Tiap daerah di China memiliki tradisi pernikahan hantunya masing-masing. Di beberapa kabupaten di China, seperti Shaanxi, tempat terjadinya kasus pembunuhan terbaru, banyak sekali pria muda lajang bekerja di pertambangan batubara, yang memiliki angka kematian tinggi. “Pernikahan hantu” dilakukan sebagai bentuk kompensasi emosional bagi keluarga yang ditinggalkan.
Mencari mempelai perempuan yang sudah meninggal adalah sesuatu yang bisa mereka lakukan untuk anak laki-laki mereka yang mati muda saat mencari nafkah. Namun, rasio perbandingan jenis kelamin juga signifikan. Pada 2014, hasil sensus menunjukkan bahwa perbandingan angka kelahiran adalah 115 anak laki-laki untuk setiap 100 anak perempuan.
Namun, Huang percaya ada juga alasan budaya yang lebih mendasar.
Banyak orang China percaya bahwa kemalangan akan menimpa mereka, jika keinginan orang meninggal belum terpenuhi. Menggelar “pernikahan hantu” dinilai sebagai sarana untuk menenteramkan orang yang sudah menemui ajal.
“Ideologi dasar di balik ‘pernikahan hantu’ adalah bahwa mendiang akan melanjutkan hidup mereka di akhirat,” kata Huang. “Jadi, jika seseorang tidak menikah semasa hidupnya, mereka masih harus dinikahkan setelah kematiannya.”
Sebagian besar kasus ini ditemukan di bagian utara dan tengah China, seperti wilayah-wilayah Shaanxi dan provinsi Henan. Namun, Szeto Fat-ching, ahl fengsui di Hongkong, juga menegaskan, tradisi kuno ini masih hidup di kalangan masyarakat China di Asia Tenggara.
Di Taiwan, jika seorang perempuan lajang meninggal, keluarganya menaruh bungkusan atau paket berwarna merah yang berisi uang tunai, uang kertas, seikat rambut, dan kuku, di tempat terbuka. Lalu mereka menunggu sampai ada laki-laki yang mengambil bungkusan tersebut.
Laki-laki pertama yang mengambil bungkusan itu berarti terpilih sebagai pengantin. Jika ia menolak untuk menikahi jenazah pengantin perempuan, maka ia diyakini akan dirundung nasib sial. Ritual-ritual pernikahannya mirip, tetapi tidak seperti di China daratan, tidak perlu menggali tulang belulang.
Pengantin laki-laki juga sering diperbolehkan untuk menikahi perempuan biasa—yang masih hidup—pada kemudian hari, tetapi istri yang dinikahinya sebagai mayat harus diperlakukan sebagai istri utama.
Tahun lalu, sebuah video “pernikahan arwah” dari Taichung di Taiwan beredar viral setelah seorang laki-laki “menikahi” mendiang pacarnya dalam sebuah upacara yang rumit.
Bagaimanapun, inti dari ritual-ritual ini adalah dilema universal manusia tentang bagaimana berurusan dengan kehilangan dan dukacita. “’Pernikahan-pernikahan arwah’ seperti itu sangat menyentuh, yang menunjukkan kegigihan cinta,” kata Szeto kepada BBC.
Penulis | : | Moh. Habib Asyhad |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR