Intisari-Online.com – Mikrobioma usus, yang kadang-kadang dikenal juga sebagai flora usus, merujuk pada mikroorganisme yang hidup di dalam saluran pencernaan kita.
Selama bertahun-tahun bakteri usus ini selalu menjadi salah satu topik paling populer dalam penelitian medis.
Setiap orang memiliki campuran bakteri yang berbeda dalam sistem mereka yang mungkin terkait dengan banyak jenis penyakit.
Baca Juga : Bakteri Usus Memicu Obesitas
Sebagai contoh, memiliki terlalu banyak atau terlalu sedikit dari beberapa jenis bakteri dapat berkontribusi pada penyakit radang usus.
Penelitian juga telah meneliti apakah bakteri usus juga dapat dikaitkan dengan penyakit lain seperti multiple sclerosis dan leukimia pada anak.
Meskipun semuanya itu berpengaruh pada kesehatan fisik, tetapi apakah mikrobioma usus itu memiliki pengaruh pada kesehatan mental kita?
Jawabannya masih tidak jelas, karena sebagian besar penelitian pada tautan ini hanya melibatkan hewan.
Tetapi sebuah penelitian baru-baru ini yang dipublikasikan di Nature Microbiology, telah mampu menjelaskannya. Demikian diansir dari Medical Daily.
Baca Juga : Jangan Lagi Gunakan Pengering Tangan, Bakteri hingga Virus Penyebab Sakit Bisa Ditularkan darinya!
Para peneliti dari Belgia telah merekrut lebih dari 1.000 orang untuk diperiksa mikrobioma usus mereka.
Dari mereka, 173 peserta didiagnosis dengan depresi atau bernasib buruk dalam survei yang menilai kualitas hidup mereka.
Ditemukan pula bahwa himpunan bagian dari peserta ini memiliki tingkat dua jenis mikroba yang lebih rendah, yaitu Coprococcus dan Dialister, dibandingkan dengan peserta sehat lainnya.
Selain itu, kadarnya rendah terlepas dari apakah pasien tersebut menggunakan antidepresan atau tidak.
Bagaimana tepatnya mikroorganisme ini mempengaruhi otak belum dipahami.
Menurut Science Mag, “satu saluran yang mungkin adalah saraf vagus” yang berfungsi sebagai penghubung antara saluran penceraan dan otak.
“Ini adalah pertama kalinya jenis pekerjaan ini dilakukan dalam skala besar pada manusia. Sebelumnya telah dilakukan, namun model eksperimen adalah hewan,” jelas Jeroen Raes, penulis utama penelitian ini.
Baca Juga : Hati-hati, Kulit Alpukat Bisa Jadi Sarang Bakteri Berbahaya, Lakukan Ini saat Mengupas Alpukat
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Mentari DP |
KOMENTAR