Intisari-Online.com -Dalam dunia sepakbola, formasi 4-3-3 sangat identik dengan sepakbola menyerang. Tidak hanya dua, tapi tiga penyerang sekaligus ditugaskan untuk mengoyak pertahalan lawan. Bukan hanya pada sepakbola, formasi sepakbola menyerang 4-3-3 juga bisa diterapkan dalam merencanakan keuangan keluarga.
Lantas bagaimana penerapannya? Dalam merencanakan keuangan keluarga, formasi 4-3-3 malih-rupa menjadi 40 persen penghasilan untuk kebutuhan sehari-hari, 30 persen untuk membayar cicilan dan utang, 30 persen tabungan atau investasi. Ini idealnya.
“Besarnya pengeluaran rutin 40% itu untuk standar normal dan sudah termasuk biaya gaya hidup seperti makan bersama di mal atau rekreasi,” ujar Perencana Keuangan Tofan Saban.
Meski demikian, menurut Tofan seperti dilansir dari Intisari Extra edisi “Mesin Keuangan untuk Keluarga”, formasi ini sebetulnya bisa berubah, misalnya 30 persen untuk tabungan bisa bertambah karena ada tambahan pemasukan atau berkurangnya tingkat utang. Juga karena adanya penurunan gaya hidup.(Baca juga: 6 Kesalahkaprahan Seputar Keuangan)
Berbeda dengan pos pengeluaran rutin dan investasi yang besarnya lebih fleksibel sesuai kebutuhan, pos cicilan utang sebesar 30 persen dari anggaran tuirn merupakan plafon maksimum dalam keuangan keluarga.
Tofan menambahkan, prinsip merencanakan keuangan keluarga harus realistis dan pasangan suami-istri harus rela menurunkan ekspektasi kebutuhan jika memang tidak mampu.
Besar-kecilnya penghasilan pada akhirnya tidak menjadi patokan bagaimana sebuah keluarga tercukupi kebutuhannya. Double income atau single income, bagi Tofan, bukan menjadi ukuran sebuah keluarga bebas dari masalah keuangan.
Sebesar apa pun penghasilan kalau salah dalam merencanakan keuangan keluarga dan tidak tereksplor dengan baik akan menghasilkan cashflow yang tidak seimbang.