Setelah berbasa-basi, Dewa Kekayaan mengucapkan selamat tinggal pada Bima dan mengatur gerobak yang penuh dengan karung gabah untuk dibawanya. Bima terkejut melihat perilaku rendah hati dan baik dari Dewa Kekayaan. Kemudian ia memulai perjalanannya kembali.
Setelah berjalan beberapa meter, ia menemukan jalan di depannya sangat berlumpur. Tidak mungkin gerobak itu melewatinya. Jadi ia kembali ke kuil Dewa Kekayaan, dan menceritakan kesulitannya.
Dewa Kekayaan dengan dingin mendengarkan masalah Bima. Ia tersenyum dan berkata, “Oh, Bima! Untuk apa kau begitu panik? Turunkan satu atau dua karung gabah di lumpur itu dan lewatlah dengan gerobak melalui itu.”
Bima terkejut dan berdiam diri selama beberapa detik. Ia tidak bisa mempercayai diri bahwa orang yang sama, yang mengambil biji-bijian, bisa menyarankannya untuk membuang kantung gabah. Namun, ia berangkat juga dan menuruti nasihat Dewa Kekayaan.
Setelah tiba di rumah, ia menceritakan kejadian yang dialaminya kepada kakaknya dan menyatakan perasaannya sendiri tentang Dewa Kekayaan. Yudistira bisa memahami apa yang dialami Bima. Ia tersenyum dan berkata, “Ini sangat sederhana, Bima. Dewa Kekayaan adalah orang yang mulia. Ia mengajarkan sebuah pelajaran, bahkan sebutir gabah tidak boleh disia-siakan, karena memiliki nilainya sendiri. Oleh karena itu, ia mengambil butiran gabah yang berserakan di tanah. Tapi, ketika tuntutan waktu, membuang karung biji-bijian jika diperlukan tanpa ragu-ragu, mengerti? Itu prinsipnya.” Bima menyadari kesalahannya dan merasa malu.
Sang ayah menatap wajah anak sulungnya setelah menyelesaikan ceritanya. Ia kembali melanjutkan, “Jika saya tidak menggunakan uang saya dengan strategis, mungkin, saya tidak bisa mengurus kalian bertiga dengan benar. Saya bisa menghabiskan uang dengan kemewahan atau saya membiarkan kalian bertiga melakukan hal yang sama. Tak satu pun dari kalian bisa berdiri di kaki sendiri sampai sekarang, sementara sumber pendapatan hanya satu, kau tau itu. Hal ini di luar moralitas saya di masa depan, jika uang yang diperlukan untuk kalian harus bergantung pada seseorang untuk membantu. Saya tidak suka sama sekali, dan kau tahu? Siapa pun mungkin menjadi jutawan atau miliarder, jika ia pergi untuk menghabiskan uang dengan boros tanpa penghasilan apapun dan tabungan, maka ia akan menjadi orang miskin, tanpa ragu. Selain itu, setelah kau terbiasa akan hidup mewah, sangat sulit menyesuaikan diri dengan kehidupan sederhana. Karena uang tidak memiliki jaminan. Jika hari ini kau kaya, besok siapa yang tahu, bagaimana kondisimu? Jadi lebih baik untuk hidup sederhana dan kadang-kadang saja menikmati waktu mewah. Kendalikan uangmu, habiskan waktu dengan bijak, dan hidup seperti raja. Nak, mudah-mudahan saya bisa menjawab pertanyaanmu. Tentu saja, saya tidak yakin apakah kau puas atau tidak.”
Sang anak berdiri, mengangguk gembira, menunjukkan bahwa ia cukup puas. Ia meninggalkan tempat itu dengan senyum.
Ya, tidak ada yang bisa melihat besok. Pria tua itu memberi beberapa petunjuk waktu yang baik dan buruk dalam kehidupan, yang mungkin terjadi pada siapa pun. Seberapa jauh anak-anaknya dapat mengambil hikmat, hanya Tuhan yang tahu! Tentu saja, pilihan ada di tangan kita, cara hidup kita, apakah menghabiskan uang dengan boros atau menghabiskan dengan bijak.
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | K. Tatik Wardayati |
KOMENTAR