Intisari-Online.com - Meski wacana full day school yang disampaikan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy sudah resmi diendapkan alias tidak akan dilaksanakan, perbincangan mengenai jam belajar siswa masih sering muncul.
Ada yang setuju dengan banyaknya jam belajar, ada pula yang menyatakan anak tak perlu meluangkan waktu yang banyak untuk belajar, seperti yang diterapkan di Finlandia.
Namun, bagaimana jika wacana full day school benar-benar diterapkan? Meski tidak sama persis, Korea Selatan layak untuk dijadikan cerminan. Jumlah jam belajar di negeri ginseng ini mencapai belasan jam dalam sehari.
Bangun jam enam pagi untuk membaca koran agar mendapatkan inspirasi untuk menulis esai di sekolah.
Kemudian, berangkat sekolah jam tujuh pagi, belajar bahasa Inggris, mendengarkan dan membaca selama satu jam.
Pelajaran di sekolah terus berlanjut hingga pukul satu siang. Istirahat makan siang hanya satu jam.
Selanjutnya, berada di kelas dan belajar sampai dengan tiga jam ke depan. Mengerjakan kuis hingga jam 5.35 sore.
Lalu, menonton siaran edukasi selama satu jam sebelum istirahat makan malam dan kembali belajar di sekolah hingga jam sembilan malam.
Pulang ke rumah, masih lanjut belajar hingga jam satu pagi. Lebih kurang begitulah rutinitas keseharian pelajar di Korea.
Menurut laporan dari Economic Cooperation and Development (OECD), pelajar Korea belajar 15 jam lebih lama setiap minggu ketimbang anak seusia mereka di Amerika Serikat.
OECD melaporkan bahwa rata-rata anak Korea belajar di sekolah selama tujuh jam 50 menit, sedangkan anak-anak lain di dunia hanya lima jam.
Ironisnya, belajar tekun dan lama di sekolah tidak membuat siswa Korea cemerlang. Pasalnya, berdasarkan laporan OECD, nilai matematika anak Korea lebih rendah ketimbang teman sebaya mereka di Finlandia.
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR