'Suara Setan' yang Membisiki David Chapman Sebelum Membunuh John Lennon

Moh. Habib Asyhad

Editor

'Suara Setan' yang Membisiki David Chapman Sebelum Membunuh John Lennon
'Suara Setan' yang Membisiki David Chapman Sebelum Membunuh John Lennon

Intisari-Online.com -“Lakukan, lakukan, lakukan. Kata suara setan dalam diri saya itu. Ya, akhirnya saya lakukan. Saya mengambil ancang-ancang, seperti waktu latihan di kamar hotel. Saat dia lewat, saya bidik tepat punggungnya. Lalu saya tekan picu pistol lima kali. Saya masih ingat dia sedang melangkah ke anak tangga, lalu tubuhnya terpelintir perlahan. Badannya agak tersentak ke depan, lalu berdebam jatuh. Penjaga pintu apartemen itu berteriak dan berkata, ‘Apa yang kau lakukan. Pergi dari sini, pergi sana.’ Saya cuma menjawab: ke mana saya harus pergi,” begitu tutur Mark David Chapman, pembunuh John Lennon (saat itu berusia 40) di malam naas tanggal 8 Desember 1980 lalu, di apartemen Dakota dekat Central Park, New York.

Chapman (saat itu 35 tahun) dalam wawancara pertamanya tahun 1991 di Penjara Attica, New York, tetap mengulang adanya suara setan yang menyuruh lelaki gemuk itu membunuh Lennon. “Saya selalu berdoa supaya iblis masuk ke tubuhku, memberi kekuatan untuk membunuh,” tutur pria yang mendekam dalam kamar bui yang terjaga ketat.“Saya sendiri sangat sulit mengetahui siapa diri saya. Seperti saya katakan, saya berkepribadian ganda. Baik dan jahat,” tambahnya.

Chapman yang digenjot hukuman penjara 20 tahun, sudah berkali-kali menjadi sasaran pakar psikoanalisis. “Dia pertama kali menulis namanya sebagai John Lennon. Saya rasa Chapman sudah menganggap dirinya John Lennon juga. Chapman dalam wawancara berkata, ya Tuhan, John Lennon seharusnya tahu adanya dua orang yang sama, makanya saya harus mengurangi supaya hanya ada satu. Chapman saat itu berkata tanpa emosi dan rasa permusuhan. Kami sendiri tak tahu jelas apa pendorongnya,” kata Robert Marvit, psikiater dari Hawaii, perihal sikap terhukum yang aneh.

“Dari bukti yang ada, Chapman memang mau menjadi Lennon. Dia juga menikahi wanita keturunan Jepang, Gloria Abe. Perlahan-lahan dia berkhayal dirinya masuk ke sosok Lennon. Cuma ada hambatan. Chapman merasa ada Lennon lainnya, selain dirinya sebagai Lennon juga. Jadi ada saingan. Timbullah semacam superidentifikasi diri. Dia membunuh Lennon, mungkin menganggap sebagai bunuh dirinya sendiri,” kata psikiater David Abrahamsen.

Aneh. Itu memang bawaan Chapman. Sejak di bangku SMTP, Chapman bergabung dengan band dan menjadi salah satu dari jutaan pengagum Beatles. Rambutnya pun gondrong berponi. Dia juga ikut-ikutan mengisap madat. Orangtuanya tahu hal ini. Mereka pun melarang keras Chapman memutar lagu Beatles di rumahnya. Chapman yang baru 15 tahun, mulai tampak pemberang dan bersikap kasar.

“Saya memperlihatkan foto Lennon di apartemen mewahnya kepada Gloria, istri saya. Lennon mengajarkan kita membayangkan, imagine. Dia bilang jangan serakah, saya pun percaya padanya. Beatles memang kaya, tapi uang bukan sasarannya. Saya mengagumi Beatles dan memasang foto mereka di kamar. Sejak usia 10 tahun, saya selalu mendengarkan idealisme mereka. Terutama ajaran Lennon, saya sangat kagum dan percaya,” kata Chapman. “Saya kecewa, akhirnya saya berdoa kepada setan sambil bertelanjang bulat. Lalu saya berteriak, John Lennon harus kubunuh. John Lennon penipu.”

Kesakitan jiwa ini membawa langkah Chapman ke toko senjata api J&S di Honolulu, Hawaii. Chapman memilih senjata genggam kaliber .38 seharga AS$ 169. Tanggal 5 Desember 1980, Chapman meninggalkan Gloria, berangkat ke Dakota, New York sendirian. Setelah tiga hari berdiam di hotel Chapman lalur menenteng album John-Yoko, Double Fantasy, serta buku The Catcher in the Rye karangan J.D. Salinger—kitab bacaan yang memberi inspirasi pembantaiannya, saat tanggal 8 Desember 1980.

Di muka gedung apartemen Lennon, Chapman berkenalan dengan beberapa orang, termasuk Paul Goresh—fotografer amatir. Chapman di sore hari itu sempat menegur Lennon, sekalian meminta tanda tangan di kemasan album. Lennon pun menggoreskan tulisan “John Lennon 1980”. Chapman menunggu terus di sana. Sekitar pukul 23.00 Senin malam, John dan Yoko pulang dengan limusin. Yoko turun duluan, disusul Lennon sambil menenteng tape recorder berikut sejumlah kaset. Chapman menegur “halo” kepada Yoko, lalu menatap tajam Lennon yang melangkah di depannya.

Di sini “suara” setan itu memerintahkan Chapman mencabut nyawa Lennon. Dia mengeluarkan pistol, membidik ... dor, dor, dor, dor, dor. Dua peluru menghajar punggung. Dua peluru mehembus bahu. Satu sisanya meleset. John Lennon tewas. Chapman terdiam dan duduk sambil memegang buku dan album bertanda tangan Lennon. “Saya tak tahu lagi. Sebab kini saya sering bingung dan merasa sakit, karena menjadi orang yang bernama Mark David Chapman,” ucap Chapman.(Intisari, 1995)