Inilah Bukit Nirbaya di Nusakambangan, Lokasi Eksekusi Mati para Tahanan yang Terkesan 'Angker'
Ya, para pelaku teror memang ingin menyebarkan ketakutan.
Maka ketika warga masyarakat 'berlomba-lomba' mengunggah foto-foto dari peristiwa ledakan tersebut, ketakutan tersebut pun akan muncul dan menyebar.
Oleh karena itu, tak heran bila himbauan untuk berhenti menyebarkan foto korban bom disampaikan sejumlah pihak.
Kengerian yang timbul dari penyebaran gambar atau konten itu dianggap sebagai teror baru di masyarakat.
Baca juga:Kisah Tragis Junko Furuta: Disekap 44 Hari, Diperkosa, Dibunuh, Lalu Mayatnya Dibeton
"Menyebarkan justru membuat teroris bangga, maka jangan (menyebarkan)," ujar Juru Bicara Kementerian Komunikasi dan Informatika, Noor Iza dalam pesan tertulis kepada KompasTekno, Kamis (25/5/2017).
Psikiater dari RS Omni Tangerang, dr.Andri Sp.KJ, menyebutkan, menyebarkan foto-foto korban, apalagi tanpa disensor bisa memengaruhi psikologi.
"Bukan saja untuk keluarga yang mengalami peristiwa tersebut, tapi juga menyebarkan teror ketakutan pada orang lain. Upaya membagikan informasi tadi malah membuat rasa takut lebih besar. Inilah yang diinginkan teroris," kata Andri dalam pesan singkat kepada KompasLifestyle.
Ia menambahkan, viralnya foto-foto mengerikan itu juga bisa menambah kecemasan pada orang yang memiliki trauma atau punya gangguan kecemasan.
Psikolog Ratih Andjani Ibrahim, M.Psi menyebutkan, pada orang yang hati nuraninya masih tebal, tentu akan risih melihat gambar atau video potongan tubuh korban.
"Gambar-gambar tersebut mengoyak kemanusiaan kita. Seharusnya kita juga memberi hukuman sosial bagi yang menyebarkan. Misalnya kalau sudah berulang kali melakukan hal yang sama sebaiknya di-block atau dikeluarkan dari grup percakapan," ujar Ratih.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Melihat Foto dan Video Korban Bom yang Viral Pengaruhi Psikologi".
Baca juga:Hanya 1 Menit, Sakit Gigi Tak Tertahan Reda dengan 5 Bahan Alami ini