Intisari-Online.com – Rinai hujan selalu membuat saya terharu. Rintiknya, mengingatkan pada masa-masa yang telah lalu. Begitu pula hari ini.
Dulu, sewaktu kecil, saya ingin sekali punya mantel hujan. Kuning, itu warna yang saya inginkan. Teman-teman saya yang lain telah memilikinya, dan mereka tampak gagah dengan mantel itu.
Untuk anak kelas 2 SD, semua yang berwarna cerah, akan selalu tampak indah. Namun sayang, Ibu tak punya cukup uang untuk membelinya.
Walau sempat kecewa, saya harus menurut, dan menahan keinginan untuk mempunyai mantel kuning itu.
(Baca juga: 11 Tahun Menikah Tanpa Berhubungan Intim, Pasangan Berberat Badan Ekstrem Ini Akhirnya Lakukan Ini!)
Walau begitu, saya tetap kesal. Dan rasa itu memuncak ketika saya harus pulang dari sekolah, sementara saat itu hujan begitu deras. Saya makin kecewa dengan Ibu.
Coba jika ada mantel, tentu saya tak perlu kena hujan, dan bisa bergabung bersama teman-teman yang lain. Kesal, dan marah, begitulah yang saya rasakan saat itu.
Sementara yang lain tertawa dan menikmati hujan, saya harus berjalan pulang dengan tubuh yang basah kuyup.
Ah.... di tengah perjalanan, saya bertemu dengan Ibu. Dia tampak membawakan payung untuk saya. Karena terlanjur marah dan ngambek, saya tak menerima payung itu, tetap pulang tanpa payung.
(Baca juga: Pantas Jasad-jasad 'Abadi' para Pendaki Everest Terlihat Memilukan, Ternyata 13 Hal Ini Yang Terjadi)
Walau begitu, ibu tampak ingin melindungi saya dengan payungnya. Mendekap, agar saya tak terlalu basah terkena hujan.
Hujan makin deras, dan kami pun berjalan pulang, walau saya tetap ngambek dan menolak untuk dipayungi. Sesampainya di rumah, tingkah itu terus saya perbuat.
Saya tetap menolak untuk berganti pakaian. Akhirnya dengan sedikit terpaksa, hal itu saya selesaikan. Ibu, kemudian datang dengan handuk, dan langsung menyelubungi saya dengan handuk itu.
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR